Pendemo Tagih Janji Periksa Barnabas Orno

  • Bagikan
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Patuh Hukum Jakarta, saat menggelar aksi demonstrasi terkait mendegnya penanganan dua kasus korupsi di Kabupaten MBD, bertempat di depan Gedung KPK RI, Jakarta, Senin, 13 Februari 2023.

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — JAKARTA, — Sejumlah pemuda dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi serentak di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, dan di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Maluku Barat Daya (MBD), Senin, 13 Februari 2023.

Di Gedung KPK, sejumlah pemuda dan mahasiswa itu tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Patuh Hukum Jakarta dengan koordinator lapangan (Korlap), Dikrun. Sedangkan di Kantor Kejari MBD, mereka tergabung dalam Front Amanat Penderitaan Rakyat Maluku Barat Daya dengan Korlap Hendrik Lekipera.

Aksi unjuk rasa serentak tersebut dalam rangka menagih janji KPK untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Wakil Gubernur Maluku, Barnabas N. Orno, selaku Bupati MBD dua periode, dalam dua laporan kasus dugaan korupsi di Kabupaten MBD.

Yakni, dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran DAK Afirmasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten MBD tahun anggaran 2017 senilai Rp 43.093.749.470, dan dugaan korupsi pematangan lahan Kota Tiakur tahun anggaran 2012 sebesar Rp 8 miliar.

“Kami menagih janji KPK menuntaskan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Barnabas Nataniel Orno dan sejumlah pihak yang patut bertanggungjawab dalam dua kasus tersebut,” tegas Korlap Aksi dari Aliansi Mahasiswa Patuh Hukum Jakarta, Dikrun, dalam rilis yang diterima media ini, Senin, 13 Februari 2023.

Dia menceritakan, terkait dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran DAK Afirmasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten MBD tahun anggaran 2017 senilai Rp 43.093.749.470, awalnya pada tahun 2016 Pemerintah Kabupaten MBD mengajukan usulan Program Pembangunan Kesehatan kepada Pemerintah Pusat melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi Bidang Kesehatan.

Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan pada enam Puskesmas di Pulau Terluar, yakni Puskesmas Serwaru, Ustutun (P. Lirang), Puskesmas Marsela, Puskesmas Wonreli, Puskesmas Ilwaki dan Puskesmas Lelang.

“Anggaran DAK Afirmasi adalah anggaran yang dialokasikan Pemerintah Pusat dengan skema afirmatif atau pendekatan khusus bagi daerah-daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), yang memerlukan akselerasi pembangunan secara cepat,” tutur Dikrun.

Usulan dimaksud, kata Dikrun, disampaikan lewat proses pengusulan resmi melalui instrumen proposal kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan usulan anggaran kurang lebih sebesar Rp 40 miliar.

Usulan ini kemudian diverifikasi oleh Kemenkes lewat beberapa tahapan. Dan pada akhir tahun 2016 dilakukan Desk DAK oleh Kemenkes untuk melakukan finalisasi usulan dari setiap kabupaten/kota.

Dalam Desk DAK di akhir tahun 2016 tersebut, lanjut Dikrun, dilakukan kesepakatan antara Kemenkes dan Dinas Kesehatan Kabupaten MBD untuk menganggarkan anggaran DAK Afirmasi bagi enam Puskesmas dimaksud sebesar Rp 43.093.749.470.

“Kesepakatan ini dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama, dan daerah wajib menganggarkan sesuai dengan kesepakatan dimaksud pada anggaran DAK Daerah tahun anggaran 2017,” paparnya.

Sayangnya, pada pembahasan APBD tahun anggaran 2017, seharusnya hasil kesepakatan itu menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Kabupaten MBD tahun anggaran 2017.

Namun pada kenyataanya Bupati MBD saat itu Drs. Barnabas N. Orno melakukan realokasi anggaran dimaksud dan mengalihkan anggaran tidak sesuai peruntukan sebesar Rp 22.338.610.275 untuk pembangunan RS Pratama Letwurung dengan mengabaikan atau tidak mengindahkan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kemenkes.

