MCW Minta Bupati Johan Gonga Diperiksa

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Moluccas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku, berharap agar Bupati Kepulauan Aru, Johan Gonga, segera dipanggil dan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dalam perkara dugaan korupsi dana Covid-19 tahun anggaran 2021, yang diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 20 miliar.

Harapan itu disampaikan Direktur Utama MCW Wilayah Maluku, S. Hamid Fakaubun SH, MH, usai memasukan laporan perkara tersebut secara resmi ke KPK RI di Jakarta pada Jumat, 17 Februari 2023, dengan tanda bukti penerimaan laporan pengaduan masyarakat nomor informasi: 2023-A-00847.

“Laporan dana Covid-19 di Kabupaten Kepulauan Aru ini telah diterima dan ditandatangani oleh perwakilan KPK atas nama Siti Nm. Harapannya, Bupati Johan Gonga segara dipanggil dan diperiksa oleh KPK,” kata Hamid, kepada koran ini via seluler, Minggu, 19 Februari 2023.

Hamid mengaku, terpaksa memasukan laporan dana Covid-19 tersebut ke KPK lantaran menilai pihak Kepolisian maupun Kejaksaan di Maluku lambat dalam merespons laporan masyarakat serta lambat memproses kasusnya. Apalagi, lanjutnya, beredar informasi bahwa Bupati Johan Gonga kebal hukum.

“Semua orang sama di mata hukum, tidak ada yang kebal hukum dan tidak boleh ada diskriminasi karna pangkat dan jabatannya. Baik kepala daerah sekalipun wajib diperiksa dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, tidak boleh tebang pilih,” Advokat muda itu.

Dia menjelaskan, Bupati Johan Gonga wajib diperiksa karena selaku kepala daerah diduga kuat ikut mengetahui dan mengatur pengelolaan anggaran Covid-19 sebesar Rp 60 miliar yang diperuntukan bagi 21 Organsiasi Perangkat Daerah (OPD) dengan realisasi sebesar Rp 41 miliar.

“Bupati Aru Johan Gonga juga harus mempertanggungjawabkan sisa anggaran Covid-19 sebesar Rp 19. Sebab, dari total anggaran Covid-19 sebesar Rp 60 miliar itu, yang direalisasikan bagi 21 OPD hanyalah senilai Rp 41 miliar. Masih ada sisa anggaran Rp 19 miliar yang juga harus dipertanggungjawabkan,” jelas Hamid.

Dia mengungkapkan, dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 pada 21 OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Aru, BPKP Maluku telah melakukan audit investigasi dan mendapatkan temuan adanya indikasi kerugian keuangan negara pada lima OPD yang kini kasusnya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Polres Aru.

Yakni Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Perikanan, Dinas Pertanian dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sedangkan 16 OPD lainnya masih dalami proses penyelidikan Polres Aru.

Namun sampai saat ini, Polres Aru baru menetapkan tiga orang sebagai tersangka pada OPD/ Dinas Ketahanan Pangan. Yakni, DH selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), CR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan MG selaku pihak ketiga penyedia barang.

“Walaupun ketiga tersangka itu sudah ditahan oleh Polres Aru, yang kami pertanyakan lagi adalah empat OPD lainnya yang terindikasi merugikan keuangan negara bersumber dari dana Covid-19, sebagaimana temuan BPKP. Ini harus diusut tuntas, apalagi kasus empat OPD itu sudah naik penyidikan,” ungkap Hamid.

Selain kasus dana Covid-19 di Kabupaten Kepulauan Aru, Hamid mengaku bahwa pihaknya juga telah resmi melaporkan satu kasus lain di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) ke Kantor KPK RI di Jakarta.

“Yakni, perkara dugaan korupsi pengadaan KM Kapitan Jongker pada Dinas Perhubungan Kabupaten SBB senilai Rp 2.081.600.400 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2021,” terang Hamid.

Menurutnya, KM Kapitan Jongker yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Kapitan Yongkor, Desa Tumalehu Barat, Kecamatan Kepulauan Manipa, Kabupaten setempat, dalam beberapa waktu terakhir ini menarik perhatian publik di Maluku.

Pasalnya, kapal pelayanan rakyat dibawah 20 GT yang dihibahkan Pemkab SBB melalui Dinas Perhubungan kepada BumDes Tumalehu Barat itu, baru diserahkan oleh mantan Bupati Timotius Akerina pada 14 Maret 2022, kini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Padahal, belum setahun beroperasi.

“Kapal yang dikhususkan untuk melayani masyarakat itu, beberapa waktu lalu dibiarkan terbengkalai di kawasan Pantai Kairatu Beach, Kecamatan Kairatu. Namun saat ini sudah tidak ada lagi di Pantai Kairatu Beach. Informasi yang diperoleh bahwa BumDes Tumalehu Barat telah membawa kembali kapal tersebut ke wilayahnya,” ungkapnya.

Dikatakan Hamid, pihak yang patut diduga bertanggungjawab atas kapal tersebut adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) KM Kapitan Jongker, Fadlia Pelu, selaku kepala Seksi Analisis Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan serta Keamanan Kapal, Dinas Perhubungan Kabupaten SBB.

“Fadlia Pelu sendiri merupakan isteri dari Ketua DPRD Kabupaten SBB, Abdul Rasyid Lisaholit. Sehingga, berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka kami menduga banyak pihak juga yang ikut terlibat, termasuk Ketua DPRD Kabupaten SBB dan istrinya. Untuk itu kami berharap laporan segara ditindaklanjuti oleh KPK,” harapnya. (RIO)

  • Bagikan