RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, —Publik yang tidak menyoroti soal tambang Gunung Botak yang merengut ratusan nyawa, konflik perebutan lahan. Bahkan karena racun kimia. Namun, mempersoalkan Koperasi Parusa Tanila Baru (PTB).
Koperasi PTB itu berada di jalur H, Desa Dava, Kecamatan Wailata, Kabupaten Buru, Maluku.
“Wilayah yang justru mengikuti jalur legal, dengan mengantongi Izin Pertambangan Rakyat (IPR), malah disorot dan didesak pencabutan izinnya,” kata Kapala Adat Desa Wapsalit Petuanan Kaiely Gebad Wael kepada media ini, Minggu, 20 Juli 2025.
Padahal, di Gunung Botak, lanjut Gebad Wael, tidak ada IPR, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (AMDAL) pengawasan, dan jaminan keselamatan bagi siapa pun. Namun, aktivitasnya dibiarkan terbuka, liar, dan mematikan.
“Kita harus berani bertanya: ada apa di balik semua ini? Mengapa Gunung Botak seolah menjadi ruang kebal hukum, sedangkan jalur H dijadikan kambing hitam?,” tuturnya.
Menurutnya, jika keselamatan manusia dan lingkungan yang menjadi prioritas, maka seharusnya perhatian utama diarahkan ke Gunung Botak.
“Di sana, negara sedang absen. Di sana, hukum sedang lumpuh. Dan di sana pula, kematian telah menjadi hal yang dianggap wajar seolah-olah hidup rakyat kecil tak lagi punya nilai,” tegasnya.
Sementara itu, PTB, lanjut Gebad Wael, yang mulai diarahkan ke pengelolaan tertib, justru diserang dengan isu pencemaran dan pelanggaran administratif.
“Bukannya dibenahi atau diperbaiki melalui evaluasi terbuka dan transparan, tapi malah hendak dicabut izinnya begitu saja,” ujarnya.
Ia mengajak publik berpikir jernih dan objektif. Jangan sampai mengalihkan perhatian dari sumber utama kerusakan dan korban.
“Jangan sampai kita terlihat mencari semut di jalur H, tetapi membiarkan gajah mengamuk di Gunung Botak,” imbuhnya.
Disampaikan, kalau ingin membela kepentingan rakyat, bicaralah tentang Gunung Botak. Karena sejarah akan mencatat: yang telah menimbulkan ribuan korban bukan jalur H, melainkan Gunung Botak,” tandasnya.