Bacarita Habib’s

  • Bagikan

Ini untuk kali kelima dialog bertema: Dudu Bacarita Deng Habib’s digelar. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, dialog kali ini punya tempat berbeda. Terbilang luks. Tepatnya di Lantai 5 Hotel Santika, Ambon, Rabu, (16/7/25).

Penggagas dialog sekaligus menjadi host malam itu tak lain Habib Rifqi Alhamid alias HRA. Ketua Yayasan Ar Rahmah Ambon ini sudah sering mengadakan dialog khas lintas kelompok dan generasi di kota ini dengan tema beragam seputar toleransi, pesaudaraan, dan kerukunan.

Saya termasuk mendapat kesempatan menghadiri undangan ini. Tulisan ini merupakan bagian dari pokok-pokok pikiran yang saya rekam dari dialog yang juga dihadiri dan menjadi pembicara yakni Walikota Ambon Bodewin Wattimena Pimpinan Majelis Rasulullah Gorontalo Habib Salim Bin Abdurrahman Aljufri, dan Anggota DPRD Provinsi Maluku M.Reza Mony.

Hadir pula Ketua DPRD Kota Ambon Mouritz Librecht Tamaela, SE dan sejumlah anggota dewan, aktivis, latupati, dan lintas komunitas di kota ini.

Walikota yang menjadi juru pembuka dialog malam itu menguraikan cukup panjang dan tuntas terutama soal 17 Program Kerja Walikota Bodewin bersama Wakil Walikota Ibu Ely Toisuta.

Walikota Bodewin cukup detail menguraikan masalah terkait program kerja terutama soal penanganan di Pasar Pantai Mardika dan Terminal Mardika.

Dengan spesifik ia menjawab pertanyaan Ustad HRA seputar di balik ikhtiar, mimpi, dan kiat apa saja sehingga problem pasar dan terminal yang sudah berlangsung lama itu bisa diatasi oleh seorang Bodewin Wattimena dengan tenang tanpa ada protes dan keributan.

Termasuk pertanyaan tentang “nasib” Pasar Mardika dan Terminal Mardika pasca penertiban apakah dibiarkan begitu saja tanpa solusi jangka panjang.

Semua pertanyaan itu diuraikan Walikota Bodewin tanpa pretensi apapun kecuali dengan niat baik bagaimana menjadikan pusat perdagangan yang menjadi kebanggaan warga Kota Ambon itu tertata baik dan menjadi ikon kota ini.

Dari dialog itulah ia meminta warga Kota Ambon untuk bersabar sebab tak lama lagi pembangunan Pantai Pasar Mardika yang kini sudah dibongkar itu akan segera dibangun di bibir pantai itu berupa taman dan “Papalele Square” untuk menambah keindahan. “Kita akan bangun taman dan Papalele Square dari Pelabuhan Kecil hingga Sungai Batumerah,” ujarnya.

Langkah perbaikan pasar dan terminal di pantai ini harus dimulai untuk merespon pertanyaan masyarakat pasca penggusuran. “Upaya ini sekaligus untuk menjawab warga setelah pedagang ditertibkan,” ujarnya.

Dalam dialog itu, HRA memang sempat bertanya seputar kiat, mimpi, dan strategi apa saja sehingga seorang Walikota Bodewin Wattimena bisa menggerakkan kemampuannya mengatasi problem di tengah semrawutnya pedagang.

Menjawab HRA, Walikota Bodewin mengaku tidak punya firasat apapun kecuali hanya karena niat dan keikhlasan untuk ingin membawa suasana perubahan di kota ini.

“Jabatan walikota itu hanya lima tahun. Kalau kurun waktu yang singkat itu kita tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan kota ini maka kelak kita akan menyesal. Itulah yang mendorong saya untuk harus berbuat,” ujar suami dari Felisa Maria Kalalo, itu.

“Tapi kan watak orang Ambon terkenal keras. Apakah ada mimpi atau ilham hingga seorang Bodewin bisa melakukan penertiban tanpa ada protes dan keributan?,” tanya HRA.

Menjawab itu Walikota Bodewin mengatakan, awalnya memang tidak mudah. Tapi dengan keyakinannya yang kuat semua rencana dan niat baik yang ia lakukan bersama perangkat Kota Ambon itu bisa teratasi.

Ia mengaku penataan Pasar Pantai Mardika termasuk satu dari 17 program kerja yang telah memilih tagline: Beta Par Ambon, Ambon Par Samua, itu.

Ini juga tidak lepas dari tanggung jawab walikota sebagai bagian dari tugas negara untuk melayani masyarakat.

