RSUD Umarella Bantah “Teror” Pasien

  • Bagikan

DIREKTUR Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Ishak Umarella, dr. Dwi Murti Nuryanti, M.Sc, Sp.A. membantah kalau pihaknya melakukan upaya pemaksaan terhadap pasien untuk menjalani proses persalinan dengan cara di Caesar. Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan sudah sesuai prosedur.

Dimana, pembicaraan antara perawat/bidan kepada pasien tersebut merupakan bentuk edukasi dan motivasi. Bukan sebagai tindakan “Teror”.
“Itu merupakan prosedur rutin namanya edukasi motivasi. Tapi bukan memaksa. Edukasi dan motivasi itu juga untuk mendukung program pemerintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi,” ujar dr. Dwi Murti, tadi malam.
Ia mengatakan, prosedur edukasi dan motivasi itu harus dilakukan, sebab jika tidak, ketika sesuatu terjadi pada pasien maka pihak rumah sakit bisa disalahkan baik secara hukum maupun dari sisi kesehatan.
“Jadi edukasi motivasi itu harus dijalankan, kalau pasien tetap menolak dan jika ada sesuatu terjadi maka itu tanggungjawab keluarga. Hanya saja kami tidak bisa membiarkan hal buruk terjadi dan upaya itu tetap kita lakukan,” katanya.
Ia menjelaskan, ketika pasien itu masuk ke rumah sakit, secara prosedur dokter harus mengetahui riwayat sebelumnya dari pasien bersangkutan. Dan dari riwayat yang diketahui, pihak rumah sakit kemudian berhati-hati untuk mengedepankan keselamatan ibu dan bayinya. Agar anak itu harus lahir hidup dan tidak boleh ada kecacatan.
“Cacat yang dimaksudkan, bukan cacat bawaan, tetapi cacat akibat persalinan macet yang dapat menimbulkan anak itu ketika lahir tidak menangis. Jika anak itu lahir kurang lebih setengah jam baru menangis maka bisa dipastikan terjadinya penurunan intelegensi. Bisa kejang, epilepsi dan lainya. Makanya kita sangat berhati-hati dengan riwayat pasien tersebut,” jelas dr. Dwi Murti.
Berikutnya kata dr. Dwi Murti, usia pasien itu sudah berada diatas 35 Tahun. Artinya proses kehamilannnya sudah masuk pada resiko tinggi untuk melahirkan. Bahkan dalam pemeriksaan dokter, didalam urine pasien tersebut positif protein. Itu merupakan tanda suatu keadaan yang namanya preeklamsia. Artinya, ibu atau pasien itu bisa kejang-kejang dan akhirnya mengakibtkan proses persalinannya macet.
“Ini juga yang dihindari. Walaupun kenyataanya anak itu bisa lahiran normal,” tutur dr. Dwi Murti.
Ihwal kurang nyamannya pasien akibat adanya keributan yang dilakukan para oknum perawat atau bidan, kata dr Dwi Murti, dia tidak bisa sepenuhnya membetulkan seluruh tindakan perawat atau bidan. Ia mengaku, telah mengidentifikasi persoalan keributan itu dan juga akan memberikan teguran keras kepada oknum perawat tersebut.
“Jadi keributan semalam itu bukan perawat ribut sama pasien. Tapi sesama perawat dan memang itu terjadi diruangan dimana pasien ada. Saya sangat tidak setuju dengan tindakan seperti ini. Tentu oknum yang bersangkutan akan ditegur keras, ” tandasnya.
Dwi Murti menambahkan, dirinya juga akan melakukan teguran keras jika ada oknum yang saat melakukan edukasi motivasi tidak dengan cara lemah lembut.
“Tadi kepala ruanganya juga sudah saya tegur. Prinsipnya kami tetap berupaya untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat termasuk kenyamanan pasien. Jadi bagi oknum perawat/bidan yang ketahuan bertindak dengan tidak lemah lembut akan ditegur,” tutup dr. Dwi Murti Nuryanti.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, salah satu pasien yang meminta namanya tidak dipublikasikan mengaku, dirinya adalah salah satu pasien yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah sakit itu dan beralih ke rumah sakit lain.
Keputusan itu diambil karena ia tak tahan dengan cara pelayanan para bidan-bidan yang kerap menghampirinya dan merayu, seakan akan kalau proses persalinanya tidak dilakukan dengan cara caesar maka dapat beresiko entah itu kepada dirinya atau menimbulkan kecacatan pada bayi yang dikandunginya.

Pasien itu mengaku, padahal suaminya telah menandatangani surat penolakan proses persalinan caesar, namun lagi-lagi dia kerap ditemui para bidan untuk dipaksa dan dirayu jika suaminya tidak berada di tempat.

Ia mengungkapkan, dirinya bukan satu satunya pasien yang saat itu di rayu. Tapi sudah ada beberapa pasien yang menjadi korban rayuan dan akhirnya harus menjalani proses persalinan dengan cara caesar.
Ia mengatakan, apa yang disampaikan itu bukanlah lelucon, tetapi berdasarkan pengakuan pasien yang berada sekamar dengannya kalau itu.
“Sampai-sampai pasien di sebelah saya mengatakan, biarlah kami yang merasakan, kalau kamu bisa normal mendingan normal saja. Saya juga dipaksa untuk menjalani proses caesar. Saya sebenarnya tidak mau, tapi karena terus terus dipaksa, dan ditakut takuti, akhirnya kami tetap menuruti,” ungkap pasien itu menceritakan apa yang diceritakan salah stu pasien lainnya.

Karena terus ‘diteror’ ibu hamil yang menjadi sumber koran ini pun bersama suaminya memutuskan untuk hengkang dari RSUD Tulehu itu dan pindah ke rumah sakit lain.

Ia yang tadinya ditakut-takutin pihak Rumah Sakit, ternyata bisa melahirkan secara normal.

“Alhamdulillah lahiran normal. Anak saya cowok, lahir tadi tepat Tepat jam 8 pagi,” ujar pasien itu, Kamis, 21 April 2022.

Selain mengeluhkan, upaya pemaksaan yang dilakukan pihak rumah sakit, pasien itu juga mengeluhkan soal ketidaknyamanan pelayanan. Dimana, sebagian dari para perawat itu kerap bertindak kasar. Bahkan juga membuat keributan sehingga para pasien merasa tidak nyaman dengan keributan itu.

“Ada yang tertawa dengan suara yang keras. Padahal kami sebagai pasien membutuhkan ketenangan,” keluhnya.(**)

  • Bagikan

Exit mobile version