Duo Bioetanol

  • Bagikan

Oleh : AHMAD IBRAHIM | Komisaris Rakyat Maluku

Dua mahasiswi Universitas Pattimura (UNPATTI) Ambon ini punya bakat yang patut diapresiasi. Paling tidak untuk saat ini. Khususnya dalam dunia ilmu pengetahuan di bidang penelitian teknologi bioetanol.

Walau masih duduk di Semester III Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Unpatti keduanya telah berhasil membawa harum nama kampus ini pada ajang Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) di Kota Jambi. Mereka adalah Vietra Marel Tahapary dan Puan Maryam Leaongso.

Dari 37 kampus di Tanah Air yang mendaftar pada ajang Physics Star 2022 melalui LKTI dengan tema: “DELTA (Developmeent of Education, Science and Technology for Physics Education),” mereka masuk 10 besar perguruan tinggi yang ikut dilombakan karyanya di Kota Jambi, 1 s/d 2 Oktober 2022.

Sebenarnya ada satu teman lagi yang tergabung dalam tim ini. Namanya Nova Yanna Lumban Raja. Namun di ajang ini ia tak sempat hadir karena belakangan ia memilih pindah kuliah pada Sekolah Kedinasan Pelayaran Jurusan Nautika di Kota Sorong.

Kegiatan yang berlangsung di Balairung Universitas Jambi hari itu tentu membawa kebahagiaan bagi Vietra dan Puan. Juga tentu nama baik kampus yang dipimpin Rektor Prof. DR. MJ.Sapteno, itu.

Rasa bangga ini karena karya tulis yang dipilih oleh mereka ini boleh dikata sangat relevan dengan kondisi kekinian menyangkut Bahan Bakar Minyak (BBM). Juga tentang pentingnya pemanfaatan inovasi sebagai bagian dari deverikasi energi bahan bakar terbaru dan terbarukan melalui rumput laut.

Studi ini baru sebatas pemanfaatan rumput laut sebagai energi terbarukan yang jika dikelola dengan baik bisa bermanfaat untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak.

Itulah yang menjadi pertimbangan mengapa karya tulis mereka berjudul: Pemanfaatan Teknologi dari Rumput Laut sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan di Provinsi Maluku berhasil dilombakan pada ajang nasional itu.

Rumput laut atau dalam bahasa Latin disebut Eucheuma Cottonii ini merupakan salah satu bioetanol yang bisa diproduksi dari bahan nabati (rumput laut) yang difermentasi untuk menghasilkan bahan bakar.

“Di Brazil, Irlandia dan beberapa negara sudah berhasil melakukan hal itu. Mestinya dengan kemampuan 700 ton sebulan produksi rumput laut di Maluku kita sudah bisa melakukan alih teknologi untuk bahan bakar minyak,” ujar Veitra Tahapary di Kampus Poka, Jumat, (7/10/22).

Kita tahu salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair) BBM di samping biodiesel yang didapat dari hasil kilang minyak melalui fosil yang terdapat di perut bumi adalah Solar, Bensin, Pertalite, Pertamax, dan Avtur.

Dari data yang didapat pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diketahui penggunaan BBM biodiesel di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan terus menjadi permasalahan umum.

Berdasarkan data realisasi tahun 2021, misalnya, konsumsi Pertalite sebesar 23 juta kiloliter (KL) dan merupakan BBM jenis bensin yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Konsumsi Pertalite hampir 80% di antara BBM jenis Bensin lainnya seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Premium.

Pada tahun ini, konsumsi Pertalite diproyeksikan tetap pada kisaran 23 juta KL. Pertalite telah menjadi BBM andalan bagi mayoritas masyarakat Indonesia dan konsumsinya makin meningkat tiap tahun.

Tahun 2017 hingga tahun 2021 konsumsi Pertalite berturut-turut sekitar 14,5 juta KL, 17,7 juta KL, 19,4 juta KL, 18,1 juta KL dan 23 juta KL. Karena jumlah bahan baku yang terbatas dan penggunaan yang semakin tinggi, UU No. 30 tahun 2007 mengatur pengelolaan energi di Indonesia.

Termasuk kebijakan energi Indonesia yang meliputi kebijakan ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional, dan cadangan penyangga energi.

Puncak kebutuhan energi pada sektor BBM justeru akan terjadi pada 2050 sehingga perlu penanganan yang tepat untuk mengatasi lonjakan kebutuhan energi yang terus meningkat karena itu dibutuhkan energi alternatif terbaru dan terbarukan.

Di sisi lain, bahan baku bioetanol yang diproduksi dari bahan baku nabati terutama rumput laut masih tergolong langka. Padahal dari hasil studi yang dilakukan Vietra dan Puan itu ditemukan tidak kurang potensi rumput laut di Maluku mencapai 19.509,29 hektar.

Itulah alasan studi ini dilakukan oleh kedua mahasiswi UNPATTI itu. Dari hasil telaah melalui pendekatan perpustakaan dan keberhasilan Brazil dan Irlandia dalam pengelolaan rumput laut mengharuskan kita di Maluku yang kaya akan rumput laut seharusnya bisa dimaksimalkan.

