Miskin dalam Bahagia

  • Bagikan

Ungkapan “miskin dalam bahagia” tiba-tiba menjadi viral. Adalah pakar ekonomi Universitas Khairun (UNKHAIR) Ternate Dr. Mukhtar A. Adam, SE, M.Si yang membuat warga net khususnya di Provinsi Maluku Utara menjadikan ungkapan itu sebagai bahan candaan.

Itu semua berawal dari tanggapan mereka terhadap pidato Presiden Joko Widodo pada pembukaan Rapat Koordinasi Investasi 2022, Hilirisasi dan Kemitraan untuk Investasi Berkeadilan oleh Kementerian Investasi/BKPM di JCC, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Nopember 2022, yang menyebutkan tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara paling tinggi di dunia mencapai 27%.

Presiden Joko Widodo memuji Provinsi Maluku Utara menjadi satu-satunya provinsi yang tertinggi di dunia. “Maluku Utara, hati-hati, karena pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara 27%. Tertinggi di dunia, tidak ada di dunia mana pun pertumbuhan ekonomi sampai 27%,” ucap Joko Widodo.

Ia mengaku bahagia setelah sebelumnya saat berkunjung di Maluku Utara ia melihat langsung kondisi pasar di Ternate terlebih tingkat inflasi di sana masih lebih rendah dari rata-rata nasional 3,2%. Efeknya, Joko Widodo menemukan laporan bahwa masyarakat di Maluku Utara saat ini jadi yang paling bahagia di Tanah Air.

“Dan, survei yang saya terima di seluruh provinsi masyarakat mana yang paling bahagia, ya Maluku Utara. (Pertumbuhan ekonomi) 27% itu bahagia penduduknya,” ungkapnya sebagaimana yang tersebar di Youtube, itu.

Meski demikian, Joko Widodo mengingatkan agar pemerintah daerah dan pelaku usaha di Maluku Utara tidak terlena dengan capaian besar tersebut.

“Supaya yang benar itu terus dipertahankan, ditingkatkan. Kalau saya puji-puji bisa kesenangan lupa, melorot jadi 5%. Jadi saya peringatkan hati-hati, mempertahankan itu lebih sulit, meningkatkan jauh lebih sulit,” kata Presiden Joko Widodo.

Pernyataan mantan walikota Solo ini oleh akademisi UNKHAIR dianggap sebagai hal yang tidak patut dibanggakan.

“Saya tidak tersanjung dan tidak pernah bangga dengan pujian itu,” begitu kata Mukhtar Adam saat saya mengontak, Minggu, (8/1/23).

Tak urung Gubernur Provinsi Maluku Utara H. Abdul Gani Kasuba juga mengeluhkan peringatan presiden tersebut.

Karena menurut Gubernur Kasuba, pertumbuhan ekonomi 27% yang disampaikan Presiden Joko Widodo tidak berpengaruh kepada kehidupan masyarakat Maluku Utara.

“Pertumbuhan ekonomi tinggi, sebenarnya masyarakat tidak menikmati apa-apa,” ujarnya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika berbicara dalam Rapat Kerja Nasional Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup Tahun 2022 di Gedung AA Maramis, Kemenko Perekonomian sebagaimana dikutip detikFinance, Rabu, (21/12/22).

Di mata akademisi Mukhtar Adam, kalau yang dimaksud pertumbuhan oleh Presiden Joko Widodo karena berkembangnya industri pertambangan mencapai 112,50% dari total pertumbuhan sektor pertambangan dunia yang mencapai 33,33%, itu artinya jauh dari ekspektasi.

Jadi berdasarkan survei pertumbuhan ekonomi di Tanah Air dan Provinsi Maluku Utara berada pada urutan tertinggi diikuti tingkat kebahagiaan tentu tidak sejalan dengan indeks pendapatan masyarakat.

Itulah yang membuat peringatan Presiden Joko Widodo mewanti-wanti warga Maluku Utara menjaga pertumbuhan supaya tidak turun bukan disambut gembira.

Sebaliknya sambutan itu menuai gurauan hingga ada yang memplesetkan pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara oleh Joko Widodo itu identik dengan ungkapan “miskin dalam bahagia.”

Bila dilihat pada sektor konsumsi rumah tangga, misalnya. Tingkat kebutuhan masyarakat di Maluku Utara justeru mengalami minus 0,48 persen.