Persoalan Pasar Mardika memang sudah lama berlangsung. Sejak ditunjuk oleh Mendagri Tito Karnavian sebagai Pj Walikota Ambon Mei 2022 lalu dia menjumpai kondisi di Pemerintahan Kota Ambon sedang tidak baik-baik saja. Termasuk problem di Pasar Mardika dan Terminal Mardika.

Ia menjumpai kalau di sana banyak terjadi praktek pungutan terhadap para pedagang yang cukup besar. Ini juga menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat inflasi di kota ini tidak stabil dan sulit dikendalikan.

Pasar Mardika itu adalah kebutuhan warga Kota Ambon dan harus dibuat yang terbaik. Pilihan kita saat ini hanya satu apakah mau ditata atau dibiarkan.

Ia mengatakan, Kota Ambon ini milik bersama. Dan, kebersamaan itu menjadi milik kita semua.

Tentang prinsip dalam kehidupan ia punya pandangan bahwa hidup ini kita harus terus berusaha tapi juga jangan lupa bersyukur. Sebab apa yang kita dapatkan hari ini adalah bagian dari kerja keras, tak boleh kita banding-bandingkan dengan sebelumnya sebab dalam hidup ini kita punya tantangan berbeda.

Bodewin Wattimena yang kini menjadi walikota juga punya tantangan. Ia yang tadinya tak bermimpi menjadi walikota tapi kini nasib menentukan lain dia kini telah menjadi orang nomor satu di Kota Ambon.

Jadi, hidup ini harus kita jalani serta nikmati dan jangan berputus asah. Selalu bersyukur karena kita masih diberi kehidupan oleh Tuhan. Jangan dikira setelah menjadi walikota lalu ia bisa hidup bersenang-senang. Ternyata tidak. Sebagai manusia biasa walikota juga punya problem. Bilamana terjadi hujan deras ia harus memikirkan mereka yang tinggal di lereng bukit atau dekat sungai agar tidak menjadi korban akibat longsor atau banjir.

“Jadi, tak ada ilham. Tak ada kiat ataupun mimpi. Kecuali semua ini didasarkan pada kebutuhan kota ini untuk kita harus melakukan yang terbaik agar wajah kota ini bisa berubah tanpa mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya menjawab HRA.

Walikota Bodewin tak menampik adanya anggapan bahwa semua masalah baik soal pungutan parkir dan retribusi sampah di Pasar Mardika dan Terminal Mardika menjadi tanggung jawab Pemkot Ambon. Padahal faktanya tak demikian karena di sana yang menjadi tanggung jawab adalah Pemprov Maluku.

Pemkot Ambon punya kewenangan hanya Pasar Ikan Terapung. Selebihnya menjadi tanggung jawab Pemrov Maluku. “Dari delapan pos pengamanan yang kami tempatkan di sana semua tak gratis,” ujarnya.

Di sini ia tak bermaksud melepaskan tanggung jawab sebagai walikota tapi faktanya memang demikian. Sebab, semua persoalan kerab yang menjadi sasaran adalah Pemkot Ambon. Masalahnya, siapa yang mengelola dan siapa yang menertibkan. Lalu, siapa yang menagih retribusi dan siapa pula yang harus mengangkat sampah di sana.

Penyampaian walikota ini tak bermaksud menghindar dari tugas. Ia justeru bersyukur saat yang sama menjadi walikota Pasar Mardika yang baru dibangun itu sudah berdiri sehingga tak perlu untuk membangun pasar baru.

“Tapi, soal sampah, retribusi, dan penataan pedagang di sana kita tak boleh diam. Kita harus koordinasi dan duduk bersama mencari solusi dan jalan keluar terbaik,” ujar alumni terbaik STPDN, itu.

Pun, soal jalan dan jembatan yang rusak di kota ini tidak semua menjadi kewajiban Pemkot Ambon. Karena di sana ada tanggung jawab pemerintah provinsi dan pusat. Jalan yang rusak dari arah Gereja Rehoboth hingga Latulahat, juga jalan di Pantai Mardika dan Pantai Batu Merah, masuk jalan provinsi bukan Pemkot.

Rupanya dialog khas Dudu Bacarita Deng Habib’s yang digagas HRA ini menjadi topik menarik dari soal toleransi, kerukunan, dan persaudaraan. Dihibur oleh komika Jhon Laratmase yang sekaligus Duta Ar Rahmah Ambon, dan juga Gahwa’s Band, itu membuat suasana terasa hidup.

Dengan melibatkan para pemangku kepentingan dalam Dudu Bacarita Deng Habib’s di Lantai 5 Hotel Santika Ambon malam itu selain kita bisa membangun hubungan baik dan memperkuat kohesi sosial lintas generasi antara ulama dan umarah, kita juga bisa mendapatkan gambaran tentang apa saja program dan kinerja seorang pemimpin di Kota Ambon tercinta.(*)

  • Bagikan