“Mata Kering Bisa Jadi Tanda Bahaya: Waspadai Gejala Awal Penyakit Autoimun”

  • Bagikan

Jakarta, 16 Juli 2025 — Mata kering mungkin terdengar seperti keluhan ringan, tapi tahukah Anda bahwa kondisi ini bisa menjadi alarm tubuh terhadap penyakit autoimun yang diam-diam menggerogoti sistem kekebalan? Dalam rangka Bulan Kesadaran Mata Kering 2025, JEC Eye Hospitals and Clinics mengajak masyarakat untuk tidak lagi menganggap enteng mata kering, terutama jika disertai gejala sistemik lain.

Mata Kering, Gejala Ringan yang Bisa Menandakan Masalah Besar

Selama ini, mata kering kerap disalahpahami sebagai akibat dari paparan AC, layar gadget, atau usia lanjut. Padahal, berdasarkan sebuah studi medis, antara 10 hingga 95% pasien dengan gangguan sistem imun ternyata mengalami mata kering. Data dari American Academy of Ophthalmology (AAO) pun menyebutkan, 10% pasien dry eye menderita Sindrom Sjögren, penyakit autoimun kronis yang menyerang kelenjar air mata dan air liur. Ironisnya, dua dari tiga kasus tidak terdiagnosis.

“Mata kering bukanlah kondisi ringan. Bisa jadi itu sinyal dari tubuh bahwa sistem imun sedang menyerang jaringannya sendiri,” ungkap dr. Niluh Archi, SpM (dr. Manda), Spesialis Mata Kering dari JEC Eye Hospitals and Clinics.

Tanpa penanganan tepat, mata kering akibat autoimun dapat berujung pada komplikasi serius seperti luka kornea, infeksi, hingga gangguan penglihatan permanen.


Tingginya Prevalensi di Indonesia dan Rendahnya Tingkat Kesadaran

Di Indonesia, prevalensi mata kering mencapai 27,5%–30,6%. Dalam dua tahun terakhir saja (2023–2025), JEC telah menangani lebih dari 72.000 pasien dengan keluhan dry eye. Namun sayangnya, kesadaran masyarakat akan kaitan antara mata kering dan penyakit sistemik masih rendah. Tak jarang pasien baru menyadari ada penyakit mendasar setelah kondisi matanya memburuk.


Penyakit autoimun seperti Sindrom Sjögren, lupus, rheumatoid arthritis (RA), dan scleroderma dapat menyebabkan peradangan sistemik yang memengaruhi fungsi kelenjar air mata. Gejala seperti mata perih, gatal, atau terasa berpasir bisa menjadi tanda awal kerusakan yang lebih besar dalam tubuh.

“Mata kering bisa menjadi pintu masuk untuk mendeteksi penyakit autoimun. Kolaborasi antara dokter mata dan penyakit dalam sangat krusial untuk mendeteksi masalah ini sejak dini,” jelas dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam JEC.


Pendekatan Multidisiplin dan Teknologi Canggih di JEC Dry Eye Service

Menyadari kompleksitas penyebab mata kering, JEC menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017 sebagai layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani dry eye secara komprehensif. Layanan ini tersedia di berbagai kota besar: Jakarta, Semarang, Makassar, Bali, dan Surabaya.

Melalui pendekatan multidisiplin dan teknologi diagnostik mutakhir, pasien menjalani berbagai pemeriksaan, seperti:

Dry Eye Questionnaire

Schirmer Test: mengukur produksi air mata

Tear Break Up Time (TBUT): mengukur kestabilan lapisan air mata

Ocular Surface Staining: menilai tingkat peradangan pada mata

Meibography: memantau kondisi kelenjar Meibomian

TearLab®️ Osmometer: mengukur kadar osmolaritas air mata

Setelah diagnosa ditegakkan, pasien akan mendapatkan terapi individual, mulai dari obat tetes pelumas (artificial tears), punctal plug, antibiotik atau antiinflamasi tetes mata, autologous serum, hingga teknologi terkini seperti E-eye®️ IPL Therapy dan Dry Eye Spa.

Deteksi Dini untuk Kualitas Hidup Lebih Baik

Bulan Kesadaran Mata Kering 2025 menjadi momentum penting untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap gejala yang selama ini dianggap sepele. Lewat kampanye edukatif ini, JEC berharap masyarakat lebih peka terhadap sinyal tubuh, dan segera berkonsultasi jika mengalami gejala berkelanjutan.

Mata kering bukan hanya soal kenyamanan visual — ini bisa jadi panggilan darurat dari tubuh Anda. Waspadai, deteksi dini, dan tangani secara tepat. (br)

  • Bagikan