PERSIDANGAN permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap PT Jawa Pos memasuki babak penting. Dalam proses yang digelar di Pengadilan Niaga Surabaya, Dahlan Iskan selaku pemohon mengajukan nama Aris Eko Prasetyo sebagai calon pengurus.
Namun, langkah tersebut langsung menuai keberatan dari pihak PT Jawa Pos. Aris diketahui merupakan rekan satu tim dari Boyamin Saiman, pengacara Dahlan, dalam sejumlah perkara hukum yang pernah ditangani bersama.
Pengacara PT Jawa Pos, Kimham Pentakosta dari MS\&A Lawfirm, menegaskan bahwa pengurus PKPU seharusnya memiliki posisi independen. Ia merujuk pada aturan dalam Undang-Undang PKPU dan Kepailitan yang melarang adanya benturan kepentingan.
“Undang-Undang PKPU dan Kepailitan sudah mengatur kalau pengurus tidak boleh ada benturan kepentingan dengan pemohon maupun termohon,” ujar Kimham saat dikonfirmasi, Rabu (24/7).
Dalam jawaban atas permohonan yang diajukan Dahlan, pihak Jawa Pos telah menyampaikan penolakan atas pencalonan Aris. Mereka juga melampirkan sejumlah bukti yang memperkuat adanya hubungan profesional antara Aris dan Boyamin.
“Kami meminta perlindungan hukum dari majelis hakim pemeriksa supaya permainan-permainan seperti ini bisa ditolak, terlebih lagi karena PT Jawa Pos ini adalah perusahaan yang tidak punya utang sama sekali kepada kreditor-kreditor yang diajukan,” tambah Kimham.
Sementara itu, Aris Eko Prasetyo tidak membantah bahwa pencalonannya sebagai pengurus PKPU ada kaitan dengan kedekatannya dengan Boyamin. Menurutnya, hal tersebut merupakan praktik yang umum dalam perkara PKPU.
“Semua pasti menunjuk pengurus yang dia kenal. Karena calon pengurus akan ditanya kesediaannya. Bagaimana bersedia kalau tidak saling kenal,” terang Aris saat dihubungi terpisah.
Terkait keterlibatannya dalam tim hukum bersama Boyamin, Aris menyebut hubungan itu hanya bersifat profesional. Ia menegaskan tidak memiliki konflik kepentingan, baik dengan pemohon maupun dengan pihak Jawa Pos.
“Yang tidak boleh itu adanya konflik kepentingan dengan debitur. Kalau saya profesional saja. Saya tidak ada konflik kepentingan dengan Dahlan maupun Jawa Pos,” ucapnya.
Di sisi lain, sidang kemarin juga menghadirkan agenda penyerahan bukti-bukti oleh Dahlan selaku pemohon. Pengacaranya, Utomo Kurniawan, menyebut telah mengajukan total 27 dokumen yang diklaim berkaitan dengan pembagian deviden.
“Ada tiga tahun deviden yang kami permasalahkan. Yakni, tahun 2004, 2007, dan 2015. Totalnya Rp 54 miliar,” jelas Utomo.
Menanggapi hal itu, Kimham menilai bahwa bukti-bukti tersebut tidak mengindikasikan adanya utang. Menurutnya, tidak ada satu pun dokumen yang menunjukkan adanya perjanjian utang antara pihak-pihak terkait.
“Kami tidak menemukan satu pun bukti perjanjian utang, yang mana itu adalah bukti utama dalam permohonan PKPU,” ujar Kimham.
Ia bahkan menyatakan bahwa seluruh deviden milik Dahlan telah dibayarkan oleh PT Jawa Pos. Pada sidang lanjutan yang dijadwalkan berlangsung Senin (28/7), pihaknya akan menunjukkan bukti-bukti pembayaran tersebut.
“Pada sidang Senin (28/7) nanti, kami akan buktikan kalau Dahlan Iskan sudah menerima semua deviden dari Jawa Pos,” tegas Kimham. (*)