Kekerasan Fisik Jadi Budaya di SMA Siwalima

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Komisi IV DPRD Maluku melakukan inspeksi mendadak (sidak) di SMA Negeri Siwalima Ambon, Rabu, 4 Oktober 2023, pagi. Sidak ini buntut dari kasus dugaan bullying oleh sejumlah murid senior terhadap salah seorang murid adik kelas yang duduk di bangku kelas 11 IPA berinisial APS, beberapa waktu lalu.

Pantauan media ini, sesampainya di sekolah unggulan Provinsi Maluku itu, rombongan Komisi IV yang terdiri dari Ketua Komisi IV Samson Attapary, Wakil Ketua Komisi IV Rovik Afifuddin dan anggota Komisi IV, Rostina dan Hengki Pelata, langsung melakukan dialog bersama para siswa siswi setempat.

Awal dialog itu, Komisi IV DPRD Maluku mempertanyakan penyebab terjadinya aksi kekasaran fisik atau bullying yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelasnya di dalam asrama.

Dan beberapa orang murid menjawab bahwa kekerasan fisik itu terjadi bukan karena salah mereka (kakak kelas), melainkan adanya regulasi yang mengatur kakak asuh/ senior untuk mengajak adik kelasnya dapat tertib beribadah, makan, dan disiplin dalam hal lainnya.

Setelah beberapa menit berdialog dengan para murid, Komisi IV langsung meninjau semua fasilitas sarana dan pra sarana sekolah, di antaranya meninjau Asrama Barak A, Asrama Barak B, Asrama Barak C dan dapur sekolah yang baru dibangun.

Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Attapary, mengakui bahwa tindak kekerasan fisik di SMA Negeri Siwalima Ambon yang dilakukan oleh senior kepada junior sudah menjadi budaya, sehingga berlanjut terus ke generasi siswa selanjutnya.

“Mereka mengadopsi apa yang sudah dilakukan oleh kakak-kakak mereka terdahulu. Makanya tindakan kekerasan tadi berulang dan dijadikan hal biasa. ketika kakak kelas menegur adik kelasnya dan tidak dengar atau diikuti, dia ditampar atau disuruh push up. Memang ini bila sudah menjadi budaya makanya berlanjut terus. Tapi budaya ini perlu diubah dan dijadikan koreksi bagi pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan,” ungkapnya.

Dia juga mengatakan bahwa terdapat sistem yang salah. Di mana yang harus bertanggungjawab terhadap sistem itu adalah kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku.

“Sebenarnya bangun sistem manajemen konsepnya sederhana, begitu juga dengan budaya kekerasan, ini sudah cukup lama kalau tadi kita interview dari beberapa siswa yang mereka melakukan kekerasan terhadap teman yang lain. Dan ibu kepala dinas harus turun berdialog, mendeteksi, sebagai penanggung jawab harus membangun satu sistem dan harus diikuti oleh sekolah,” tegasnya.

Padahal, sambung wakil rakyat itu, mengatur hal ini tanpa butuh anggaran. Hal ini hanya membangun karakter orang, tanggung jawab orang tua, guru, dan pihak siswa. Semua ini masuk bagian dari sistem pembelajaran yang ada di sini.

“Bagaimana adanya kebijakan yang dilakukan dengan sistem secara terpadu sehingga hal-hal yang sering terjadi bisa di antisipasi secara dini,” ungkapnya.

Untuk diketahui, turut mendampingi Komisi IV DPRD Maluku, Plh Kepala Sekolah SMAN Siwalima, Elysama Tahalea beserta para guru (**)

  • Bagikan