Yayasan Minta Polisi Hentikan Penyidikan Kasus Ruislag

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Yayasan Pendidikan Poitek (Poitech Hok Tong) Ambon meminta Polda Maluku menghentikan pengusutan kasus tukar guling (Ruislag) antara mereka dengan Pemerintah Provinsi Maluku.

Alasannya, tidak terdapat indikasi atau dugaan kerugian negara dalam perkara tersebut sebagaimana
hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Dalam penjelasan BPK secara jelas dan tegas menyatakan tidak ada kerugian keuangan negara atau daerah.
Tapi hanya menyatakan indikasi kerugian daerah sebesar Rp. 1.147.886.000. Potensi kerugian daerah dari kekurangan penilaian tanah berdasarkan NJOP sebesar Rp. 3.250.967.000.

“Kami minta kepada polisi agar menghentikan atau menerbitkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3), karena kami menduga unsur-unsur tindak pidana korupsi tidak ditemukan dalam
perjanjian tukar guling ini,” kata Ketua I Yayasan Pendidikan Pendidikan Ambon Rudy Mahulette kepada wartawan, Kamis, 13 Oktober 2022.

Poitek mengetahui kalau tidak ada kerugian negara dari BPK setelah mereka menyurati lembaga audit itu pada tanggal 10 Oktober 2022, dengan surat No. 02/10/YYS/Pendidikan POITEK AMB/22, perihal Permintaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

“Dan pada tanggal 11 Oktober 2022 BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku telah memberikan hasil. Kita surati dan mereka respons,” ujarnya.

Menyangkut sangkaan tindak pidana korupsi yang sementara di proses oleh Polda Maluku, ia menjelaskan bahwa mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, harus memenuhi unsur-unsur seperti
perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

“UU dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri ataú orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana denda,” jelasnya.

Menurutnya, dalam perjanjian tersebut selain menentukan penyediaan lahan pengganti, yayasan juga berkewajiban untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.9.448.000.000,- secara bertahap.

“Untuk itu pada tanggal 29 November 2017 Yayasan Pendidikan Poitek telah membayar ke rekening kas daerah sebesar Rp1.448.000.000. Hingga sat ini yayasan belum memperoleh keuntungan
dari perjanjian tukar guling tersebut, karena lokasi dimaksud masih dimanfaatkan oleh Pemprov Maluku sebagai Perpustakaan Daerah,” terangnya.

Kata dia, mengapa Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, sebelumnya itu milik Yayasan Poitek sesuai eigendom verponding No. 363 dan No. 364, yang juga terdaftar dalam daftar hak kantor
BPN Kota Ambon.

“Karena situasi politik negara pada tahun 1966, maka tanah dan bangunan sekolah berstatus di bawah pengawasan Pepelrada, yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1966 dialihkan ke Depertemen P&K (sekarang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) dan pada tanggal 18 November 2009 diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku yang sekarang dimanfaatkan sebagai Kantor
Perpustakaan Daerah Maluku.

“Seharusnya sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 telah memberikan prioritas kepada pihak yang menguasai tanah dengan hak eigendom verponding menjadi milik bagi yang menguasainya
dalam hal ini Yayasan Pendidikan Poitak,” ucapnya.

Yayasan ingin menempati lokasi tersebut, sambung dia, untuk dibangun sekolah. Yayasan Pendidikan Poitek tambah Mahulette, memberikan perhatian yang besar dan tulus serta turut mendukung adanya sekolah bertaraf internasional di kota Ambon.

Upaya yayasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi semua kalangan masyarakat khususnya kota Ambon, dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga menghasilkan anak-anak daerah dengan kualitas dan kompetensi Pendidikan yang setara dengan daerah-daerah lain.

“Namun sangat disesalkan dan disayangkan bahwa misi dan tujuan yang mulia dan baik ini harus berproses dengan suatu sangkaan mengakibatkan pihak-pihak mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk menjalani proses tindak pidana, yang masih harus diuji dan dibuktikan secara hukum terutama UU yang mengaturnya. yang mestinya belum tentu bersalah,” tandasnya.

Terpisah, salah satu pengurus Yayasan Poitek, Ko Edy menjelaskan kalau berdasarkan data pemerintah, kualitas pendidikan di Maluku, berada pada urutan terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia.

“Alumni Sekolah Poitek, tanpa tedeng aling-aling mencoba mengambil peran dalam dunia pendidikan untuk memajukan pendidikan di Kota Ambon-Propinsi Maluku, namun dicurigai dan dipersulit dengan berbagai tuduhan dan sangkaan yang tidak mendasar,” kayanya kepada Rakyat Maluku via pesan Whatsapp.

Perlu diingat, bahwa pada proses kemerdekaan sampai pada hari Kemerdekaan RI, anak-anak Maluku, cukup banyak mengambil peran dalam kemerdekaan RI, karena kualitas pendidikan dan pengetahuannya yang sangat baik

“Saat ini, setelah 77 tahun Kemerdekaan RI, dimana peran anak-anak Maluku yang signifikan dalam pembangunan negara ini?. Apakah katong seng (kita tidak) malu dengan fakta kualitas pendidikan yang terpuruk ini?
Sampai kapan, kita mau berada di posisi terbawah ini,” tanya dia.

Sekadar informasi, penyelidikan kasus Ruislag ini telah berjalan sejak tahun 2020 lalu. Namun, mandek saat Ditreskrimsus dipimpin Kombes Pol Eko Santoso.

Ketika dipimpin Kombes Harold Wilson Huwae, kasus ini pun diselidiki dan akhir dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. (AAN)

  • Bagikan