Intrik, Gugatan, dan Taruhan Harga Diri Partai Golkar

  • Bagikan

Drama Panas di Balik Kursi Kosong DPRD Maluku

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, – Saat publik menanti wajah demokrasi yang bersih, justru aroma sengit pertarungan elit politik tercium dari kisruh pengisian kursi kosong DPRD Provinsi Maluku. Kursi yang ditinggalkan almarhum Rasyad Effendi Latuconsina, kini berubah menjadi panggung drama baru yang mengguncang internal Partai Golkar.

DPD Partai Golkar Maluku telah resmi mengusulkan nama Aziz Mahulette, peraih suara terbanyak kedua di Pileg 2024, sebagai calon Pergantian Antar Waktu (PAW). Namun langkah ini tidak berjalan mulus.

Ridwan Marasabessy, yang memperoleh suara terbanyak ketiga, melalui kuasa hukumnya Elia Ronny Sianressy, mengajukan gugatan ke Mahkamah Partai. Ia menilai, proses pengusulan tersebut sarat cacat hukum dan prosedural.

Gugatan ini menjadi pertanyaan besar, apakah mekanisme partai benar-benar menjadi instrumen suara rakyat, atau sekadar alat perebutan kekuasaan para elite?

Sekretaris DPD Partai Golkar Maluku, James Timisela, menepis keras tudingan tersebut. Menurutnya, mekanisme PAW diatur tegas dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 6 Tahun 2017. Ia menekankan, proses penggantian hanya bisa dilakukan oleh calon yang meraih suara terbanyak berikutnya, sebagaimana hasil pleno KPU.

“Partai tidak bisa seenaknya. Semua tunduk pada undang-undang di atasnya. Tidak ada ruang bagi manuver politik jika mengabaikan hukum. Kalau itu dilakukan, kita sama saja mencederai etika demokrasi,” ujar James saat dikonfirmasi, Sabtu 26, April 2025.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa hingga saat ini DPD Partai Golkar Maluku belum menerima pemberitahuan resmi soal gugatan tersebut.

“Mahkamah Partai saja baru terbentuk majelisnya. Proses belum jalan. Tapi prinsipnya, kami siap mengikuti proses hukum sesuai aturan,” tambahnya.

James juga mengingatkan bahwa politik tanpa etika bisa menjadi liar.

“Kalau semua kepentingan pribadi diakomodasi, partai ini bisa hancur. Kita harus berpolitik dengan akal sehat, bukan nafsu kekuasaan,” tegasnya.

Tak tinggal diam, Kuasa Hukum Ridwan Marasabessy, Elia Rony Sianressy yang dikonfirmasi terpisah, melayangkan serangan balasan. Ia menyebut pengusulan Aziz Mahulette sebagai calon PAW tanpa melalui mekanisme rapat pleno pengurus, sehingga bertentangan dengan AD/ART Partai Golkar.

“Ini keputusan personal, bukan kolektif kolegial seperti yang diwajibkan partai. Tanpa rapat pleno, tanpa keputusan bersama. Ini cacat prosedural dan subtantif. Makanya yang kami gugat adalah ketua dan sekretaris inklud di dalamnya proses PAW,” tegas Rony.

Menurutnya, dalam organisasi sekelas Golkar, semua keputusan harus berlandaskan kolektivitas. Tanpa mekanisme itu, pengusulan apapun otomatis tidak sah. Ia mengklaim memiliki bukti kuat untuk membuktikan kesalahan fatal tersebut di Mahkamah Partai.

“Kami sudah layangkan gugatan dan siapkan semua bukti. Dalam waktu dekat Mahkamah Partai akan memanggil semua pihak untuk persidangan,” ungkap Rony.

Ia juga meminta DPD Partai Golkar Maluku untuk tidak berkoar di media, melainkan fokus mempersiapkan bukti hukum.

“Kalau merasa benar, buktikan di Mahkamah. Jangan lempar opini di media massa!” tantangnya.

Perseteruan ini menempatkan Partai Golkar Maluku dalam situasi yang pelik. Di satu sisi, ada upaya menjalankan aturan hukum secara kaku. Di sisi lain, ada desakan untuk menjaga marwah organisasi dengan menjalankan mekanisme internal sebagaimana AD/ART partai.

Bagi publik, drama ini membuka mata tentang bagaimana kursi kekuasaan menjadi medan pertarungan yang tak kalah keras dibandingkan saat Pemilu. Taruhannya bukan hanya satu kursi di DPRD, melainkan kredibilitas partai itu sendiri dalam menegakkan demokrasi internal.

Kini semua mata tertuju ke Mahkamah Partai. Akankah mereka mampu menjadi wasit yang adil di tengah sengkarut ini? Ataukah drama ini akan berlanjut menjadi luka baru dalam sejarah politik lokal Maluku!

Satu hal yang pasti, publik Maluku tidak sekadar menginginkan pengganti di kursi parlemen, mereka menuntut keadilan, transparansi, dan penghormatan terhadap mekanisme demokrasi sejati. (CIK)

  • Bagikan

Exit mobile version