RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, —Syaid Heder mengatakan, lokasi tambang emas Gunung Botak di Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, beroperasi sejak Oktober 2011.
Tambang ini berdampak pada masyarakat luas, terkhusus warga Buru.
Bukit yang semula utuh telah hancur akibat digali dari berbagai sisi.
“Selama lebih dari satu dekade, puluhan ribu orang berburu emas di sana. kerusakan lingkungan yang terjadi berdampak lintas generasi,” kata Syaid Heder kepada media ini.
Tidak saja kerusakan lingkungan, sambung dia, juga hilangnya korban nyawa. Tak terhitung jumlahnya berapa. Menurutnya,
eksploitasi emas secara tidak bertanggung jawab menyebabkan negara kehilangan hingga 100 ton emas pertahun.
“Salah satunya penambangan tanpa izin di Gunung Botak,” tutur Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Buru tahun 2022-2023 ini.
Ia menegaskan bahwa ini bukan persoalan koperasi yang nanti akan mengelola wilayah pertambangan rakyat, tetapi ini terkait Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang sampai sekarang masih beroperasi di Gunung Botak.
“Kerusakan lingkungan disebabkan oleh penambangan ilegal adalah kenyataan pahit yang berdampak pada masyarakat dan lingkungan Pulau Buru, sehingga sudah seharusnya negara ikut terlibat dalam mengatasi masalah yang terjadi, aturan harus di tegakkan.Peti,” teganya.
Dalam konteks ini, tambah dia, mengacu pada PETI, yang dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah dianggap ilegal karena tidak memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi.Pada kesempatan itu juga Syaid menyampaikan untuk menambang sesuai dengan kaidahnya dan dengan bijak.
“Karena kita menambang hari ini untuk kepentingan anak cucu kita kedepan, untuk masyarakat buru, untuk orang banyak, dan untuk daerah atau Kabupaten Buru,”tandasnya.