Mobil Listrik Vs EBT

  • Bagikan

Kita tentu sudah tahu sebentar lagi kita akan memasuki era penggunaan mobil listrik dan motor listrik. Dan kedepan untuk mengurangi pemakaian BBM seiring tingginya tingkat kebutuhan pemakaian aliran listrik itu salah satu program yang menjadi inovasi baru oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) — yakni menyiapkan ketersediaan pasokan listrik sambil menciptakan pemanfataan sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Tulisan ini merupakan lanjutan diskusi saya pekan lalu, (10/7/23), dengan General Manager (GM) PLN Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara (UIW MMU) Ir.H.Awat Tuhuloula tentang kelistrikan di dua provinsi itu: Maluku dan Maluku Utara.

Selain soal pelayanan kelistrikan, salah satu tantangan kelistrikan yang dihadapi PLN kedepan yakni biaya penggunaan BBM yang terlampau mahal. Dilihat dari tingkat kebutuhan listrik dari pelanggan PLN yang mencapai 3 s/d 5 persen pertahun diikuti tingginya tingkat kemahalan harga BBM tentu ini menjadi problem.

Selain itu penggunaan mesin diesel yang berbahan bakar solar kerab terjadi kerusakan pada mesin. Pun alat mesin genset yang terdiri banyak mesin dan sering terganggu kerab pula menjadi penghambat suplai aliran listrik sehingga sering muncul istilah “byar-pet” alias mati-menyala diikuti oleh pemadaman bergilir sebagaimana sering dialami para pelanggan kita.

Kita tahu listrik adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Kita tidak bisa melakukan aktivitas jika terjadi krisis listrik. Termasuk untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kebutuhan rumah tangga, tentu.

Diskusi hari itu tiba-tiba mengingatkan saya 21 tahun lalu pada sosok bernama Ir.H.Wahidin Tampubolon. Ia tidak lain adalah GM UIW MMU. Seniornya H.Awat Tuhuloula.

Ia termasuk pejabat PLN paling lama ditugaskan di Maluku dan Maluku Utara untuk membenahi soal kelistrikan yang kala itu masuk dalam kategori buruk karena tunggakan dari pelanggan diikuti oleh tingkat pencurian aliran listrik yang tidak terkontrol pasca konflik komunal.

Beruntung didukung oleh Pemda Maluku dan Maluku Utara melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat dan oleh Pemda mau membantu menalangi biaya operasional PLN yang tadinya defisit karena tunggakan pelanggan sehingga PLN bisa kembali bernafas lega.

Jadi, untuk kebutuhan BBM oleh PLN di dua tempat UIW MMU itu seperti yang saya kutip dari komentar GM PLN UIW MMU kala itu membutuhkan biaya cukup besar yang kalau dikonversi dengan harga mobil Inova keluaran terbaru ketika itu setara dengan 24 Inova baru.

“Jadi, kalau harga Inova Rp 300 juta berarti jika dikonversi dengan biaya BBM untuk kebutuhan mesin pembangkit listrik diesel pada kedua wilayah itu dalam sebulan kita harus habiskan ongkos BBM setara dengan kita membakar 24 Inova baru. Itu baru biaya BBM saja. Belum yang lain,” ujar Wahidin Tampubolon dalam diskusi di ruang kerjanya kala itu.

Dari sisi pemakaian listrik untuk kebutuhan mesin pembangkit listrik PLN dengan menggunakan BBM memang mahal. Itulah mengapa perlunya ada tenaga pembangkit listrik yang baru melalui EBT.

PLN kini terus berbenah melakukan terobosan mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan itu guna mendukung suplai bahan bakar listrik selain diesel. “Di Ambon kita punya EBT yakni energi Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLPB) di Tulehu. Kini masih dalam tahap progres lanjutan,” ujar pria kelahiran Negeri Amaulu, Desa Kulur, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, 19 Juli 1974.

Selain PLPB, kita juga punya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Biomas (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dll.

Bagaimana dengan potensi tenaga angin? Di Maluku kita juga punya potensi pembangkit listrik tenaga kincir angin yang bisa digunakan sebagai energi listrik.

Tentang pemanfaatan pembangkit listrik tenaga kincir angin ini dulu semasa Gubernur Maluku Said Assagaf pernah mengutarakan soal ini di hadapan Menteri BUMN Rini Soemarno, di Kantor Kementerian BUMN, Jumat, 14 Nopember 2014.

Sayang sampai sejauh ini niat baik itu belum terwujud karena persoalan teknis dan kendala koordinasi.

Berdasarkan kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG di Maluku ada beberapa wilayah yang bisa menjadi tempat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga kincir angin yakni Tual, Ambon, Banda Neira, dan Saumlaki. Namun dari keempat wilayah itu hanya Tual merupakan lokasi yang sangat berpotensi sebagai tempat pembangkit listrik tenaga angin.

