RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — TUAL — Proses pemilihan Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual (Polikant) periode 2025–2029 diduga sarat rekayasa. Panitia seleksi disebut-sebut menetapkan calon direktur yang tidak memenuhi syarat administratif sesuai ketentuan statuta dan Organisasi Tata Kerja (OTK) kampus tersebut.
Dalam surat resmi Panitia Pemilihan No. 05/PL.26/PAN.PILDIR/SPb/VII/2025 yang merujuk pada surat Plt. Kepala Bagian Perencanaan, Keuangan, dan Umum No. 1234/PL.26/KP.04.07/2025, nama Dr. Usman Madubun, S.Pi., M.Si, dinyatakan memenuhi syarat pengalaman jabatan manajerial. Namun, data tersebut dipertanyakan karena yang bersangkutan disebut tidak pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan secara definitif.
Dokumen panitia menyebut jabatan terakhir Usman adalah Ketua Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (UP2M), sebuah unit teknis non-struktural yang tidak diakui sebagai pengalaman jabatan manajerial dalam statuta Polikant. Sementara itu, jabatan Plt. Ketua Jurusan yang pernah diembannya dilakukan saat masih berpangkat III/a, jauh di bawah syarat minimal Lektor (III/d).
“Penetapan ini melanggar ketentuan hukum internal lembaga,” ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, kepada media ini, Senin, 4 Agustus 2025.
Sumber itu juga menyebut bahwa terdapat dua dosen lain yang lebih layak secara administratif karena telah menjabat sebagai Plt. Ketua Jurusan sejak 2022 hingga 2025 dan memiliki kepangkatan Lektor (III/d), yaitu Dr. Benediktus Jeujanan, S.Pi., M.Si. dan Diana Yolanda Syahailatua, S.Pi., M.Si. Namun keduanya tidak diakomodasi dalam daftar bakal calon direktur.
Sesuai regulasi pendidikan tinggi vokasi, bakal calon direktur harus memiliki pengalaman minimal sebagai Ketua Jurusan dengan pangkat Lektor. Pengakuan jabatan Ketua UP2M sebagai setara Ketua Jurusan dinilai sebagai upaya manipulatif yang mencederai asas keadilan dan transparansi.
“Jika pejabat non-struktural bisa dianggap memenuhi syarat, mengapa dosen lain yang menjabat Plt. Ketua Jurusan lebih lama dan berpangkat lebih tinggi tidak diakomodasi?” ujar sumber itu.
Ia juga mempertanyakan peran Direktur aktif Polikant yang dinilai turut membiarkan, bahkan diduga mengarahkan proses ini untuk memastikan figur tertentu tetap masuk bursa calon direktur.
Dugaan rekayasa ini memicu kekhawatiran runtuhnya integritas akademik dan profesionalitas kelembagaan.
Atas kondisi tersebut, sumber menyerukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Inspektorat Jenderal, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap proses verifikasi calon Direktur Polikant.
“Jika tidak segera ditindak, maka sejarah akan mencatat bahwa kampus negeri di wilayah timur Indonesia ini telah membiarkan praktik demokrasi akademik dikotori oleh kepentingan kelompok,” pungkasnya. (TIM)