Berbekal Bendera, Dedon Mengais Asa di Timur Negeri

  • Bagikan
Di bawah langit timur Indonesia yang cerah dan penuh harap, seorang lelaki paruh baya berdiri tegak di pinggir jalan kota kecil Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Di bawah langit timur Indonesia yang cerah dan penuh harap, seorang lelaki paruh baya berdiri tegak di pinggir jalan kota kecil Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT.

Di tangannya, berkibar merah putih, bukan sekadar kain dua warna, tetapi simbol perjuangan, kebanggaan, dan harapan yang ia titipkan pada setiap helai jahitan.

Dialah Dedon, pria 54 tahun asal Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Jauh dari tanah kelahirannya di tanah Pasundan, Dedon menjejakkan langkahnya saban tahun ke bumi “Ita Wotu Nusa”, negeri yang indah di timur negeri, membawa serta bendera dan semangat juangnya.

Sejak 20 Juli 2025, ia kembali menapakkan kakinya di Bula. Menempati kamar kos sederhana di kawasan Lumba-Lumba, Kecamatan Bula, Dedon menata dagangannya di trotoar, menawarkan bendera merah putih kepada siapa pun yang melintas.

Ia tahu, bukan dagangannya yang utama, tetapi semangat di baliknya, semangat kemerdekaan yang tak boleh luntur.

“Ini bukan yang pertama. Setiap tahun saya ke sini jualan bendera. Memang sengaja, karena di momen seperti ini, semangat nasionalisme itu masih bisa kita bangkitkan lewat simbol-simbol kecil seperti bendera,” ucap Dedon, lirih namun mantap, Rabu 30 Juli 2025.

Namun tahun ini, langit belum cerah sepenuhnya bagi Dedon. Meski sudah seminggu lebih menggelar dagangannya, pembeli masih sepi. Beberapa kantor memesan dalam jumlah kecil. Dari warga? Masih senyap. Tapi Dedon tak meratap. Ia memilih bersyukur.

“Alhamdulillah, walau belum ramai, tapi cukup untuk memanjangkan kehidupan,” katanya, menatap jalan dengan mata yang tetap menyala oleh harapan.

Dari Garut, tanah para pengrajin, Dedon dan rekan-rekannya tersebar ke seantero negeri saban bulan Agustus. Bukan untuk melancong, tetapi menjemput rezeki dari hasil karya tangan seperti bendera, umbul-umbul, tirai merah putih, hingga paket-paket semangat yang dijual dari harga Rp5 ribu hingga Rp250 ribu. Harga yang bukan sekadar angka, melainkan nilai dari ketekunan dan kecintaan pada Tanah Air.

“Kami ini pengrajin, dan hampir semua penjahit di Garut punya semangat yang sama. Tiap tahun kami menyebar ke berbagai wilayah, termasuk ke Maluku, hanya untuk satu hal: membumikan semangat Merah Putih,” kisahnya.

Ia menjabarkan, bendera kecil untuk kendaraan dijual seharga Rp5.000 – Rp10.000. Umbul-umbul Rp35.000, bendera ukuran standar 90×60 cm seharga Rp25.000. Ukuran lain seperti 1×0,5 meter dihargai Rp50.000, dan 1×0,8 meter Rp60.000.

Untuk tirai merah putih, ia patok harga Rp200.000 – Rp250.000 per buah. Bahkan tersedia satu paket berisi dua umbul-umbul dan satu bendera hanya seharga Rp100.000.

Namun lebih dari sekadar transaksi, Dedon memimpikan satu hal sederhana, ada imbauan dari pemerintah daerah agar warga turut menyemarakkan Hari Kemerdekaan dengan memasang bendera.

“Kalau bisa, ada instruksi dari kepala daerah. Supaya warga semangat beli dan pasang bendera. Biar suasananya terasa. Karena Merah Putih bukan hanya simbol, tapi napas perjuangan,” harapnya penuh tulus.

Di tengah hiruk-pikuk modernitas yang kerap melupakan simbol, Dedon tetap setia menjual harapan. Lewat bendera yang dijajakan, ia menanamkan cinta tanah air di setiap helainya. Ia bukan sekadar pedagang keliling. Ia adalah penjaga semangat yang datang setiap tahun, membawa Merah Putih, dan pulang dengan keyakinan bahwa bangsa ini masih punya jiwa yang menyala. (DIK)

  • Bagikan