Nama Kasi Intel Kejari SBB Dicatut

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — PIRU, — Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat (BPBD SBB), Thomas Wattimena, ditelepon oleh seseorang yang mengaku sebagai Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, Rafid M. Humolungo, SH, dan meminta sejumlah uang.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten SBB, Irfan Hergianto, SH MH, melalui Kasi Intel, Rafid M. Humolungo, SH
mengungkapkan, aksi pencatutan yang mengatasnamakan dirinya itu terjadi setelah Kejari SBB merilis status penanganan perkara dugaan korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah SBB tahun 2019 yang resmi ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan beberapa hari lalu.

“Ada telepon masuk ke kapala BPBD, Pak Thomas, dia mengaku atas nama Kasi Intel, intinya minta uang. Setelah dikonfirmasi ke saya, saya bilang bukan, itu bukan nomor saya. Dan saya tidak pernah telepon kepala dinas atau siapapun untuk minta-minta, itu penipuan, jangan percaya,” ungkapnya kepada koran ini via selulernya, Rabu, 12 Oktober 2022.

Demi menjaga marwah Korps Adhyaksa sebagai lembaga penegak hukum, Rafid mengimbau kepada siapapun pun, khususnya para pejabat daerah, untuk tidak menanggapi atau dapat langsung melaporkan ke pihak berwajib jika dihubungi via telepon oleh orang yang tidak dikenal dan mengatasnamakan sebagai pegawai Kejaksaan.

“Lapor saja, karena jelas itu penipuan, biar menjadi pembelajaran dan efek jera bagi si pelaku penipuan dan yang lainnya,” imbaunya.

Terkait perkembangan kasus sisa DSP untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah SBB tahun 2019, kata Rafid, penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada beberapa orang saksi untuk dapat hadir menjalani pemeriksaan.

“Saksi-saksi sudah kita jadwalkan, sudah kita layangkan surat panggilan kepada beberapa orang saksi untuk kita mintakan keterangannya dalam waktu dekat ini. Tentunya keterangan saksi-saksi ini dalam kepentingan pemenuhan alat bukti di tahap penyidikan,” jelasnya.

Dikatakan Rafid, dalam pemeriksaan saksi-saksi tersebut, jika semua unsur pemenuhan alat bukti terpenuhi, maka langsung dilakukan penetapan tersangka.

“Siapapun dia, jika terbukti memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, tidak menutup kemungkinan mereka semua akan ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.

“Soal siapa saja yang turut membantu atau siapa saja yang menerima uang, itu akan muncul saat dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dalam pemenuhan alat bukti. Kalau itu sudah muncul, maka tentu akan kita telusuri lebih jauh,” tambah Rafid.

Sebagaiman diberitakan sebelumya, pada 26 September 2019 terjadi gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB. Kemudian dikeluarkan SK Bupati SBB tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten SBB. Dasar SK Bupati ini kemudian diusulkan untuk mendapatkan DSP, yang akhirnya Pemerintah Daerah Kabupaten SBB mendapatkan bantuan DSP sebesar Rp 37.285.000.000.

Dengan rincian, Dana Opersional Darurat Rp 2 miliar, Dana Tunggu Hunian Rp 798.500.000, Dana Cash For Work Rp 334.500.000, dan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013.

Menurut Rafid, pengelolaan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013 itu awalnya diperuntukan bagi 1.600 Kepala Keluarga (KK). Namun pada pelaksanaanya terdapat pengurangan yang disetujui untuk KK hanya sebanyak 1.317 KK. Sehingga terhadap sisa dana kurang lebih Rp 4.357.507.013.

“Nah, yang kita fokuskan disini adalah pengelolaan anggaran yang senilai Rp 34 miliar itu (Dana Stimulan Pembangunan Rumah). Karena terdapat sisa dana di kas BPBD Kabupaten SBB kurang lebih sebesar Rp 4.357.507.013,” jelas Rafid.

Sisa dana tersebut, kata Rafid, seharusnya atau wajib dikembalikan ke kas negara berdasarkan ketentuan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), yaitu jika terdapat sisa DSP, maka BPBD wajib untuk mengembalikannya ke kas negara. Faktanya sisa DSP itu tidak dikembalikan.

“Ironisnya lagi, ada kurang lebih Rp 1 miliar digunakan oleh Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga sampai dengan saat ini, dana yang masih ada di saldo kas BPBD SBB kurang lebih sekitar Rp 3.357.507.013, dan harusnya dikembalikan ke kas negara, tapi belum juga dikembalikan,” beber Rafid. (RIO)

  • Bagikan