Kelainan Kulit Pada Ibu Hamil

  • Bagikan

Oleh

dr. Prilly Pricilya Theodorus

Kehamilan merupakan suatu hal yang alami bagi wanita. Dalam kehamilan juga banyak masalah kesehatan yang timbul, salah satunya mengenai kulit. Kulit utamanya berfungsi sebagai organ pelindung, karena merupakan organ yang terletak paling luar dari tubuh manusia.

Dalam kehamilan terjadi berbagai macam perubahan, seperti; berat badan, hormon, sistem imunologik dan metabolisme. Beberapa contoh umum seperti kadar Hemoglobin (Hb) yang rendah menyebabkan mual dan kulit tampak pucat, juga tekanan darah menjadi lebih tinggi pada trimester akhir kehamilan. Pada kulit umumnya terdapat garis-garis stretchmark di sekitar perut dan paha oleh karena peregangan kulit di sekitar perut yang membesar, jerawat hormonal, flek hitam di wajah, dan bercak-bercak kemerahan atau benjolan-benjolan kecil (lenting/bruntusan/vesikel) yang kadang disertai gatal di tubuh. Pada tulisan ini pembahasan mengenai kelainan kulit pada Ibu Hamil terbatas pada kelainan kuilt yang diduga berhubungan dengan kehamilan dan jarang atau tidak pernah terjadi diluar kehamilan.

Kelainan Kulit pada Kehamilan atau Dermatosis pada kehamilan (DPK) ialah perubahan yang terjadi pada kulit selama kehamilan, dimana perubahan ini didasarkan pada adanya penyakit yang sudah ada sebelumnya dan atau hanya terjadi pada saat kehamilan saja dan dapat membaik setelah terjadinya kelahiran. Kejadian DPK juga tidak menutupi kemungkinan kondisi tersebut mempunyai dampak/resiko pada janin yang dikandung.

1. Erupsi Atopi pada Kehamilan

Penyakit DPK yang paling sering dialami oleh ibu hamil ialah Erupsi Atopi pada Kehamilan (EAK). Pada kondisi ini keluhan paling utama ialah gatal, kemerahan dan lenting-lenting kecil pada batang tubuh, kaki dan tangan bahkan sampai seluruh tubuh. Gejala muncul pada trimester pertama atau kedua dalam kehamilan dan umumnya pasien mempunyai riwayat turunan Atopi dalam keluarga. Gejala Atopi yang dimaksud ialah seperti asma, influenza oleh karena alergi (debu, bulu binatang, dsb), dan eksim pada kulit (kulit kering). Walaupun keluhan dapat kambuh, tetapi tidak mempunyai risiko keselamatan untuk ibu dan janin.

2. Erupsi Polimorfik pada Kehamilan

Penyakit Erupsi Pada Kehamilan (EPK) juga mengalami gatal dan kemerahan, gejala lain seperti lenting-lenting kecil, biduran (bentolan seperti digigit nyamuk), dan vesikel (gelembung-gelembung kecil menyerupai cacar air). Kelainan kulit yang timbul ini dapat ditemukan di bagian tubuh seperti sekitar bagian perut dan menyisakan daerah yang kosong pada bagian dekat pusar (periumbilical sparing).

Pada EPK umumnya terjadi pada kehamilan pertama yang berlangsung pada trimester ketiga dalam kehamilan dan pada masa-masa setelah melahirkan. Sama halnya seperti penyakit EAK, pasien EPK umumnya juga mempunyai riwayat atopi. Kasus EPK dapat kambuh dan muncul pada kehamilan selanjutnya. EPK tidak mengancam keselamatan janin dan dapat sembuh spontan, dan kelainan pada kulit berangsur membaik dalam waktu beberapa minggu setelah melahirkan.

3. Pemfigoid Gestasional

Pemfigoid Gestasional (PG) atau bisa juga disebut dengan Herpes Gestasional, mempunyai ciri seperti; gatal, kemerahan dan sensasi panas seperti terbakar, biduran yang kemudian diikuti munculnya vesikel dengan penampakan seperti lepuhan.

Kemunculan gejala tersebut umumnya terdapat di bagian perut dan dapat menyebar ke paha, serta telapak tangan dan kaki . Penyakit PG muncul pada kehamilan trimester dua dan tiga serta masa-masa setelah persalinan. PG dapat mengalami kekambuhan di kehamilan beriktunya dan juga dapat membahayakan keselamatan ibu dan janin. Pada bayi berisiko lahir prematur, kecil masa kehamilan (ukuran tubuh bayi kecil bila dibandingkan dengan usia kehamilan ibu), serta lepuh-lepuh pada tubuh (neonatal blistering). Keluhan kulit pada PG dapat berangsur membaik dengan sendirinya yaitu pada akhir masa kehamilan, dan dapat kambuh lagi pada saat setelah melahirkan dan pada masa awal nifas. Kondisi lain yang mungkin mengakibatkan kambuhnya PG ialah disaat sedang menstruasi, atau bisa juga karena konsumsi obat kontrasepsi.

