KNPI Desak Lanud Transparan Terkait Kasus KDRT

  • Bagikan

RakyatMaluku.fajar.co.id – KOMITE Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Maluku mendesak Pangkalan Udara (Lanud) Pattimura Ambon agar bersikap transparan dan profesional dalam menangani kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh seorang anggota TNI AU terhadap istrinya.

Kasus ini menimpa WK (24), yang melaporkan suaminya, Prajurit Kepala (Praka) TLS (28), personel Lanud Pattimura, ke Polisi Militer Angkatan Udara (POMAU) pada Agustus 2024. Namun hingga kini, proses hukum terhadap pelaku dinilai berjalan lambat dan tidak transparan.

“Mendesak Lanud Pattimura untuk mengusut tuntas dugaan KDRT dan penelantaran secara transparan, adil, dan profesional,” kata Ketua Bidang Transportasi Laut dan Darat DPD KNPI Maluku, Zainal Uar, kepada Rakyat Maluku, Senin, 23 Juni 2025.

KNPI menilai tindakan kekerasan yang dilakukan Praka TLS harus diproses secara hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

“Termasuk penonaktifan sementara Praka TLS dari jabatannya selama proses hukum berlangsung demi menghindari intimidasi terhadap korban dan menjaga objektivitas penanganan perkara,” tegas Zainal.

KNPI juga berencana melaporkan kasus ini ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, dan Komnas HAM. Organisasi kepemudaan ini mendorong keterlibatan pengawasan independen dari lembaga-lembaga tersebut, termasuk LSM lokal, agar proses hukum berjalan terbuka dan berpihak pada korban.

Selain itu, KNPI meminta agar Danlanud Pattimura dievaluasi bila terbukti melindungi pelaku atau menghambat proses hukum. Mereka juga mendesak reformasi dan edukasi internal di tubuh TNI AU, khususnya terkait pencegahan KDRT, etika militer, serta nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan keluarga.

“Mendesak pemulihan psikologis bagi korban dan anak yang terdampak, dengan melibatkan tenaga profesional,” tambahnya.

Dijelaskan, WK dan Praka TLS menikah pada 12 Mei 2024. Namun, hanya berselang tiga bulan, yakni pada 11 Agustus 2024, WK mulai mengalami kekerasan rumah tangga. Bentuk kekerasan yang dilaporkan mencakup kekerasan verbal dan emosional berupa kata-kata kasar, ancaman, serta tekanan psikis.

Kekerasan semakin memburuk setelah korban menemukan percakapan pribadi suaminya dengan perempuan lain. Selain kekerasan fisik, korban juga mengalami kekerasan ekonomi berupa pemutusan akses terhadap nafkah, termasuk gaji suami.

“Satu bulan kemudian, pelaku menunjukkan tindakan penelantaran dengan tidak memberikan nafkah lahir secara rutin dan layak serta mengabaikan tanggung jawab emosional dan sosial sebagai suami,” ungkap Zainal.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Penerangan Lanud Pattimura, Sus Lulut Dwi Atmanto, yang dikonfirmasi melalui telepon tidak menjawab panggilan, dan pesan WhatsApp yang dikirim belum dibaca. (AAN)

  • Bagikan