RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON –– Ketimpangan ekonomi dan pembangunan, politik identitas, serta lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama pemicu konflik di Provinsi Maluku.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku, Sadali IE mewakili Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, saat memberikan materi tentang Potensi dan Strategi Penanganan Konflik Sosial pada Rapat Koordinasi Analisis Permasalahan Bidang Penanganan dan Kontijensi Konflik Sosial di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, bertempat di Swissbell Hotel Ambon, Rabu, 6 Agustus 2025.
Menurutnya, pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan antarwilayah, sementara tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi memicu keresahan sosial. Di sisi lain, isu agama dan etnis kerap dimanfaatkan untuk kepentingan politik, diperparah oleh penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
“Sinergitas aparat keamanan dalam mencegah konflik, serta koordinasi pemerintah, TNI/Polri, dan masyarakat dalam mitigasi masih lemah,” kata Sekda.
Ia juga menyebut kendala penanganan konflik, antara lain koordinasi pusat dan daerah yang belum optimal, keterbatasan anggaran dan infrastruktur, serta kurangnya pendidikan dan sosialisasi perdamaian. Potensi konflik di Maluku mencakup bentrokan perorangan hingga komunal, konflik politik, sengketa lahan dan batas wilayah, serta ketimpangan layanan publik.
“Strategi penanganan yang dilakukan meliputi pencegahan (preventif), deteksi dan respon dini, penanganan (kuratif), serta pemulihan dan rekonsiliasi (rehabilitasi). Upaya ini diwujudkan melalui respon cepat, pertemuan rutin Forkopimda, dan rapat koordinasi untuk membahas masalah di masyarakat,” jelasnya.