Pulau Buru dan Seram Tercemar Merkuri Benhur: Ini Kejahatan Ekologis, Harus Ditertibkan

  • Bagikan

RAYKATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun, menegaskan bahwa pencemaran lingkungan akibat penggunaan logam berat seperti merkuri dan sianida dalam aktivitas tambang di Pulau Buru dan Pulau Seram merupakan kejahatan ekologis yang harus segera ditertibkan dan atau dihentikan.

Pernyataan itu disampaikan Benhur usai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pencemaran Logam Berat Mercury dan Sianida terhadap Ekosistem dan Kesehatan Masyarakat”, yang digelar di Aula Lantai 5 DPRD Maluku, Senin, 21 Juli 2025.

“Kesimpulannya jelas. Kita harus menertibkan dan menghentikan penggunaan merkuri dan sianida. Ini adalah kejahatan ekologis yang nyata dan butuh penanganan serius. Pemerintah harus ambil kebijakan tegas,” kata Benhur.

Ia menyatakan, DPRD mendukung penuh seluruh rekomendasi ilmiah yang disampaikan dalam forum tersebut, termasuk larangan total terhadap penggunaan merkuri. Menurutnya, keputusan Gubernur Maluku menutup sementara tambang di Gunung Botak adalah langkah awal yang tepat, namun perlu ditindaklanjuti dengan larangan menyeluruh terhadap bahan berbahaya.

“Kalau masih ada yang pakai merkuri, kita tolak. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi soal masa depan lingkungan dan generasi kita,” tegasnya.

Benhur mengakui bahwa persoalan tambang ilegal juga berkaitan erat dengan aspek sosial. Banyak warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas tersebut. Karena itu, ia mendorong pendekatan solutif dan manusiawi dalam menata kembali sistem pertambangan rakyat.

“Kita tidak menutup mata terhadap kebutuhan masyarakat. Tapi tambang harus ditata, jangan dibiarkan merusak masyarakat secara perlahan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti ketimpangan hasil tambang yang lebih banyak dinikmati oleh investor luar daerah, sementara masyarakat lokal justru menjadi korban dari pencemaran dan kemiskinan.

“Yang untung orang luar, rakyat kita cuma jadi penonton. Ini tidak adil. DPRD akan perjuangkan agar pengelolaan sumber daya kita benar-benar untuk rakyat Maluku,” tandasnya.

Benhur menegaskan bahwa hasil FGD dan temuan ilmiah tersebut akan dijadikan pijakan bagi DPRD dan pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan konkret demi keberlangsungan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

“Ini bukan cuma diskusi biasa. Ini rekomendasi ilmiah yang harus dikawal. DPRD akan perjuangkan ini sampai tuntas,” janjinya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pattimura (Unpatti), Prof. Yustinus Male, dalam paparannya menjelaskan bahwa hasil riset selama lebih dari satu dekade menunjukkan tingginya kontaminasi merkuri pada tanah, tumbuhan, hewan, dan perairan di sekitar lokasi tambang.

“Ini belum terlambat untuk ditertibkan, tapi kalau dibiarkan, dampaknya akan jauh lebih besar. Merkuri masuk ke rantai makanan dan kembali ke manusia,” ujarnya.

Ia juga memperingatkan bahwa limbah tambang berpotensi mencemari wilayah pesisir lainnya, termasuk Teluk Tiru, akibat arus laut yang membawa sedimen beracun.

Meski kadar merkuri masih tergolong rendah, Prof. Yustinus menilai hal itu sebagai sinyal bahaya dini yang harus ditanggapi serius. Ia mendorong penerapan tata kelola tambang yang bertanggung jawab dan bebas bahan berbahaya (B3).

Senada dengan itu, Ketua LPPM Unpatti, Dr. Steven Huliselan, menekankan pentingnya edukasi kepada para penambang ilegal.

“Banyak dari mereka tidak tahu bahayanya. Kita harus beri pemahaman agar mereka sadar bahwa ini bukan hanya merusak lingkungan sekarang, tapi juga masa depan anak cucu mereka,” pungkasnya. (CIK)

  • Bagikan