Jaksa Panggil Paksa Direktur PT. Bias Sinar Abadi 

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Direktur PT. Bias Sinar Abadi Cabang Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Ronald Renyut, dan Staf Administrasi dan HRD PT. Bias Sinar Abadi, Guwen Salhuteru, terancam dipanggil paksa oleh Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Pasalnya, kedua saksi dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan jalan ruas Desa Rumbatu-Desa Manusa, Kecamatan Inamosol, Kabupaten SBB tahun anggaran 2018 senilai Rp 31 miliar, itu telah mangkir dari panggilan penyidik untuk yang ketiga kalinya.

“Pada panggilan yang ketiga senin kemarin, RR (Ronald Renyut) dan GS (Guwen Salhuteru) kembali tidak hadir tanpa keterangan apapun alias mangkir,” kata Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, kepada media ini di kantornya, Selasa, 24 Oktober 2023.

Dia menjelaskan, demi kelancaran proses penyidikan kasusnya, maka selanjutnya Tim Penyidik Pidsus akan berkoordinasi dengan pimpinan untuk melakukan upaya-upaya dalam mengahdirkan kedua saksi tersebut di Kantor Kejati Maluku guna menjalani pemeriksaan.

“Tentunya langkah yang diambil Tim Penyidik Pidsus Kejati Maluku nanti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Wahyudi.

Dia menjelaskan, untuk saksi Jorie Soukotta selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik di Rutan Kelas IIA Ambon pada Senin, 23 Oktober 2023.

“Jadi, dalam kasus ini sudah ada dua tersangka. Dimana, tersangka Thomas Wattimena selaku mantan Kadis PUPR SBB sementara menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon dengan kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 7 miliar,” jelas Wahyudi.

Informasi yang berhasil dihimpun media ini bahwa pembangunan jalan di Kecamatan Inamosol yang dikerjakan oleh PT Bias Sinar Abadi itu, masih berupa jalan tanah. Padahal anggaran Rp 31 miliar bersumber dari APBD tahun 2018 telah cair 100 persen.

Jalan yang direncanakan menghubungkan Negeri Rambatu dan Negeri Manusa sepanjang 24 km itu, kini dalam kondisi hancur. Dampak lingkungan yang ditimbulkan adalah banjir sejak dikerjakan pada 27 September 2018 lalu. (RIO)

  • Bagikan