Sekda SBB: Penjabat Bupati Tidak Ciderai Toleransi Umat Beragama

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — PIRU, — Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Leverne Alvin Tuasun, menegaskan bahwa Penjabat Bupati SBB, Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin SE. MH, tidak pernah menciderai toleransi umat beragama seperti yang dituduhkan.

Dia memaparkan, Penjabat Bupati SBB yang dinilai presure anggaran untuk kegiatan keagamaan Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) ke -IV tingkat Provinsi Maluku di Kota Tual sebesar Rp 200 juta bersumber dari APBD 2022, adalah tidak benar. Sebab, bantuan anggaran dari pemerintah daerah itu sama dengan anggaran yang diberikan kepada organsiasi masyarakat (Ormas) lainnya.

“Kegiatan mereka seharusnya bisa berjalan tanpa bantuan pemda. Bantuan dari Pemda bersifat memudahkan atau meringankan, bukan menanggung full 100 persen seluruh kebutuhan Pesparani. Makanya di APBD hanya dianggarkan Rp 200 juta. Dan penetapan ini ditetapkan oleh mantan bupati,” tegas Tuasun, dalam rilis yang diterima media ini tadi malam.

Dia juga mengatakan, dalam SK bupati yang sudah meninggal adalah tentang terbentuknya lembaga Pesparani, bukan mengikuti setiap event Pesparani. Sehingga menjadi berbeda pandangan antara dirinya dengan uskup.

“Jadi SK memang seharusnya selalu dievaluasi disesuaikan dengan kondisi yang berkembang. Dan pencairan APBD itu merupakan kewenangan KDH, apalagi sifatnya HIBAH. Makanya pada tahun berjalan ada masa dimana KDH diberi waktu untuk mengajukan APBD Perubahan sebagai evaluasi capaian atas pelaksanaan APBD Murni tahun berjalan,” papar Tuasun.

“Yang seperti ini seyogyanya tidak menjadi debat, karena sudah bukan rahasia umum, dana Hibah bukan keharusan, tapi penggunaan dana Hibah harus tetap dalam pengawasan Pemda, karena hal itu akan dipertanggungjawabkan saat tutup tahun anggaran,” tambahnya.

Kemudian terkait GPM mengajukan permohonan bantuan pembukaan jalan menuju Kaibobu menjelang kegiatan AMGPM namun Penjabat Bupati SBB tidak mau, kata Tuasun, hal tersebut juga merupakan kesalapahaman.

“Jalan Kaibobo – Waisarisa dibangun dengan konstruksi LAPEN oleh penyedia yang seharusnya dibangun dengan konstruksi HOTMIX. Akibatnya jalan tetap rusak dan masih dalam garansi pihak ke tiga. Jadi tidak ada hubungan untuk pemerintah daerah ingin buka atau tutup jalan,” tandasnya.

“Jadi, tentang jalan Kaibobo – Waisarisa justru saat ini saya sedang berupaya untuk mengusut, kenapa dibangun dengan konstruksi LAPEN, padahal dokumen dari Kemen PUPR menunjukkan konstruksi HOTMIX, siapa yg merekomendasikan perubahan tersebut?,” tambah Tuasun.

Selanjutnya terkait dengan para pemimpin agama di Kabupaten SBB hendak bertemu Penjabat Bupati SBB dan menunggu dari pukul 08.00 – 19.00 Wit, namun tidak diberi ruang dan waktu untuk bertemu dengan yang bersangkutan, adalah miskomunikasi.

“Saya itu terima tamu sampai dengan pukul 21.00 Wit selama tidak ada acara lainnya. Dan tidak pernah ada tamu yang tunggu mulai jam 08.00 Wit, kantor saja belum buka. Jadi ini sudah di lebih-lebihkan. Intinya jika tamu sudah bisa dilayani oleh staf untuk kepentingannya, saya bisa terima tamu lainnya,” tepisnya.

Yang terakhir terkait pengambilan mobil operasional yang digunakan tokoh agama oleh Pemerintah Daerah Kabupaten SBB, menurut Tuasun, sebelum dilakukan penarikan secara paksa, pihaknya telah menyurati sebanyak tiga kali.

“Saya sudah menyurat tiga kali. Surat pertama dengan rentang waktu satu bulan, surat kedua dengan tentang waktu dua minggu, dan surat ketiga dengan rentang waktu satu Minggu. Yang tidak tidak indahkan, saya lakukan penarikan oleh Satpol PP. Dan yang kooperatif, mereka antar mobil dan serahkan mobil dengan baik,” terang Tuasun.

Dikatakan Tuasun, tujuan penarikan mobil-mobil tersebut untuk tertibkan agar tidak ada lagi menjadi temuan terkait tata kelola aset mesin pemerintah daerah. Apalagi, tidak ada dokumen yang menunjukkan bahwa mobil yang dipakai adalah kendaraan operasional keagamaan, bahkan berita acara pinjam pakai tidak ada, pajak kendaraan pun tidak dibayar oleh pemakai.

“Olehnya itu, untuk pihak ketiga yang ingin pinjam pakai pasca penertiban adminstrasi, bisa mengajukan permohonan pinjam pakai, dan begitulah prosedur birokrasinya, bukan sewenang-wenang,” harapnya. (RIO)

  • Bagikan