Semua potensi EBT itu, menurut Awat Tuhuloula, kedepan merupakan kebutuhan utama yang harus menjadi prioritas. Jika sebentar nanti era mobil listrik dan motor listrik mulai berjalan secara massif maka tingkat kebutuhan listrik dari para konsumen yang tadinya berkisar 3 s/d 5 persen pertahun itu akan mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

Untuk konsumsi mobil listrik, misalnya. Ia mencontohkan dibanding dengan kebutuhan menggunakan BBM jauh lebih hemat menggunakan mobil listrik. Untuk penggunaan mobil listrik, misalnya. Dengan jarak tempuh 300 Km dengan lama charge 0% s/d 100% = 12 jam (daya 2200VA). Artinya, 12 jam x 2200VA/1000 = 26,4 kWH x Rp.1.644 = Rp 43.401.

Sedangkan bila menggunakan mobil konvensional dengan jarak tempuh yang sama yakni 300 Km Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dibutuhkan 15Km/1 Liter sehingga untuk 300 Km membutuhkan 20 Liter harga Pertamax Rp. 12.800/Liter. Jadi 20 Liter x Rp. 12.800 = Rp. 256.000.

“Apabila menggunakan fasilitas home charging dan ditambah promo diskon tarif overnight charging pada pukul 22.00 s.d 05.00 maka di sini ada penghematan sebesar 83%,” ujarnya.

Untuk mobil listrik jarak tempuh 300 Km Charge 0% s/d 100% = 45menit /0,75 Jam (daya 60 kVA). Jadi, 0,75 jam x 60 kVA = 45 kWH x Rp. 2.466,78 = Rp. 111.005.

Bila menggunakan mobil konvensional, misalnya, dengan jarak tempuh 300 Km Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dibutuhkan 15Km/1 Liter untuk 300 Km membutuhkan 20 Liter harga Pertamax x Rp.12.800/Liter jadi 20 Liter x  Rp. 12.800 = Rp.256.000.

“Apabila Anda menggunakan fasilitas gast charging dengan waktu pengisian yang singkat maka ada penghematan sebesar 56%,” ujarnya.

Itu baru dari kebutuhan listrik untuk kendaraan. Belum lagi penggunaan teknologi untuk kebutuhan kompor listrik yang dipakai khusus oleh pengguna rumah tangga.

“Jadi, kedepan kalau EBT ini berjalan maka ketergantungan kita pada BBM untuk jenis diesel nantinya akan berkurang. Meskipun untuk memenuhi hal itu secara teknis PLN harus bekerja keras lagi mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan yang lebih hemat dan ramah terhadap lingkungan,” ujarnya.

Dengan mengurangi tingkat ketergantungan pada BBM, kata Awat Tuhuloula, otomatis kita telah menghemat masa depan energi kita.

H.Awat Tuhuloula tidak lain putera pertama Maluku yang diberi kepercayaan menempati posisi prestisius di perusahaan negara papan atas itu.

Alumni Sekolah Tinggi Teknik (STT) PLN Jakarta 1999 ini merupakan seorang engineering di bidang kelistrikan yang telah lama menempati beberapa pos penting di PLN cabang sebagai manager di Ternate, Batam, Papua, dll.

Semua prestasi yang dicapai putera kesayangan H.Bachtiar Tuhuloula pada semua posisi di PLN selama ini tentu tidak lepas karena kerja keras. Karena itu untuk mendorong agar pelayanan kinerja teman-teman di PLN menjadi lebih maksimal terhadap konsumen dalam setiap rapat bagian ia selalu memotivasi mereka agar terus bekerja maksimal.

“Apabila kita menginginkan hal besar terjadi dalam hidup kita, maka kita juga harus siap melakukan perjuangan yang lebih besar,” katanya.

Bekerja bagi H.Awat Tuhuloula bukan hanya untuk mencari materi, tapi bekerja haruslah memberi manfaat bagi banyak orang. “Manusia memiliki potensi dan kesempatan yang sama, maka jangan pernah kita menyerah untuk mendapatkan hasil terbaik,” kata Awat Tuhuloula.

Zaman telah maju dan berubah, pelayanan PLN kedepan tentu harus fokus menjawab ketersediaan pasokan listrik. Jadi sesuai prinsip PLN bila di suatu tempat belum ada listrik harus diadakan pembangkit. Setelah ada pembangkit listrik barulah dipastikan ketersediaannya cukup atau belum.

Setelah cukup barulah ditingkatkan
kehandalannya. Kehandalan di sini bisa diartikan tidak ada lagi istilah “byar-pet” alias mati-menyala. Setelah semua tercapai langkah berikutnya barulah dibahas soal efisiensi.

“Efisiensi di sini bisa pula menyangkut soal pemeliharaan dan distribusi mesin-pesin pembangkit yang selama ini mengandalkan BBM diesel yang mahal itu bisa dialihkan ke EBT,” ujarnya.

Dengan mengurangi tingkat ketergantungan kita pada BBM ke pembangkit EBT otomatis kita telah menghemat masa depan energi kita. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah ikut membantu dan berperan menyelamatkan sumber daya mineral kita yang ada dalam perut bumi untuk masa depan generasi kita yang akan datang.(*)

  • Bagikan