4. Kolestastis Intrahepatik pada Kehamilan

Penyakit Kolestasis Intrahepatik pada Kehamilan (KIK) sendiri merupakan bentuk ringan dari terganggunya proses pengeluaran (sekresi) pada sistem liver dan empedu. KIK diduga berhubungan dengan beberapa hal seperti faktor genetik dan hormonal, adanya kondisi penyakit batu empedu (sebelum kehamilan), kekurangan selenium (kacang, ikan, telur, susu, daging sapi) , serta pemakaian kontrasepsi oral. Manifestasi KIK seperti rasa gatal ringan hingga hebat, umumnya muncul pada saat kehamilan trimester tiga. Lokasi keluhan terdapat pada telapak kaki dan tangan lalu menyebar hingga seluruh tubuh. Yang perlu menjadi perhatian khusus ialah KIK berisiko bagi ibu dan janin dan tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Resiko pada ibu yakni kulit menjadi kuning  dan gatal, oleh karena proses metabolismenya tidak lancar. Resiko KIK pada janin yakni lahir prematur (20-60%), gawat janin selama proses persalinan (20-30%), dan kematian janin/stillbirth dalam kandungan sebesar 1-2% (bisa sebelum proses melahirkan atau saat sedang dalam proses melahirkan). Kondisi KIK dapat berangsur membaik dalam 1-2 hari setelah melahirkan atau bisa juga bertahan hinga 1-2 minggu setelah melahirkan. Untuk penyakit KIK, ibu hamil perlu rutin memeriksakan diri ke dokter, karena butuh pemantauan khusus, hal ini karena KIK yang tidak diobati dapat memicu kurangnya Vitamin K dan gangguan faktor pembekuan darah.

Secara keseluruhan keempat DPK ini memiliki gejala umum yakni gatal mulai dari skala ringan hingga berat. Pada keadaan hamil, pasien wajib berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter mengenai terapi. Pada pasien dengan kasus seperti AEP dan EAK yang umumnya memiliki riwayat atopi, maka kondisi kulit pasien umumnya kering dan butuh pelembab (biasa dikenal sebagai Body Lotion) untuk menjaga kulit dari kekeringan. Kulit yang kering dapat menyebabkan gatal, yang kemudian garukan pada kulit membuat perlukaan dan dapat menjadi pintu masuk dari kuman yang akhirnya menyebabkan infeksi kulit. Gejala klinis lainnya seperti kemerahan, lepuh dan lain-lain juga perlu dikonsultasikan ke dokter dan perlu penanganan.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan bagi penderita DPK di rumah, misalnya memperhatikan kondisi kulit secara berkala (seminggu sekali), dan didokumentasikan (lewat foto) bila ibu hamil tersebut menyadari ada perubahan pada kulitnya. Ibu hamil juga perlu menjaga kelembapan kulit, terutama bagi yang mempunyai riwayat atopi. Pelembab yang disarankan untuk ibu hamil yakni yang berjenis Emolien.

Berikut penulis sertakan cara mengatasi dan pencegahan terhadap rasa gatal di kulit, hal ini tidak terbatas hanya kepada ibu hamil saja, tetapi dapat berlaku juga untuk semua orang.

Apabila muncul rasa gatal pada kulit, berikut cara mengatasinya;

1. Kompres bagian kulit yang gatal dengan handuk yang sudah dibasahi air dingin selama 5-10 menit atau sampai dengan gatalnya berkurang dan membaik.

2. Menggunakan pelembab yang bebas pewangi dan bahan kimia yang berbahaya. Pelembab juga dapat ditaruh di dalam kulkas, sensasi dingin dapat membantu meredakan gatal.

Sebagai pencegahan munculnya rasa gatal di kulit, American Academy of Dermatology Associaton merekomendasikan;

1. Mandi dengan air hangat dengan durasi maksimal mandi 10 menit.

2. Gunakan bahan yang bebas pewangi, misalnya pada pelembab, deterjen, dan sabun. Hal ini untuk meminimalisir iritasi, oleh karena iritasi dapat memicu rasa gata di kulit.

3. Memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat atau sempit, terutama yang berbahan katun. Bahan seperti wol dan yang permukaannya kasar dapat menyebabkan iritasi dan memicu gatal.

4. Hindari berada di tempat yang perubahan cuacanya ekstrim, misalnya dari ruangan yang berhawa dingin lalu berpindah ke ruangan yang panas. Usahakan selalu berada di cuaca yang cenderung sejuk dan tidak lembab.

5. Mengurangi stress, karena stress dapat memperparah rasa gatal pada kulit.

Apabila seorang ibu hamil ingin mendapatkan informasi dan terapi mengenai masalah kulitnya, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis Kulit dan Kelamin (Sp.KK / Sp.DV) terdekat. Tentunya pada masa pandemi ini, jangan lupa membuat janji temu dengan dokter terlebih dahulu dan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Salam sehat.(*)

  • Bagikan