“Padahal RS yang dibangun ini sendiri tidak memiliki akreditasi atau tidak terdaftar sebagai fasilitas kesehatan pada Kemenkes,” ungkap Dikrun.

Dikatakan Dikrun, dampak yang terjadi akibat pengalihan anggaran tersebut di antaranya, Pemkab MBD mendapat sangsi tidak menerima bantuan anggaran sejenis untuk enam Puskemas di Pulau Terluar dalam batas waktu yang tidak ditentukan.

“Sanksi ini dicabut apabila Pemda Kabupaten MBD mengalokasikan anggaran untuk menggantikan kesalahan penganggaran tadi. Namun sampai hari ini tidak dilakukan walaupun pemda setempat pernah membuat surat pernyataan tertulis kepada Kemenkes,” bebernya.

Apalagi, lanjut Dikrun, RS Pratama Letwurung sendiri sampai hari ini tidak dapat difungsikan karena memang tidak pernah tercatat dalam data base Kemenkes sebagai RS yang diakui. Akibatnya anggaran yang dikucurkan menjadi mubazir karena fungsi layanan kesehatan tidak pernah dilaksanakan.

“Dengan demikian, kami dari Aliansi Mahasiswa Patuh Hukum Jakarta sangat berharap bahwa laporan yang sudah disampaikan kepada KPK oleh masyarakat MBD pada 24 Februari 2022 lalu, dapat segera ditindaklanjuti sampai tuntas,” harap Dikrun.

Sedangkan dalam perkara dugaan korupsi pematangan lahan Kota Tiakur tahun anggaran 2012, kata Dikrun, bermula ketika Barnabas Orno menjabat sebagai Bupati MBD. Dimana saat itu Barnabas Orno diduga tidak memasukan dana hibah senilai Rp 8 miliar dari PT GBU ke batang tubuh APBD.

Dana Rp 8 miliar itu, kata Dikrun, dikucurkan oleh Robust Resources Limited, anak perusahaan GBU yang berke­dudukan di Australia pada tahun 2011 berdasarkan MoU yang diteken dengan Barnabas Orno selaku Bupati MBD.

“Diduga, atas kebijakan Barnabas Orno, dana itu diga­rap oleh adiknya, Frangkois Klemens alias Alex Orno, yang ada­lah anggota DPRD Maluku, untuk pekerjaan pematangan lahan di Tiakur, Ibukota Kabupaten MBD,” pungkasnya.

Dikatakan Dikrun, dalam kasus ini, Barnabas Orno telah diperiksa dalam kapasitasnya selaku Bupati MBD oleh penyelidik KPK pada 18 Desember 2019 lalu. Selain itu, adik kandungnya (Aleka Orno) beserta tiga kontraktor, dua di antaranya Banjar Nahor dan Haryana, juga sudah diminta keterangannya oleh penyelidik KPK.

“Para kontraktor ini diduga kuat ikut mengelola proyek Pematangan Lahan Tiakur lewat tangan adik dari Wagub, yakni Aleka Orno. Fatalnya, anggaran proyek ini bisa cair 100 persen sebelum proyek selesai dikerjakan,” tuturnya.

Dalam pemeriksaan terhadap Banjar Nahor, lanjut Dikrun, KPK mendapat fakta baru. Dimana, dari pengakuan Banjar terungkap keterlibatan sejumlah orang dalam kasus tersebut.

“Selain itu, dari handphone pribadi milik Bandjar juga terungkap fakta lain. Yang mana saat dia diperiksa penyidik di gedung KPK, Banjar ditelepon Barnabas Orno. Padahal ketika ditanya apakah dirinya mengenal Barnabas Orno, berkali kali pengusaha tersebut mengatakan tidak kenal,” bebernya.

“Untuk itu, belum tuntasnya dua kasus ini merupakan satu kegagalan KPK sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia. Sehingga, kami mengajak segenap masyarakat MBD untuk terus mengawal dan menyerukan anti korupsi di Indonesia,” tambah Dikrun. (RIO)

  • Bagikan