Pemerintah Perlu Merelokasi Warga

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Beberapa tahun terakhir, Kota Ambon sering dilanda banjir dan longsor di sejumlah titik.

Warga yang tinggal di lereng gunung dan bantaran kali sering kali menjadi korban. Tak ayal, banyak pihak yang mengusulkan agar pemerintah berani merelokasi ke tempat yang lebih aman.

Data yang diterima Rakyat Maluku, tupografi Kota Ambon dinilai sedikit lebih unik dibandingkan kabupaten/kota lain di Provinsi Maluku. Kota berjulukan Manise ini kondisi topografisnya sebagian besar terdiri dari daerah bergelombang sampai terjal dengan luas sekira (±) 280 Km² atau 87 % dan daerah datar dengan luas hanya ± 42 Km2 atau 13% dari total wilayah daratan.

Berdasarkan data tersebut, warga Kota Ambon kebanyakan tinggal di daerah pegunungan atau bahkan di lereng gunung yang tingkat kemiringannya mencapai 45 persen.
Sebagian juga memilih membangun rumah di bantaran sungai. Alhasil, setiap datang musim penghujan, warga yang tinggal di lereng gunung dan bantaran sungai ‘tidur’ tak tenang. Setiap tahun, ada saja warga yang menjadi korban longsor atau terbawa arus sungai. Begitupun rumah mereka yang tertimbun longsor atau terbawa air.

Pengajar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota asal Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Abdul Azis Hatuina, ST, MT, IAP mengungkapkan, hasil riset mereka di Kota Ambon terdapat banyak titik rawan banjir dan longsor. Titik-titik itu, kata dia, ibarat warga sedang menggali kubur untuk diri mereka sendiri. Hanya pasrah menunggu giliran dihantam longsor ataupun banjir.

Titik-titik rawan yang dimaksud, yakni daerah lereng gunung dan bantaran sungai di Desa Batu Merah, Mangga Dua, Ahuru, Galala dan lainnya.
Kata Hatuina, sejumlah titik di STAIN dan Batu Merah, terutama daerah Tantui dan juga Galala itu persentasi kelerengannya (kemiringan) sudah mencapai 45 persen. Nah, kata dia, di lokasi-lokasi ini pemerintah sudah wajib memiliki komitmen untuk tidak mengeluarkan izin membangun. Jika tidak, ini akan berakibat fatal bagi masyarakat yang menghuni daerah-daerah tersebut.

“Di beberapa titik itu lokasi tidak layak dihuni. Misalnya ada rumah yang pondasi bawahnya hampir menyentuh atap seng rumah lain yang terdapat dibagian bawah. Itu parah sekali, dan harusnya tidak dikeluarkan izin membangun.
Makanya saya bilang, dulu itu jarang kita dengar Ambon banjir, tapi menggali kubur untuk banjir itu memang sudah lama dilakukan,” ungkapnya kepada Rakyat Maluku, Selasa, 12 Juli 2022.

Ironisnya, kata dia, sistem konservasi lahan hampir tak terdengar dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi dampak-dampak bahaya yang ada. “Parahnya lagi, ada bangunan yang terus bertumbuh di badan sungai. Padahal, sungai itu lahan lindung, itu aturanya sudah jelas,” tegasnya.

Untuk itu, Dosen UIN Makassar ini mengusulkan agar pemerintah tegas untuk tidak mengeluarkan izin membangun di daerah yang tidak layak. Terutama ketidaklayakan dilihat dari segi normatif maupun teoritisnya. “Seperti di daerah rawan longsor dan bantaran sungai,” tambahnya.

Solusi lain agar tidak memakan korban di saat musim penghujan, ahli planologi ini menawarkan agar pemerintah berani memogramkan agar segera merelokasi warga yang saat ini rumahnya terlanjur dibangun di lereng gunung dan bantaran sungai yang rawan terkena bencana. “Jadi kalau mau direlokasi itu sangat memungkinkan sekali,” jelasnya.

Pemerintah dalam hal ini, tambah dia, menyiapkan lokasi atau tempat yang khusus untuk dibangunkan tempat tinggal yang layak. Terutama warga yang rumahnya bersertifikat. Atau kompensasi lain agar warga tidak dalam kondisi bahaya setiap tahunnya.

“Ini lebih positif ketimbang setiap tahun pemerintah mengeluarkan uang untuk sumbangan bagi korban bencana alam yang nilainya juga tidak kecil,” kuncinya.

Usulan Hatuina itu direspons positif Pemkot Ambon. Bahkan, Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, mengaku pihaknya akan menganalisasi dengan meninjau lokasi-lokasi yang terdampak longsor dan banjir. Hasilnya berulah diputuskan apakah warga akan direlokasi atau diperbaiki tempat hunian mereka. (MON)

  • Bagikan

Exit mobile version