RAYKATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) belum masuk dalam daftar daerah penghitungan angka inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini disampaikan Kepala BPS SBT, Tupa Tampubolon, yang menyebut sejumlah faktor sebagai penyebab, mulai dari keterbatasan komoditas hingga belum adanya instruksi dari pemerintah daerah.
“Secara komoditas barang dan jasa, SBT tidak selengkap atau beragam seperti di Kota Ambon, Kota Tual, dan Kabupaten Maluku Tengah yang sudah ditetapkan sebagai kota inflasi,” kata Tampubolon saat ditemui media ini, di ruang kerjanya, Jumat, 11 Juli 2025.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada kebijakan atau instruksi resmi dari Pemerintah Kabupaten SBT untuk menggelar penghitungan inflasi secara mandiri.
“Tergantung kebijakan pemerintah daerah juga. Mungkin saat ini belum dilakukan karena masih dalam masa penyelamatan anggaran,” ujarnya.
Menurutnya, penghitungan inflasi bukan proses sederhana. BPS harus melalui berbagai tahapan yang tergabung dalam sistem Generic Statistical Business Process Model (GSBPM), mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan data.
“Survei inflasi itu prosesnya panjang, jadi perlu persiapan yang matang agar bisa dijadikan dasar dalam mengendalikan inflasi, baik saat naik maupun turun,” jelasnya.
Meski demikian, BPS SBT tetap berkomitmen membantu pemerintah daerah dalam menyediakan data berkualitas untuk mendukung pembangunan.
“Kalau kebijakan daerah mengarah ke sana, kita tinggal berkonsultasi dengan BPS Provinsi Maluku selaku satuan kerja pembina di 11 kabupaten/kota,” terangnya.
Sementara itu, pihaknya masih melakukan pemantauan harga di sejumlah desa untuk keperluan penghitungan Nilai Tukar Petani (NTP), meskipun data tersebut tidak digunakan untuk penghitungan inflasi daerah.
“Kami memantau harga di beberapa titik seperti di Kecamatan Bula Barat, tapi itu harga pedesaan, bukan harga konsumen. Untuk NTP pun, perhitungannya ada di tingkat provinsi,” ujarnya.
Terkait potensi dampak dari absennya penghitungan inflasi di SBT, Tampubolon menyebut hal tersebut kembali pada kebijakan pemerintah daerah.
“Jika terjadi kenaikan harga komoditas, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemda untuk mengambil langkah pengendalian,” tutupnya. (DIK)