Dari kajian itu disimpulkan bahwa pemanfaatan rumput laut sebagai alternatif bahan bakar terbarukan di Maluku perlu dilakukan uji laboratorium.

Selama ini kita hanya berkutat menjadikan rumput laut sebagai bahan ekspor untuk pemanfaatan fermentasi bahan baku makanan pun pemanfaatan teknologi untuk bidang kesehatan dan perawatan kulit.

“Padahal rumput laut juga memiliki potensi besar sebagai alternatif terbarukan untuk pemanfaatan bahan bakar minyak,” ujar Puan Maryam Leaongso.

Potensi rumput laut sebagai bahan bakar minyak, menurut Vietra dan Puan, karena di dalamnya memiliki kandungan selulosa yakni sejenis serat yang terdapat pada makhluk bernama Eucheuma Cottonii itu.

Kandungan selulosa tersebut menghasilkan bioetanol karena memiliki daya serat karbohidrat dan kadar abu yang tinggi.

“Kuntungan rumput laut untuk dijadikan bahan baku bioetanol — karena itu tadi kandungan selulosanya melimpah. Bila ini difermentasi bisa menghasilkan bahan bakar minyak,” ujarnya.

Keduanya mengakui, memang secara mekanis pemanfaatan rumput laut yang dilakukan belum diuji secara ilmiah. Artinya, studi ini baru bersifat telaah dari literatur yang mereka baca. Pun dari pengalaman keberhasilan pemanfaatan rumput laut oleh negara Brazil dan Irlandia.

Dari kajian Vietra Tahapary dan Puan Maryam di hadapan dewan juri yang dipimpin Prof. Drs. Maison, M.Si, DR.Nurida Isnaeni, SE, M.Si, dan Haerul Fathoni, SPd, M.PFis, mereka mengakui tingkat akurasi untuk pemanfaatan alih teknologi rumput laut sebagai bahan bakar bioetanol baru mencapai 75 persen. “Sisanya tinggal dibuktikan secara mekanis. Tentu setelah melalui uji laboratorium,” ujarnya.

Karya tulis Vietra dan Puan ini memang tergolong baru. Sebelumnya, pada 2014 di kampus yang sama juga pernah dilakukan studi serupa tentang pemanfaatan rumput laut oleh salah seorang mahasiswa Fakultas MIPA bernama Vounda D.Loupatty.

“Tapi kajian untuk bioetanol khususnya pemanfaatan serat karbohidrat, kadar air, protein, dan kadar abu untuk menghasilkan bioetanol melalui rumput laut belum ada yang lakukan. Dan, ini baru kami yang telaah,” ujarnya.

Meski belum mendapat juara pada ajang bergengsi di Universitas Jambi itu tidak membuat Vietra Tahapary dan Puan Maryam patah semangat.

“Kami tetap bangga karena telah memulai sesuatu yang baru. Karya tulis kami ini kelak bisa menjadi pembuka untuk selanjutnya dilakukan penelitan lebih mendalam tentang pemanfaatan rumput laut sebagai bahan bakar minyak alternatif,” ujarnya.

Rasa bangga itu bukan saja menjadi milik Vietra dan Puan. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni DR. Jusuf Madubun, M.Si juga memberikan apresiasi.

“Masuk dalam 10 besar lomba karya tulis ilmiah suatu kebanggaan. Mendapatkan juara adalah hal yang kita inginkan namun tak bisa dipaksakan. Kalau kita mendapatkan juara tentunya ada rasa syukur, tetapi jika tidak mendapatkan juara itu berarti kita sudah menjadi pemenang. Karena ketika kita berkeinginan untuk berlomba, hal ini tentunya sudah menjadi pemenang dalam diri kita sendiri,” ujar DR. Madubun.

Vietra dan Puan mengaku sekembalinya dari Jambi mereka akan terus berjuang. Bersama Dewan Pertimbangan Mahasiswa Fakultas (DPMF) Teknik khususnya Komisi I yang selama ini aktif membimbing mereka yakni Hendra Watimena, dan Angel Siahaan, serta Dosen Pembimbing Wilma Latuny M.Phil,Ph.D akan menemui pihak-pihak terkait baik pimpinan fakultas, pimpinan universitas, Pemda Maluku dan mereka yang peduli tentang masa depan pemanfaatan alih teknologi untuk rumput laut.

Ini penting agar masa depan rumput laut di Maluku yang banyak itu bisa didayagunakan lebih baik bagi kemaslahatan khususnya di bidang pemberdayaan energi di tengah kelangkaan bahan bakar minyak.

Ini tentu sejalan dengan semangat UU No.30 Tahun 2007 tentang energi yang mewajibkan pemerintah dan menjadi tanggung jawab semua pihak tentang pentingnya melakukan inovasi untuk menyediakan energi terbaru dan terbarukan sebagai deverikasi energi. Salah satunya bagaimana memanfaatkan rumput laut sebagai pemberdayaan energi untuk bahan bakar minyak.(*)

  • Bagikan