Pertemuan Terkait Terminal Mardika Tertutup?

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Komisi III DPRD Provinsi Maluku menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama pemerintah provinsi (Pemprov), Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Asosiasi Pedagang Mardika Ambon (APMA), PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) dan para pedagang, dalam rangka mencari solusi atas persoalan pembangunan lapak di dalam Terminal A1 dan A2 Mardika, yang berlangsung tertutup di ruang paripurna DPRD Maluku, Selasa, 14 Maret 2023.

Pantauan koran ini, rapat yang seharusnya berlangsung pukul 10.00 Wit sesuai jadwal yang tertera di undangan, terpaksa mulur  dan baru dilaksanakan pukul 14.00 Wit tanpa alasan yang jelas.

Ketika rapat akan dibuka oleh Ketua DPRD Maluku, Benhur G. Watubun, didampingi Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, hanya beberapa pedagang Mardika yang diundang secara resmi saja yang diperkenankan masuk untuk mengikuti rapat. Hal ini kemudian menimbulkan protes dari sejumlah pedagang lainnya yang tak terima dengan kebijakan tersebut.

Beberapa menit ketika rapat berjalan, kericuhan pun terjadi karena Ketua Asosiasi Sopir Angkot Kota Ambon (ASKA), Paulus Nikijuluw, dan pengurus yang tidak diundang, memaksa masuk ruangan untuk mengikuti rapat tersebut.

Hal itu pun membuat Richard Rahakbauw naik pitam dan meminta petugas pengamanan dalam (Pamdal) DPRD Maluku untuk segara mengeluarkan Ketua ASKA, Paulus Nikijuluw, beserta pengurusnya, keluar ruangan.

“Keluar dari sini, keluar, kas keluar dia dari sini,” teriak politisi Partai Golkar itu dengan kerasnya.

Kericuhan disertai adu mulut yang berlangsung kurang lebih 10 menit ini menyedot perhatian pegawai dan pengunjung lembaga legislatif tersebut, hingga Pj Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, bersama Wakil Ketua Komisi III Saudah Tetthol, menenangkan situasi tegang tersebut.

“Kenapa kami tidak diundang, saya yang menolak pembangunan lapak di dalam terminal Mardika,” kesal Ketua ASKA, Paulus Nikijuluw.

Menurutnya, yang diundang dalam rapat hari ini hanya orang yang berkepentingan pribadi saja, alias yang pro terhadap pembangunan lapak.

“Intinya kami ASKA tidak ikut dan diundang dalam rapat hari ini,” tegasnya.

Kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Paulus mengungkapkan, kehadirannya guna menuntut kejelasan lantaran tidak diundang dalam rapat tersebut. Padahal, seharusnya mereka diundang karena membahas lapak dalam terminal Mardika juga menyangkut aktivitas para sopir angkot yang berada di Kota Ambon.

“Saya protes terkait undangan yang dilayangkan Komisi III DPRD Maluku. Karena yang diundang hanyalah orang per orang dan tidak mengundang ASKA sebagai kelembagaan. Masa saya selaku ketua ASKA tidak diundang dan hanya mengundang ketua jalur IAIN. Kalau seperti itu, sebaiknya undang seluruh ketua jalur,” tegas Paulus.

Menurutnya, ASKA merupakan lembaga yang menolak tegas adanya pembangunan lapak dalam terminal, karena itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 132 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan.

“Sesuai Permenhub, terminal merupakan tempat angkutan naik turunkan penumpang, bukan lokasi berjualan bagi para pedagang. Kalau mau mengizinkan pedagang berjualan maka ubah dulu Permenhub tersebut, tidak ada jalan lain,” tandasnya.

Ia juga menyayangkan tindakan pengusiran secara kasar sampai berteriak-teriak yang dilakukan oleh Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw dari Partai Golongan Karya (Golkar) itu.

“Seharusnya seorang anggota dewan tidak sampai melakukan hal yang kurang sopan seperti ini, apalagi mereka juga perwakilan rakyat yang seharusnya beretika dengan baik,” pungkasnya

Usai rapat, Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, mengatakan rapat yang digelar belum diambil keputusan. Sehingga rapat ditunda hingga pekan depan. Sebab, Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku, Sadali Ie, selaku perwakilan Pemprov Maluku tidak hadir.

Untuk menentukan itu kan butuh kebijakan pimpinan baik pemerintah kota maupun provinsi. Dan tadi tidak bisa diambil keputusan karena kita masih menunggu Pak Sekda rapat bersama yang yang difasilitasi oleh DPRD provinsi,” kata Wattimena.

Kata Wattimena, keputusan tersebut untuk mengetahui sampai dimana batas kewenangan Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon di dalam pasar dan terminal Mardika.

“Tentu kami berharap masalah ini tidak menimbulkan benturan antara Pemkot dan Pemprov. Prinsipnya pemerintah dan pemerintah tidak pernah bisa berbenturan karena ada aturan yang mengatur semua tentang kewenangan,” tuturnya.

Di kesempatan itu, Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur G. Watubun, mengatakan, soal aset di dalam pasar dan terminal Mardika, terdapat kewenangan Pemprov Maluku yang dikelola oleh Pemkot Ambon.

“Misalnya tipe terminalnya itu provinsi, pengelolaanya diserahkan kepada Pemkot. Tentu semuanya itu kita harus dibicarakan secara bersama. Dan yang paling penting adalah kita akan bicarakan lebih lanjut dengan Pak Sekda dan juga kepala Badan Keuangan, karena didalamnya ada aset,” katanya.

Dikatakan Benhur, setelah rapat bersama baru membicarakan seluruh hak dan hasilnya kepada publik, agar publik juga bisa mengetahui tentang duduk persoalannya.

“Kesimpulan sementara itu kita pegang, ya namanya juga sementara, sesuatu yang sementara ini belum bisa kita publikasikan karena bisa digeser dengan opini yang berbeda. Jadi kita harapkan semua pihak bisa menahan diri,” harapnya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPW Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT IB) Provinsi Maluku, Benny Adam, SH, menduga ada upaya persengkokolan yang dilakukan oleh oknum di DPRD Maluku dengan Ketua APMA, Alham Valeo.

Sebab, RDP yang dipimpin Ketua DPRD Maluku, Benhur G. Watubun, didampingi Ketua Komisi III DPRD, Richard Rahakbauw, dalam rangka menyelesaikan persoalan pembangunan lapak-lapak di dalam Terminal A1 dan A2 Mardika, tidak melibatkan Ketua ASKA, Paulus Nikijuluw, dan pihak Forum Komunikasi Pengusaha Mardika (FKPM) atau pemilik ruko area terminal Mardika.

“Kok bisa rapat masalah Terminal Mardika tidak melibatkan ketua ASKA dan ketua FKPM sebagai pihak yang sejak awal menentang adanya pembangunan lapak di dalam terminal. Kami menduga ada unsur kongkalikong antara oknum di DPRD dan pihak APMA agar tidak mengundang ketua ASKA dalam RDP hari ini (kemarin),” tegas Ketua DPW PEKAT IB Maluku, Benny Adam, SH, kepada koran ini di Ambon.

Apalagi, lanjut Benny, yang diundang hanyalah ketua jalur IAIN (Kebun Cengkeh) yang diduga sebagai orang dekat Ketua APMA Alham Valeo, tanpa melibatkan ketua-ketua jalur angkot lainnya di Kota Ambon.

 (RIO-SSL-MON)

  • Bagikan