SK BPN BPNA Diteken Camat “Ilegal”

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — BULA, —Surat Keputusan (SK) pengangkatan Badan Permusyawaratan Negeri (BPN) dan Badan Permusyawaratan Negeri Administratif (BPNA) baru diterbitkan bagi desa di Kecamatan Pulau Gorom dan Gorom Timur.

Ada 47 desa di kedua kecamatan itu. Sementara total jumlah desa di Kabupaten Seram Bagian Timur sebanyak 198 desa. Itu artinya sebagian besar BPN atau BPNA di daerah berjuluk Ita Wotu Nusa itu belum mempunyai legitimasi hukum yang jelas.

Ini diakui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Karena SK yang baru diterbitkan serta ditandatangani bupati baru dibagikan beberapa waktu lalu.

“SK BPN BPNA itu rata-rata di kecamatan Gorom, Gorom Timur sebagian besar sudah. Yang lain beta (saya) belum cek keabsahannya,”kata Plt kepala dinas PMD Kabupaten SBT, Lutfi Rumata saat dikonfirmasi wartawan diruang kerjanya Rabu, 30 Agustus 2023.

Bagi BPN atau BPNA yang SK pengangkatannya tidak ditandatangani bupati maka dinyatakan ilegal. Bahkan untuk BPN atau BPNA yang telah terpilih melalui pemilihan umum. Apalagi SK dimaksud diteken camat. Itu bahkan menyalahi aturan karena tidak berkekuatan hukum.

“Kalau katong (kita) bicara sesuai prosedur, sesuai regulasi, ade-ade dong (wartawan) bisa jawab sendiri. Kalau memang diSK kan bupati lalu dorang (mereka) bukan SK bupati ya berarti bisa disimpulkan,”katanya.

Produk hukum yang dihasilkan BPN atau BPNA yang tidak memiliki SK yang ditandatangani bupati tidak bisa dijadikan acuan. Karena tidak mempunyai dasar hukum. Salah satunya adalah surat keputusan penetapan program yang disepakati bersama masyarakat untuk dibiayai dengan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD).

Surat keputusan BPN atau BPNA ini menjadi salah satu syarat untuk verifikasi laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja desa (APBDes) bisa dilaksanakan. Tak hanya itu, pemberian tunjangan bagi BPN atau BPNA harus didasarkan pada SK bupati.

“Verifikasi harus ada itu (SK). Jadi tolak ukur juga. Seharusnya itu dipertimbangkan di kecamatan tapi karena sudah terlanjur seperti itu, intinya tidak merugikan negara saja. Nanti kita perbaiki secara administrasi kedepannya,”kata Lutfi.

Para camat dilarang menerbitkan SK baik bagi BPN atau BPNA yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum atau yang diangkat dari perwakilan marga. Meski sebagian kewenangan bupati telah dilimpahkan camat. Namun tidak untuk menandatangani SK dimaksud.

“Meski camat itu mendapat sebagian legitimasi dari bupati untuk melakukan (tugas-tugas) di kecamatan tapi kewenangan mana yang dikasih, kalau teken SK itu tidak,”ujar dia.

Kepala desa maupun penjabat kepala desa tidak diperbolehkan menetapkan anggota BPN atau BPNA sesuai keinginan sendiri. Ada mekanisme yang harus dipakai. Yakni dengan pemilihan secara demokratis bagi negeri berstatus administratif atau disodorkan oleh marga-marga untuk status negeri adat.

“Kalau desa belum pemilihan (BPN BPNA) paling tidak ada musyawarah sambil menunggu proses pemilihan nanti,” Ujarnya

Lutfi meminta, dua mekanisme yang dipakai untuk menjaring anggota BPN atau BPNA harus melihat keterwakilan perempuan.

“Harus diperhatikan unsur perempuan dalam struktur BPN atau BPNA itu,”pintahnya. (RIF)

  • Bagikan