Kejati Maluku Sosialisasi Peran dan Fungsi Pidmil bagi Penyidik

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Peran dan fungsi Pidana Militer (Pidmil) dalam lingkup kejaksaan belum diketahui kalau mencakup kewenangan dua peradilan, yakni Peradilan Umum dan Peradilan Militer.

Untuk itu disosialisasikannya peran Jaksa Pidana Militer dalam Perkara Koneksitas pada Sistem Peradilan Pidana di Indonesia bagi penyidik baik TNI-Polri, jaksa, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Maluku.

“(Sosialisasi) Tujannya untuk memahami tugas dan fungsi Asisten Tindak Pidana Militer (Aspidmil) sebagai unit organisasi baru di kejaksaan maupun tugas fungsi kerja mitra terkait bermuara untuk membangun koordinasi serta kesamaan pikiran pandangan serta kesamaan pemahaman guna optimalisasi tugas dan fungsi ke depan lebih baik,” kata Kajati Maluku Edward Kaban, di Pacific Hotel Ambon, Kamis, 6 Juli 2023.

Menurutnya, pembentukan Pidmil sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) ayat (4) Pasal 35 ayat (1) huruf c, i dan j C, I Undang-undang Nomor 16 Tahun 2024 tentang Kejaksaan RI sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI

Menindaklanjuti hal tersebut, lanjut Kajati, pemerintah telah mengantikan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI

“Peraturan Presiden tersebut menjadi landasan pembentukan organisasi baru yaitu Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) dalam struktur organisasi di Kejaksaan RI,” tandasnya.

Sementara Asisten Bidang Pidana Militer (Aspidmil) Kejati Maluku Kolonel Chk Romelto Napitupulu menjelaskan, istilah perkara koneksitas dikenal dalam UU nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehakiman. Pada Pasal 22, menyebutkan, tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh peradilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

“Jadi untuk perkara koneksitas yakni pelaku lebih dari satu, yang berasal masing-masing satu unsur militer, satu lagi unsur sipil, maka akan ditangani langsung peradilan umum dengan tim penyidik Koneksitas (Polisi Militer, Oditur, dan penyidik dalam lingkungan peradilan umum atau Kejaksaan dan Kepolisian). Dan ke depan Bidang Pidmil akan konsistensi Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, artinya peradilan umum tetap dikedepankan kecuali saja ada SKB yang menentukan oknum dari militer itu diperiksa di Pengadilan Militer,” tutur Aspidmil.

Sementara Dekan Hukum UKIM iDr. Jhon Dirk Pasalbessy mengatakan, sistem peradilan pidana terpadu (SPPT) merupakan model penyelesaian perkara bidang pidana yang dikenal dalam hukum acara pidana di Indonesua. Sistem ini digerakan oleh hukum pidana materil, hukum pidana formil dan hukum pelaksana pidana yang lebih dikenal dengan konsep penegakan hukum terpadu (integrated criminal justice system).
“Intinya penyelenggaraan SPPT adalah, mengatur mekanisme kerja yang lebih andalkan. Sistem pengelolaan perkara secara systemtik, efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Karena itu dikenal 3 pendekatan, yakni pendekatan manajemen, normatif dan social,” jelasnya.

Kata Pasalbessy, model sistem peradilan pidana terpadu (SPPT) yang dianut di Indonesia merupakan penyempurnaan dari sistem peradilan yang lebih bersifat represif dalam Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) atau hukum acara pidana yang dibaharui (banding sistempemeriksaan accusatoir versu inccusatoir).
“Hukum Acara Pidana (HAP) kita didasarkan pada UU No. 8 Tahun 1981 menempatkan pemeriksaan koneksitas sebagai salah satu model pemeriksaan perkara yang melibatkan 2 (dua) peradilan,” tuturnya.

Dijelaskan, perlu ketegasan regulasi menghadapi potensi dualisme penuntutan dalam perkara konteksitas. Data di Kejaksaan Agung hingga 2021 saja masih tersisa 2.726 perkara tindak pidana koneksitas yang belum diproses ke pengadilan. Jumlah kasus tersebut merupakan 23 persen dari total 12.017 perkara tindak pidana yang ditangani oleh Kejaksaan.

“Dengan semakin melonjaknya eskalasi femuan dualisme penuntutan tindak pidana koneksitas, disertai tingginya desakan penanganan perkara koneksitas yang selama ini ditangani secara terpisah, diperlukan langkah penegakan hukum untuk memenuhi tujuan hukum berupa keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Peran Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer pada tingkat Kejagung RI, dan juga Jaksa Bidang Pidana Militer ditingkat Kejaksaan Tinggi perlu mendapat perhatian. Walaupun tergolong baru karena mendapat legitimasi sebagai bagian dari organisasi Kejaksaan Agung sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, sebagaimana diatur pada Pasal 25A ayat (1) bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Militer adalah unsur pembantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan Kejaksaan di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh odituran dan penanganan perkara koneksitas bertanggungjawab kepada Jaksa Agung,” tandas Pasalbessy. (AAN)

  • Bagikan