Dukung PSN di Maluku, Senator Bisri Ingatkan Hak Masyarakat Adat Jangan Diabaikan

  • Bagikan
Bisri As Shiddiq Latuconsina,

RAYKATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bisri As Shiddiq Latuconsina kembali menggelar pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Maluku. Rabu,23 Juli 2025. Dalam pertemuan ini, BPN Maluku diwakili Suwinto, selaku Kabid Pengadaan Tanah dan Pengembangan, Petrus Saija Kabid Penataan dan Pemberdayaan, serta Heru Setiawan Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa.

Adapun issu yang diangkat selama pertemuan diantaranya menyangkut tanah ulayat di Maluku, serta infrastruktur pelayanan BPN di 11 Kabupaten/Kota. Terpenting juga proyek strategis nasional (PSN) yang kini dan akan berlangsung di Maluku.

Bisri menjelaskan, untuk mendapatkan satu paket PSN tentu tak mudah, banyak syarat yang harus terpenuhi, PSN juga sangat strategis untuk kemajuan pembangunan di Maluku, namun dalam implementasinya PSN, tidak boleh abaikan kepentingan dan hak masyarakat adat,pemilik ulayat yang terdampak dari program-program tersebut harus diperhatikan.

Salah satu PSN akan dibangun di SBB itu di atas lahan milik negara (bekas tanah swasta), tapi daerah-daerah sekitar saya rasa akan terdampak dari masifnya pembangunan kelak. kata Bisri.
Selain itu, pembangunan infrastruktur untuk mendukung Blok Masela juga akan berdampak terhadap masyarakat adat. Terutama para pemilik ulayat.

Berkaca dari pengalaman di daerah lain, jika ada invetasi atau PSN, sering timbul perkara antara masyarakat pemillik ulayat dengan negara atau investor, hal-hal semacam itu tidak boleh terjadi di Maluku.

Sedini mungkin harus dicegah dan perlu dihindari terjadinya konflik antara masyarakat adat dan negara.
jangan sampai ada. Kita melihat di banyak daerah itu sering terjadi, (konflik agraria) jangan lagi di Maluku tanah para raja ini. Itu akan menghambat dan daerah sangat rugi, ingatnya.

Salah satu faribel pemicu konflik masyarakat adat dengan negara biasanya dipengaruhi klaim atas tanah dimana berlangsungnya PSN. Sehingga peran penting dari BPN sangatlah dibutuhkan, untuk bagaimana dalam pengadaan tanah tidak kemudian menimbulkan perkara lain ditengah masyarakat adat.

Menanggapi ini, Kabid Pengadaan Tanah dan Pengembangan BPN Maluku, Suwinto, menguaraikan, untuk proses pembebasan lahan dalam rangka PSN, BPN merujuk pada UU Nomor tahun 2012, yang mengatur tentang asas keterbukaan dalam pembangunan melalui konsultasi publik dengan masyarakat langsung.
Sampai titik finalisasi dari proses pengadaan ada rangkaian panjang yang perlu dilalui. Bagi masyarakat terdampak akan disosialisasikan lebih dulu, sehingga mereka mengetahui secara detil. Kemudian, akan dilakukan musayawarah ganti kerugian, Masyarakat akan diberi pilihan terkait ganti kerugian yang mereka terima. Bagi yang keberatan dengan hasil penilaian (tim apprasial), juga diberi waktu dan kesempatan, beber Suwanto.

Suwanto akui, cara untuk mengetahui kepemilikan tanah BPN tak hanya menggunakan keterangan raja tapi juga bukti penguasaan fisik.

Hal lain dijelaskan Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Maluku, Heru Setiawan tentang dinamika yang selama ini dihadapi BPN terkait status dari sebidang tanah ulayat.
Menurutnya, ketiadaan Peraturan Daerah yang berhubungan dengan tanah ulayat sangat berpengaruh buruk terhadap proses pembebasan tanah ulayat yang biasanya timbul ditengah masyarakat adat.
Tanah ulayat yang ada (di Maluku) pembuktian tertulisnya itu banyak tidak ada. Belum lagi Perda tentang Tanah (hak) Ulayat juga tidak ada, ungkapnya yang meminta supaya senator asal Maluku itu bisa mendorong pemerintah daerah dapat merumuskan dan membuat perda semacam itu.

Ironisnya lagi, ketika ada proyek strategis, dilakukan pembebasan hampir seluruh perselisihan kepemilikan dan batas tanah ulayat (adat) tidak diselesaikan melalui hukum adat yang berlaku, ujungnya berproses secara litigasi. Kondisi tersebut sangat tidak efektip untuk percepatan program karena menyita waktu serta anggaran.

Kami biasanya berharap (perselisihan) cukup dimediasi secara adat saja, jangan sampai litigasi (gugat-menggugat) kalau sudah litigasi, waktu terbuang juga uang. Itu juga hambatan, kata Heru.(CIK)

  • Bagikan