Praktisi Hukum: Kejaksaan Harus Transparan

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran penjualan lahan transmigrasi milik negara di Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), mulai hilang kabar alias mandek di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Padahal, penyelidik telah melakukan on the spot atau pemeriksaan di tempat terhadap lokasi lahan transmigrasi tersebut.

Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum, Marnex Ferison Salmon, SH, meminta Kejati Maluku agar dapat transparan ke publik terkait hasil penyelidikan kasusnya.
Tujuannya agar masyarakat tidak menilai Kejaksaan sebagai lembaga anti korupsi yang gagal dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

“Kejaksaan tidak bisa seenaknya mendiamkan suatu kasus yang ditangani, apapun hasilnya harus transparan ke publik agar masyarakat juga mengetahui perkembangan kasusnya sudah sejauh mana. Kalau diam seperti, maka banyak spekulasi negatif yang muncul di tengah-tengah masyarakat,” kata Marnex, kepada koran ini di Ambon, tadi malam.

Dia juga meminta penyelidik Kejati Maluku untuk dapat menuntaskan kasus tersebut hingga tuntas, dan meminta penyelidik agar tidak “masuk angin” (disuap), yang dampaknya membiarkan penanganan kasus ini tanpa ada kejelasan hukum yang pasti.

“Aturannya itu kalau selesai on the spot, harus ada tindak lanjut, tapi kalau tidak ada tindak lanjut, berarti ada yang tidak beres, seperti mungkin jaksa masuk angin. Tapi semoga Kejati segera menetapkan pihak-pihak yang patut diduga atau para mafia tanah sebagai tersangka sebagai efek jerah,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, mengatakan, penyelidik masih fokus mempelajari atau mentelaah hasil on the spot atau pemeriksaan di tempat terhadap lokasi lahan transmigrasi milik negara di Kecamatan Bula Barat, Kabupaten SBT.

“Tujuan telaah hasil on the spot tersebut untuk mengetahui ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana,” katanya.

Jika ditemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, kata Wahyudi, maka kasusnya akan ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang tindak pidana serta menetapkan tersangkanya.

“Nanti kita lihat hasilnya seperti apa, yang pasti penyelidik masih melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan. Kalau semuanya sudah rampung, pasti hasilnya akan diekspose dan diinformasikan ke teman-teman media,” terangnya.

Ditanya adakah bukti-bukti penyimpangan yang ditemukan penyelidik selama melakukan on the spot terhadap lokasi lahan transmigrasi milik negara di Kecamatan Bula Barat, Wahyudi mengaku hal tersebut belum bisa disampaikan ke publik, karena bersifat rahasia.

“Itu rahasia penyelidikan yang belum bisa disampaikan ke temen-teman pers. Tunggu saja waktunya, pasti semuanya akan disampaikan,” pinta mantan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon itu.

Dia menjelaskan, penyelidik melakukan on the spot untuk memastikan status lahan seluas 2.000 hektar yang dijual oknum tokoh masyarakat Negeri Banggoi, Tofilus Henlau selaku terlapor dalam kasus ini, apakah masuk ke dalam kawasan lahan transmigrasi ataukah lahan adat milik masyarakat negeri setempat.

“Penyelidik turun ke lapangan itu untuk mencocokan bukti-bukti atau data-data terkait status lokasi lahan transmigrasi. Karena dalam laporan diklaim lahan yang dijual itu lahan transmigrasi. Sementara ada oknum masyarakat yang mengklaim lahan yang dijual itu lahan mereka juga. Status lahan ini harus diluruskan milik siapa,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Badan Koordinasi Daerah (Bakorda) Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara (PENA) Kabupaten SBT, Rahman Rumuar, menduga ada oknum pejabat daerah yang terlibat dalam penjualan tanah di kawasan transmigrasi tersebut.

Pasalnya, Polres SBT maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT yang sejak awal menangani kasus ini, tak kunjung menuntaskan kasusnya. Padahal, terlapor dalam kasus ini hanya seorang tokoh masyarakat Negeri Banggoi, Tofilus Henlau.

“Awalnya masyarakat Negeri Hote melaporkan kasus penjualan lahan ini ke Polres SBT pada September 2021, namun kasusnya dihentikan. Kemudian kasus ini dilaporkan ke Kejari SBT, namun tak kunjung ada perkembangan hingga akhirnya kasusnya diambil alih oleh Kejati Maluku. Artinya, ada oknum dibelakang terlapor Tofilus Henlau itu,” bebernya. (RIO)

  • Bagikan