MCW: PPK BWS dan Kontraktor Harus Diproses Hukum

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, Jackson Tehupuring, dan dan kontraktor dari PT. Diyan Nugraha Saotanre (DNS) didesak untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Pasalnya, perbuatan keduanya diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam pekerjaan dua proyek Check Dam yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus dan di kompleks Gereja Petra, Dusun Ahuru, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, sebesar Rp 4 miliar dari total nilai proyek Rp 17 miliar bersumber dari APBN tahun 2020.

Desakan tersebut disampaikan Direktur Utama (Dirut) Moluccas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku, S. Hamid Fakaubun SH, MH kepada Rakyat Maluku, Senin.

“Dari hasil investigasi BPK terungkap bahwa pembangunan dua proyek Check Dam yang amburadul itu telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Tentu PKK dan kontraktornya harus bertanggung jawab dan diproses hukum,” tambah Hamid.

Menurut dia, saat ini pihaknya sementara melengkapi seluruh dokumen laporan disertai bukti-bukti, untuk diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH) guna menindaklanjuti temuan BPK RI Perwakilan Maluku itu. Sebab, diduga kuat terdapat unsur korupsi.

“Karena anggaran dua proyek ini bersumber dari APBN, maka kami akan melaporkannya langsung kepada KPK RI di Jakarta saja. Harapannya, KPK dapat mengungkap dua proyek amburadul itu dan menjerat pihak-pihak lain yang patut diduga terlibat,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, temuan BPK maupun temuan MCW Wilayah Maluku itu di antaranya, pertama, meski telah selesai dikerjakan di tahun 2021, namun diketahui pekerjaan dua proyek Check Dam untuk mengurangi dampak banjir akibat arus deras di Sungai Batumerah, terkesan asal jadi. Dimana, proses perencanaan tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan.

“Sekilas struktur bangunannya sangat tidak layak. Dinding penahan longsor juga sangat memprihatikan. Tambal sulam kerap kita temukan disepanjang bangunan proyek. Padahal anggaran yang telah disediakan untuk proyek ini sekitar Rp 17 milliar, namun angka tersebut tidak sesuai dengan konstruksi bangunan,” jelas Hamid.

Kedua, sesuai dengan programnya Flood Management in Selected River Basins (FMSRB), proyek Check Dam Petra dan Jacobus ini tidak menjamin keberlanjutan pasca program. Dimana, aspek operasional pemeliharaan hingga kini belum dilaksanakan. Padahal anggaran pemeliharaan dalam setiap program infrastruktur telah disediakan.

Ketiga, lanjut Hamid, AMDAL yang katanya telah selesai, namun implementasinya tidak sesuai dengan realita. Hal ini terbukti pasca konstruksi daerah Petra (lokasi proyek) mengalami longsor dan banyak pohon yang tumbang.

“Proyek yang menyampingkan aspek ekologis ini akhirnya membuat masyarakat menjerit. Air yang awalnya bersih sebelum proyek berjalan, kini hanyalah segempalan lumpur bercampuran tanah akibat dari sedimen Check Dam yang terbawah air hingga ke hilir,” bebernya.

Keempat, BWS Maluku sebagai owner proyek menunjukan inkonsistensinya sejak awal. Dimana sebelum proyek ini dijalankan, sosialisasi mengenai daerah ini rencananya akan dijadikan sebagai objek wisata baru dengan membangun taman dan tempat santai. Hal ini disampaikan oleh PPK BWS Maluku, Jackson Tehupuring.

“Kami MCW Wilayah Maluku pun percaya bahwa rencana objek wisata baru (berbasis lumpur dan tanah) ini telah terealisasi, ternyata itu hanya janji-janji manis mereka saja,” tuturnya.

Kelima, tidak ada program Social Extension Plan (program pemulihan mata pencaharian pada yang terdampak). Padahal, jauh sebelum proyek tersebut dijalankan, banyak kebun masyarakat yang ada di sepanjang lokasi proyek terkena dampak pembebasan lahan.

“Proyek yang kita harapkan dapat memberikan penyelesaian banjir dari hulu hingga ke hilir hanyalah proyek gelap yang kini tidak tau sasarannya kemana,” pungkas Hamid.

Warga masyarakat setempat yang terdampak dua proyek tersebut, kata Hamid, terpaksa bungkam lantaran diberikan uang tunai sebesar Rp 500 ribu per rumah oleh PPK BWS, Jackson Tehupuring, setiap bulan sampai pekerjaan selesai.

“Kami mendapat informasi dari warga sekitar bahwa mereka selama ini diam karena diiming-imingi oleh BWS Maluku bahwa mereka akan diberikan uang kesehatan Rp 500 per rumah juga perbaikan rumah ibadah. Kalau pihak BWS Maluku membatah hal ini, kami akan tunjukan faktanya soal pertemuannya dimana dan apa yang didapat dari hasil pertemuan tersebut,” tantang Hamid.

Fatalnya lagi, lanjut Hamid, diduga terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dimana, ada beberapa kuburan warga yang terdampak dalam proses pekerjaan proyek Check Dam di Ahuru. Hal ini diakibatkan oleh bobroknya perencanaan dan proses pekerjaan di lapangan yang terkesan dipaksakan.

“Proyek itukan asal jadi, kemudian laporannya ke pusat itu dibuat seolah-olah sudah mantap tanpa ada masalah. Faktanya, banyak warga yang mengeluh setelah pekerjaan proyek itu selesai dikerjakan, karena meninggalkan jejak yang buruk kepada warga,” bebernya lagi.

Ditegaskan Hamid bahwa dirinya berani mengungkapkan semua fakta-fakta yang terjadi di lapangan lantaran memiliki data, baik itu data wawancara sejumlah warga Ahuru yang terdampak langsung maupun beberapa dokumentasi objek yang diduga bermasalah.

“Kemudian dalam mengadvokasi masalah ini, kami juga mendatangi beberapa orang yang ahli dalam bidang konstruksi maupun ahli soal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Jadi, kami tidak sembarangan dalam berkomentar karana basis kami adalah data akademik dan fakta sosial,” tegasnya.

PPK BWS Maluku, Jackson Tehupuring, yang dikonfirmasi koran ini via telepon, mengatakan, pihaknya telah melakukan perbaikan atas temuan BPK tersebut, dan hasil perbaikannya semuanya sudah disetujui.

“Kalo kk (Kaka) kurang yakin kk coba ke balai biar katong (kita) bahas bersama balai ya thx (terima kasih),” katanya, membalas pesan WhatspApp (WA). (RIO)

  • Bagikan