Ini tidak sejalan dengan pengeluaran masyarakat yang mengalami pelemahan sebagai dampak dari anjloknya harga kopra dari Kuartal I – 2022 sebesar Rp 12.500 per kilogram turun menjadi Rp 3.000/kilogram pada Kuartal III.

“Yang menyedihkan ketika Presiden datang ke Jailolo ada pernyataan yang menyedihkan soal kopra seakan Presiden menyerahkan problemnya ke pasar global,” ujarnya.

Sebagai akademisi, ia telah memprediksi sejak 1 Januari 2020 saat dunia mengalami bencana Covid-19 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara akan tumbuh membaik sekalipun dunia sedang dirundung duka.

Itu diketahui karena pemberlakuan ekspor yang ditetapkan Presiden dengan Obligasi Negara Retail (ORI) 0,5% telah memaksa industri pertambangan menancapkan produksinya di Pulau Halmahera.

Obligasi sebagaimana dikutip dalam kamus ekonomi merupakan salah satu pilihan investasi yang banyak diminati oleh investor. Obligasi juga memberikan keuntungan berupa bunga yang diterima oleh investor secara rutin setiap periode waktu yang telah ditentukan.

Pun obligasi memiliki risiko investasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan investasi saham, yang mana harga saham sifatnya fluktuatif. Dan, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah seringkali menjadi opsi investasi yang dicari oleh banyak kalangan. Termasuk industri pertambangan.

Sejak adanya kebijakan ORI itu mulai terlihat keberpihakan pemerintah pusat terhadap industri pertambangan di Maluku Utara. Berbagai fasilitas pun diberikan oleh negara baik dari sisi kebijakan, fasilitas, maupun kemudahan yang luar biasa.

Juga diikuti oleh proses hilirisasi industri karena bersamaan juga telah dibangun smelter nikel sehingga hasil tambang bisa diolah terlebih dahulu sebelum diekspor ke luar negeri.

Tak heran desa-desa terpencil nun di Halmahera Selatan seperti Desa Sagea, misalnya, seolah telah disulap menjadi kota yang megah. Semua instansi negara ada di dalam kawasan yang dibangun. Tak kalah gemerlap dentuman mesin tambang di Pulau Obi sejalan dengan deru mesin di Maba Halmahera Timur.

Namun pertumbuhan akibat berkembangnya sektor pertambangan justeru tidak membuat kesejahteraan masyarakat di sana bergairah.

Semua itu seolah berlomba kecepatan untuk produksi. Pun impor masuk sangat tinggi. Diikuti oleh indikator-indikator ekonomi mulai berubah. Sayang struktur ekonomi yang disangga oleh sektor pertanian sebagai basis pekerjaan mayoritas masyarakat Maluku Utara secara perlahan tersingkir.

Ekspektasi yang relatif tinggi dengan masuknya investasi akan mendorong sektor lain turut bertumbuh ternyata tidak terbukti. “Daya dorongnya sangat rendah. Jika tidak dibilang nyaris tak terdengar,” ujarnya.

Tak dapat dipungkiri alih-alih upaya menyejahterakan rakyat tidak berjalan. Sementara di sisi lain investor asing leluasa mengangkut nikel ke negaranya. Luput dari pajak dan kewajiban lainnya.

Hilirisasi tambang nikel, seperti diungkapkan presiden, sama sekali tidak terbukti. Karena semua yang dari hulu sampai hilir dikuasai asing. Pemerintah daerah tak punya kuasa apa-apa.

Pelaku usaha kecil dan menengah diharapkan mengambil peran dalam gerak ekonomi tambang, ternyata kalah pamor dengan para pengusaha nasional dan pejabat nasional yang datang membawa pelaku usaha.

“Saling campur dalam gerak industri, mungkin karena kecil dan mikro tak bisa menikmati pergerakan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang telah mengglobal itu,” ujarnya.

IWIP adalah sebuah kawasan industri terpadu yang merupakan proyek prioritas nasional untuk pengolahan logam berat yang berlokasi di Desa Lelilef, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara yang berdiri pada 30 Agustus 2018.

