Tiga Kali Haji, Dua Kali Tidak Melihat Kakbah

  • Bagikan

Ini cerita datang dari salah seorang juru dakwah di Kota Ambon bernama DR (HC). Nasarudin Wasroni MA.

Ketika memberikan ceramah pada acara pelepasan salah satu keluarga calon jamaah haji di Kompleks Lorong Kehutanan, Kebun Cengkeh, Ambon, baru-baru ini, (28/5/23), ia pernah bercerita kalau dirinya sudah tiga kali naik haji, tapi dua kali dalam berhaji itu ia tidak pernah melihat Kakbah.

Kok bisa?

Saat itu usianya masih berumur 26 tahun. Sebagai seorang dai muda di ibukota Jakarta yang lagi “naik daun”, ia selalu dipercaya memberikan siraman rohani baik oleh organisasi, lembaga pemerintahan atau kelompok pengajian.

Setiap minggu Ustad Wasroni selalu mengisi ceramah. Berpindah dari satu tempat pengajian ke tempat pengajian lain sudah menjadi langganan tetap.

Salah satu tempat yang menjadi langganannya itu yakni tempat pengajian di Pemkot Jakarta Timur yang dipimpin Walikota Sabni. Karena mendapat kepercayaan Ustad Wasroni pun diberi jatah naik haji oleh sang walikota tahun 1986.

Tujuh tahun kemudian ia pun ketiban rejeki yang sama untuk menunaikan Rukun Islam Kelima itu. Kali ini jatah naik haji datang dari Tomy Soeharto, anak Presiden Soeharto.

Sama ketika di Pemkot Jakarta Timur, di perusahaan Humpus Grup milik Tomy Soeharto itu juga punya kelompok pengajian.

Sampai pada suatu ketika datanglah seorang manager perusahaan menyampaikan niat baik Tomy Soeharto untuk menghajikan sejumlah orang dan salah satu adalah Ustad Wasroni.

“Pak Tomy mau menghajikan Ustad Wasroni. Alhamdulillah,” kata ustad mengutip sang manager.

Kabar baik itu ia sampaikan kepada kedua orang tuanya. “Alhamdulillah. Saya  diberangkatkan untuk naik haji oleh Pemkot Jakarta Timur tahun ini,” kata ustad berkisah.

Ketika informasi itu tiba sang ayah dengan nada kelakar berkata: “Kalau Anda yang berangkat haji lantas bagaimana dengan  ayahmu yang belum berhaji. Sementara umur ayahmu saat ini sudah lanjut usia belum juga pergi haji,” ujar Ustad Wasroni mengutip sang ayah.

“Baik,” kata Ustad Wasroni.

Keesokan harinya ia pun pamit menemui staf Pemkot yang mengurusi bagian haji untuk mengalihkan jatah naik hajinya untuk sang ayah. Dari keterangan yang didapat oleh pihak Pemkot tidak keberatan kalau pun toh itu dialihkan ke yang lain. Apalagi kalau yang dihajikan adalah orang tuanya sendiri.

“Mereka (Pemkot) tidak keberatan. Kepada siapapun jatah itu diberikan bukan lagi hak Pemkot. Itu hak ustad. Jadi jatah haji saya saat itu juga saya serahkan ke ayah saya. Alhamdulillah beliau yang naik haji,” ujarnya.

Tujuh tahun berlalu setelah ayahnya pergi naik haji kini giliran ibunya yang naik haji. Jatah hajinya dari pemberian dari Tomy Soeharto. Niat baik Tomy Soeharto lagi-lagi ia utarakan kepada orang tuanya. Alasannya sama. “Kalau ayahmu sudah naik haji sementara ibumu belum haji bagaimana?,” ujar sang ibu.

Alasan itu membuat hati sang ustad luluh. Keesokan harinya ia menyampaikan alasan itu kepada sang manager.

“Jadi ketika itu saya sebenarnya sudah harus dua kali naik haji dan dua kali mestinya sudah harus melihat Kakbah. Tapi jatah haji itu ternyata bukan untuk saya namun hadiah untuk kedua orang tua saya melalui tangan orang lain,” ujarnya.

