Diduga Serobot Tanah, PT Jakarta Baru Diadukan ke DPRD

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, —Belasan warga adat Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, mendatangi gedung DPRD Kota Ambon untuk mengadukan dugaan penyerobotan tanah oleh PT Karya Bumi Nasional Perkasa (Jakarta Baru), yang diklaim telah menguasai tanah seluas 333.950 meter persegi di wilayah tersebut.

Kuasa hukum warga adat Negeri Passo, Fileo Pistos Noija, menyatakan bahwa lahan yang diklaim perusahaan sebenarnya merupakan tanah adat yang diwariskan secara turun-temurun oleh sejumlah marga di Negeri Passo.

“Masalah ini sudah kami sampaikan ke BPN Ambon, namun tidak ada kejelasan. Maka kami mengajukan keberatan ke DPRD dengan harapan bisa diperjuangkan sebagai hak rakyat,” kata Noija, Rabu, 18 Juni 2025.

Ia menjelaskan, adapun tanah adat yang disengketakan mencakup empat dati milik marga Rinsampessy, yakni Waimahu, Kastaru, Waissong, dan Tahala.

“Kemudian satu dati milik marga Parera yaitu Lamanumu, satu dati milik marga Tuatanassy yaitu Tahola, dan tiga dati milik marga Latupela yaitu Naputi, Jalangpua, dan Humenet,” jelasnya.

Terpisah, anggota Komisi I DPRD Kota Ambon, Zeth Pormes, mengungkapkan bahwa PT Jakarta Baru memperoleh lahan tersebut dari keluarga Persunay dan Termatury melalui pelepasan hak tanggal 3 dan 5 Oktober 1994. Berdasarkan itu, perusahaan kemudian menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 170 Tahun 1994, yang masa berlakunya berakhir pada 23 September 2023.

Namun, polemik mencuat kembali setelah seseorang bernama Everhardus Matitaputty, yang disebut bukan bagian dari anak adat Negeri Passo, mendapatkan rekomendasi dari BPN Ambon untuk melakukan pengukuran batas lahan di atas dati Waimahu milik marga Rinsampessy.

“Surat dari BPN tidak pernah sampai ke ahli waris. Justru Everhardus bersama petugas BPN melakukan pengukuran secara diam-diam. Karena itu, warga adat merasa keberatan dan melaporkan ke Komisi I DPRD,” ungkap Pormes.

Pormes menegaskan, pihaknya akan segera mengundang seluruh pihak terkait, termasuk BPN Ambon, Saniri Negeri, Pemerintah Negeri Passo, dan Kanwil Pertanahan Provinsi Maluku untuk mencari solusi terbaik.

“Kami akan panggil semua pihak. Untuk sementara, kami meminta seluruh aktivitas di atas lahan tersebut dihentikan hingga ada kepastian hukum,” tandasnya. (MON)

  • Bagikan