Di mata Mukhtar Adam pidato presiden seakan memberi pesan kepada rakyat Maluku Utara untuk menjaga sektor tambang oleh karena pertumbuhan yang tinggi sedunia itu disumbangkan oleh sektor pertambangan. Sayang pertumbuhan yang spektakuler itu tidak dapat dipahami dengan size ekonomi yang kecil.

Maluku Utara penyumbang ekonomi yang kecil bagi Produk Domestik Bruto (PDB). Namun ia mengingatkan bahwa di tengah kekecilan itu orang di Maluku Utara menjaga industri tambang bagai menjaga anak emas.

“Walau mereka tidak membayar pajak daerah, kami dengan legawa tak memaksakan. Walau produk lokal kami tidak dibeli, kami cukup ikhlas untuk tidak melawan. Walau tenaga kerja kami hanya buruh dengan lapisan pekerjaan yang rendah, kami sudah bersyukur,” ujarnya.

Kesyukuran inilah yang terlihat dalam indeks bahagia yang mereka kirimkan dan sebagai cara mereka mensyukuri apa yang diberikan.

“Andaikan Bapak Presiden bisa melihat sektor konsumsi rumah tangga kami mengalami minus 0,48, pengeluaran masyarakat mengalami pelemahan sebagai dampak dari anjloknya harga kopra dari Kuartal I – 2022 sebesar 12.500 per kilogram turun menjadi 3.000/kilogram pada Kuartal III sangat menyedihkan,” ujarnya.

Hal yang berbeda dengan kasus sawit yang anjlok, Presiden mengarahkan banyak kebijakan untuk melindungi petani sawit, berbeda dengan mereka di Maluku Utara yang petani kopra.

Anjloknya kopra dan daya beli menjadi alasan rendahnya permintaan di pasar, yang oleh Presiden menemukan inflasi hanya sebesar 3% di tengah kenaikan harga BBM. Faktor yang mempengaruhi adalah daya beli mereka yang menurun.

“Anjloknya harga kopra membuat persiapan Perayaan Natal dan Tahun Baru terasa sepi. Kenaikan harga BBM dan anjloknya harga kopra membuat kami hanya bisa pasrah pada keadaan,” ujarnya.

Tidak pernah bangga dengan pujian pertumbuhan ekonomi oleh karena di pusat-pusat industri tambang justru warga di sana mengalami kemiskinan. Harga barang naik, tol laut yang diharapkan menjadi motor stabilisasi harga tak bisa mengatasi pulau-pulau kecil yang mereka huni.

Barang-barang konsumsi semuanya berharap dari Jawa Timur, Makassar, dan Manado. Tak cukup kuat untuk mereka berkompetisi di produk hortikultura dan barang konsumsi utama.

“Irigasi kami terbatas. Kalaupun ada irigasi hanya ada di lokasi transmigrasi. Dampak dari pelemahan ini, pertumbuhan ekonomi kami telah mengalir ke Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara untuk barang-barang konsumsi,” ujarnya lagi.

Ayam dan telur hanya berharap dari Jawa Timur dan Makassar. Pun ikan yang mereka miliki, laut yang luas, tapi inflasi dari ikan tongkol, harga barang konsumsi menjadi mahal.

Maluku Utara ditetapkan sebagai kota termahal ketiga, tapi mereka tak merasakan arti dari kebijakan kemahalan harga seperti daerah lain yang mendapatkan tunjangan kemahalan.

Walau di tengah banyak ketimpangan itu mereka menjaga industri tambang dengan sangat baik. Buktinya, kata Mukhtar Adam, gubernur menaikkan Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi dengan kenaikan sebesar 4%, hanya untuk sektor usaha lain termasuk usaha di bidang UMKM, tapi untuk industri tambang tidak menaikkan UMR bagi pekerja yang bekerja di sektor tambang.

Walau ini bukan sebagai sebuah protes terhadap pemerintah pusat — tapi kritik yang disampaikan akademisi UNKHAIR Mukhtar Adam dan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba atas pidato Presiden Joko Widodo terkait pertumbuhan ekonomi Maluku Utara 27% diikuti indeks kebahagiaan itu memperlihatkan sebuah bentuk “perlawanan” karena mereka merasa ada kejanggalan terkait pengelolaan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di sana.

Itulah cara mereka di Maluku Utara menjaga industri tambang agar tetap eksis di pasar global walau mereka sendiri harus “miskin dalam bahagia.”(*)

  • Bagikan