Miliaran APBD Aru Mengalir ke Institusi Penegakan Hukum

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Miliaran rupiah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Aru diduga mengalir ke salah satu institusi penegakan hukum.

Miliaran rupiah ini dialokasikan dalam bentuk paket proyek pengadaan barang/ jasa untuk pembangunan fasilitas sarana dan prasarana.

Sumber Rakyat Maluku mengungkapkan, paket-paket tersebut dialokasikan berturut-turut dari tahun 2020, 2021 dan 2022.
Di tahun 2020 instansi itu mendapat hibah proyek dari Pemkab Aru sebanyak empat paket proyek melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Proyek-proyek itu total anggarannga berkisar Rp400 juta dan dikerjakan semuanya oleh CV. Tiga Sekawan.

Di tahun 2020 juga terhadap delapan paket proyek yang digelontorkan ke instansi itu melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Tiga paket yang dipecah bersumber dari APBD-P, dikerjakan CV. Varia Karya Teknika, satu paket dikerjakan CV. Tiga Sekawan, empat paket dikerjakan Tirta Konsultan.

Sumber Rakyat Maluku menyebutkan, masuk tahun anggaran 2021, juga terdapat lima paket proyek melalui BPKAD yang dialokasikan untuk instansi itu.
Total lima paket itu mendekati Rp950 juta, dan CV. Varia Karya Teknika, CV. Angkasa Putra, dan CV Tiga Sekawan.

Selain itu, di tahun anggaran 2021 juga terhadap satu proyek melalui Dinas Perhubungan sebesar Rp 934.153.255.20 bersumber dari APBD, dikerjakan CV. Aru Bangun Mandiri.

Alokasi anggaran yang digelontorkan APBD Aru ke instansi vertikal itu juga terdapat di tahun anggaran 2022. Paket tersebut sebanyak lima paket proyek melalui BPKAD. Nilainya sebesar Rp 199.732.468, Rp 167.200.273.38, Rp 199.744.500, Rp 479.843.520.60 dan Rp 611.721.000 yang dikerjakan CV. Tiga Sekawan, CV. Wise Jaya Abadi, dan CV. Multi Karunia.

Selain itu, di tahun anggaran 2022 juga terhadap enam proyek melalui Dinas PUPR. Nilainya dari Rp 29.981.100 sampai Rp975 juta yang dikerjakan CV. Alputmi Consultan, PT. Binakarya Multi Struktur, Griya Persada, Evav Lebih Baik, dan CV. Varia Karya Teknika.

“Saya menduga pengadaan barang dan jasa yang nilainya di atas Rp 300 juta, terindikasi tanpa melalui proses tender atau pelelangan,” beber sumber koran ini yang meminta namanya tidak disebutkan.

Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, DR. Reymon Supusepa, S.H.,M.H, mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, seringnya APBD yang dialokasikan kepada instansi penegak hukum, biasanya untuk menghalangi proses-proses tindak pidana korupsi (Tipikor) yang ada di pemerintah daerah (Pemda) tersebut.

“APBD yang digunakan oleh instansi-instasi penegak hukum biasanya itu untuk mengamankan kebijakan dan diskresi yang dilakukan pemerintah daerah, agar jangan sampai pada proses-proses hukum. Karena bisa saja kebijakan-kebijakan yang dipakai itu sebenarnya ada indikasi pelanggaran hukum,” cetusnya, saat dikonfirmasi koran ini via seluler, Rabu, 1 Februari 2023.

Dia juga meminta agar ditelusuri penggunaan APBD yang begitu besar dikucurkan bagi instansi lain, apakah sudah tepat atau tidak. Sebab, kebutuhan daerah untuk pembangunan, pemberdayaan dan sarana prasarana lain harus diutamakan demi kepentingan rakyat banyak.

“Jangan malah dikesampingkan untuk kepentingan-kepentingan penegak hukum, yang sebenarnya tidak secara ansih berkaitan dengan pembangunan daerah,” tandas Reymon.

Dia menjelaskan, banyak aturan-aturan turunan yang mengatur tentang pengelolaan APBD. Dan terkait dengan alokasi anggaran kepada lembaga-lembaga lain, biasanya berkaitan erat dengan dana-dana hibah.

“Misalnya diperuntukan bagi kantor-kantor kepolisian, kejaksaan, untuk sarana dan prasarana, itu biasanya ada dana-dana hibah yang diberikan. Dalam pengelolaan dana hibah itu juga harus ada unsur kehati-hatian, dan harus berhubungan dengan asas good governance,” jelas Reymon.

“Sehingga peruntukannya itu harus jelas dan memiliki asas manfaat. Kalau kita melihat dari sisi aturannya, itu ada batasannya, tidak sembarangan dialokasikan bagi instansi-instansi tertentu yang ada di satu kabupaten/ kota. Dan yang paling penting adalah ABPD dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Selain harus berhubungan dengan asas good governance, tambah Reymon, tahapan dana hibah dari pemerintah daerah bagi instansi lain juga harus berkoordinasi dengan DPRD setempat.

“Apabila tidak ada mekanisme seperti itu, berarti ada kesewenang-wenangan yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah daerah. Sehingga itu disebut sebagai unsur melawan hukum. Apalagi kalau ada kerugian keuangan negaranya,” paparnya.

Sementara itu, Kepala BPKAD yang juga Plt. Sekda Kabupaten Kepulauan Aru, Yacob Ubyaan, yang dikonfirmasi koran ini via seluler sebanyak dua kali, tak kunjung menerima panggilan telepon yang masuk. Pesan singkat yang dikirim via WhatsApp (WA) juga sudah tercentang dua namun tidak direspons hingga berita ini diterbitkan. (TIM)

  • Bagikan