Bahaya Hasad

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Ini hari pertama persis tanggal 1 Ramadan 1446 H saya mengikuti lanjutan kajian subuh bersama Ustad M.Hatta Ingratubun, Lc pada bab tentang hasad karya Imam Abu Al Layth As Samarkandi.

Dalam kitab yang ditulis oleh imam yang hidup di Uzbekistan sekitar tahun 300 Hijriah itu jauh hari telah mengingatkan kita tentang bahaya dari sifat hasad.

Seperti biasanya setiap Sabtu pagi kegiatan dakwah Ustad Hatta selalu diikuti oleh jamaah salat subuh di Masjid BTN Kanawa, Ambon. Sudah beberapa tahun terakhir kajian kitab dengan topik dan pengarang buku dari para ulama terkemuka yang beragam tersebut diisi oleh ustad jebolan Universitas Al-Azhar, Kairo, itu, (1/3/25).

Mengutip kitab Imam As Samarkandi berjudul: “Tanbihul Gafilin (Pengingat Bagi Orang-Orang yang Lalai),” Ustad Hatta mengatakan, jauh hari kita sudah diingatkan bahaya dari sifat hasad karena itu haruslah kita hindari.

Sifat hasad ini sejak dulu oleh Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan soal bahaya dari sifat cemburu yang pernah menimpa orang-orang terdahulu.

Hasad atau bersikap iri hati dan dengki atau tidak senang terhadap kenikmatan dan kesenangan orang lain merupakan penyakit hati yang tidak saja merusak mental individu seseorang tapi juga tatanan sosial masyarakat.

Mengutip kitab As Samarkandi itu, ia mengingatkan pada kita agar berhati-hati terhadap sifat hasad dan suuzan atau berprasangka buruk.

Karena itu di saat muncul sifat hasad pada seseorang maka kuncinya Anda tidak boleh marah. Sebab, di saat Anda marah selamanya akan diikuti oleh sikap buruk yang lain seperti dendam dan dengki.

Sebagaimana hasad, saat Anda berhusnuzan atau berprasangka buruk terhadap seseorang maka saat yang sama Anda tidak boleh mengambil keputusan atas apa yang disangkakannya. Bila saat yang sama Anda mengambil keputusan karena telah berprasangka buruk akan berakibat negatif.

Sifat hasad itu kuncinya tak boleh emosi karena akan diikuti oleh penyakit-penyakit buruk yang lain. “Bila Anda menghadapi hal semacam itu sebaiknya diam,” ujarnya.

Diceritakan dalam Kitab Tanbihul Gafilin Imam As Samarkandi, suatu ketika usai Perang Hunain terjadi pembagian harta rampasan perang (ghanimah) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Setelah pembagian ghanimah oleh sebagian kaum Ansar yang menetap di Kota Madinah merasa tak puas dibanding harta yang dibagi untuk kaum Muhajirin dari Kota Makkah.

Mereka dari kaum Ansar menaruh curiga dan berburuk sangka kepada nabi, padahal saat itu nabi sengaja menunda beberapa hari pembagian ghanimah karena saat yang sama beliau menunggu kabilah Hawazin yang menyatakan taubat dan memeluk Islam.

Setelah menunggu beberapa hari utusan kabilah Hawazin tidak ada yang datang hingga nabi pun memutuskan menyerahkan ghanimah dan tawanan perang yang dibebaskan dalam Perang Hunain itu kepada kaum Muhajirin Makkah.

Keputusan nabi ini membuat kaum Ansar berburuk sangka, cemburu, dan bersifat hasad karena tidak mendapatkan bagian sedikit pun. Kecurigaan kaum Ansar ini sampai ke telinga nabi yang tak selayaknya disampaikan kepada seorang utusan Tuhan itu.

Mengutip Kitab As Samarkandi itu, mendengar kecurigaan tersebut nabi mengumpulkan kaum Ansar. Seketika mereka terdiam saat berhadapan dengan nabi. Nabi pun melanjutkan pembicaraan:

“Wahai kaum Ansar apakah kamu tidak rela orang-orang itu pergi dengan membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta Nabi Muhammad SAW ke rumah-rumah kalian?,” tanya nabi.

Seketika mereka menjawab: “Kami rela wahai Rasulullah.”

Dalam riwayat lain disebutkan, keputusan nabi memberikan ghanimah kepada kaum Muhajirin itu semata-mata karena ada kekhawatiran hati mereka akan gelisah dan resah karena tidak memberikan sesuatu kepada orang-orang yang Allah anugerahi kebaikan dan perasaan berkecukupan di hati mereka atas orang-orang yang baru saja meninggalkan kekufuran.

Mendengar penjelasan nabi itu seketika kaum Ansar yang tadinya curiga dan bersifat hasad kepada nabi gara-gara pembagian harta rampasan perang itu dibuat sedih dan menangis hingga memupus rasa benci dan permusuhan di antara mereka. Sebaliknya justeru memperkukuh solidaritas dan semakin memperkuat keimanan mereka untuk kembali ke medan perang.

Menurut Ustad Hatta Ingratubun, bahaya hasad yang menimpa orang-orang terdahulu tentu menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak berprasangka buruk atau cemburu pada kenikmatan orang lain.

Penyakit hasad atau iri hati dan dengki atas kenikmatan dan kesenangan orang lain tentu memiliki daya rusak yang kuat dan bila tidak dihindari bisa mengganggu mental seseorang juga masyarakat dari sebuah kelompok.

Perisitiwa pembagian ghanimah yang terjadi antara kaum Ansar dan kaum Muhajirin usai Perang Hunain pada masa nabi itu membuktikan bahwa sifat hasad seseorang atau kelompok bisa berujung melemahkan kekuatan jika sesuatu telah dinilai dengan harta dan jabatan.

Itulah mengapa dalam konteks kekinian yang terjadi di hadapan kita saat ini sifat hasad itu boleh saja timbul pada sebuah kelompok atau profesi yang sama. Hasad di sini tentu berbeda dengan ghibah. Kalau ghibah lebih banyak membicarakan hal-hal negatif di luar orang-orang atau kelompok/profesi, tapi kalau hasad umumnya terjadi pada satu profesi yang sama.

“Kalau hari ini teman Anda naik pangkat atau jabatan di kantor pasti di antara mereka ada saja yang tidak suka dan puas. Sebaliknya justeru ada yang merasa dengki atau cemburu atas kenikmatan yang diraih temannya itu,” ujarnya.

Boleh jadi, ada pegawai tiba-tiba dipromosikan menduduki jabatan tertentu sementara temannya yang lain merasa lebih layak justeru tidak diangkat. Itulah hasad. “Hasad di sini bisa menimpa antarsesama pegawai di kantor atau juga bisa sesama kita para ustad,” ujarnya.

Sebagai penyakit bawaan yang pernah menimpa kaum terdahulu hasad atau iri hati terhadap kenikmatan dan kesenangan orang lain bisa berujung pada konflik dan dendam. Hasad di sini tidak saja merusak mental individu tapi juga bisa menghancurkan hubungan tatanan sosial masyarakat sekaligus melemahkan kekuatan baik dalam konteks intern sesama profesi maupun dengan orang lain diluar kelompok kita.(AHMAD IBRAHIM)

  • Bagikan