Ia mengakui baru melihat Kakbah justeru pada haji ketiga atau 20 tahun kemudian setelah berdakwah di Ambon. “Saya diberi hadiah naik haji tahun 2013 oleh Pemkot Ambon melalui tangan Wawali Kota Ambon Pak Sam Latuconsina,” ujarnya.

Apa yang menjadi motivasi hingga membuat dirinya begitu yakin pada kegiatan ibadah yang satu ini?

“Sejak aktif berdakwah dalam diri saya sudah saya tanamkan bahwa sebelum ajal menjemput saya harus bisa ke Tanah Suci untuk haji,” ujar alumni Perguruan Dakwah Muallimin, Jakarta.

Salah satu cara memotivasi dirinya itu sejak masih muda di rumahnya ia selalu gantungkan dan menatap gambar Kakbah di dinding rumahnya. Sampai sekarang pun di rumahnya tidak ada kamar yang tidak ada gantungan gambar Kakbah.

“Jadi kita harus yakin dalam diri setiap apa yang menjadi cita-cita kita itu. Kita harus punya keyakinan bahwa suatu saat kita harus bisa menginjakkan kaki melihat Baitullah. Jika itu sudah tertanam dalam diri kita insyaAllah akan selalu ada jalan,” begitu kata sang ustad.

Ia juga berpesan agar dalam hidup ini kita senantiasa berdoa untuk keselamatan termasuk mereka yang saat ini sedang dalam perjalanan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci cukup dengan membaca enam dari 99 nama Allah atau yang lebih dikenal dengan nama Asmaul Husnah.

Ia mengajarkan sebuah ilmu bila Anda dalam perjalanan jauh seperti naik haji ataupun dalam kesulitan jangan lupa selalu membaca nama Asmaul Husna cukup yang enam saja: Ya Latif, Ya Hafidz, Ya Syafii, Ya Fattah, Ya Razak, Ya Allah.

“Ini ajaran orang-orang tua saya dulu. Dan juga guru saya yang selalu saya amalkan dalam setiap perjalanan. InsyaAllah kalau kita amalkan akan selalu terhindar dari kesulitan,” ujarnya.

Ustad Wasroni beruntung. Tahun 2017 lalu untuk keempat kalinya ia lagi-lagi diberi hadiah oleh seseorang untuk melihat lagi Baitullah saat melaksanakan umrah.

“Dan tahun depan insyaAllah saya juga telah dijanjikan oleh seseorang untuk kembali melaksanakan umrah lagi. Paling cepat tahun depan, tapi kalau molor tahun 2025,” ujarnya.

Lahir di Tegal, Jawa Tengah, 27 Nopember 1950, Ustad Wasroni sudah menjadi juru dakwah sejak 1972 di Jakarta hingga meraih sarjana di Fakultas Syariah 1976 pada IAIN Syarif Hidayatullah.

Tahun 1999 ia hijrah ke Ambon dan menjadi partikulir atau pekerja serabutan. “Bisa dakwah, mengajar mengaji, atau dosen. Selain berdakwah dan menjadi kolumnis di koran Radar Ambon, saya juga mengajar agama di Poltekkes Ambon,” ujarnya.

Ia memperoleh gelar Doktor 2004 dengan predikat DR HC (Doktor Honorius Causa) dari Management Global International berbasis di Jakarta.

Saat ini selain berdakwah, ia juga adalah Imam Masjid Al-Hijrah, Oihu, Batu Merah, Ambon, itu. Masjid berbentuk minimalis yang baru dibangun di pinggir jalan raya Jl. Jend. Sudirman, itu.
                 
Kini melalui Kelompok Pengajian Sajadah Fajar Ambon Ustad Wasroni dan beberapa dai muda intens melakukan safari dakwah.

Setiap Minggu subuh mereka mengelilingi dari mesjid ke masjid di Kota Manise bahkan sampai ke Pulau Seram menyebarkan tauziah yang kini sudah memasuki 11 tahun.

Metode dakwah yang dilakukan yakni dengan mendatangi setiap mesjid. “Ini sekaligus untuk menjalin tali silaturahmi antarjamaah juga memperkuat ikatan antarimam se-Kota Ambon,” ujarnya.(DIB)

  • Bagikan