RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Menyikapi aksi demo sebelumnya dilakukan sekelompok orang mengatasnamakan masyarakat Negeri Hative Besar, Kecamatan Teluk Ambon, pada Kamis 12 Juni 2025 lalu di depan gedung Kantor Negeri Hative Besar, untuk meminta penjelasan alasan Pemerintah Negeri menolak surat usulan meminta agar marga de Fretes dimasukan sebagai mata rumah parentah.
Ketua Badan Saniri Negeri Hative Besar, Richard Syatauw tegaskan, Demmyand P. de Fretes alias Dedy akan diproses hukum, karena diduga sebagai otak provokasi.
Richard Syatauw katakan, Pemerintah Negeri Hative Besar mempunyai beberapa alasan mendasar, sehingga tidak menanggapi dan menolak surat yang dilayangkan Demmyard de Fretes kepada Kepala Kecamata Teluk Ambon pada 10 Februari 2025, memasukan marga de Fretes sebagai mata rumah parentah Hative Besar.
Richard Syatauw menjelaskan, surat tertanggal 10 Februari 2025 ditujukan kepada Kepala Kecamatan Teluk Ambon Baguala dan Pemerintah Negeri Hative Besar hanya menerima tembusan untuk diketahui.
” Sehingga pada prinsipnya surat tersebut lebih tepat ditindaklanjuti oleh Kepala Kecamatan Teluk Ambon bukan oleh Pemerintah Negeri Hative Besar,” ucap Richard Syatauw, kepada wartawan, Minggu, 15 Juni 2025.
Kemudian, lanjut Richard, dalam pendekatan sistem pranata adat Negeri Hative Besar, marga de Fretes sama sekali bukan marga adat Negeri Hative Besar, apa lagi dengan nama mata rumah Istana Mandalisa.
Menurut Richard Syatauw, sebuah tindakan penipuan publik dilakukan Demmyand P. de Fretes untuk penuhi ambisi dirinya untuk menjadi raja di Negeri Hative Besar.
Mata rumah Istana Mandalisa adalah mata rumah adat milik Marga de Queljoe di Negeri Kilang. Demmyand P. de Fretes alias Dedy sendiri adalah anak adat Negeri Kilang yang termasuk dalam Soa Reamoa.
“Sebagai anak adat Negeri Kilang, Demmyand P. de Fretes memiliki tanah dati di Negeri Kilang dan hal ini cukup untuk membuktikan bahawa Demmyand P. de Fretes adalah anak adat Negeri Kilang bukan anak adat Negeri Hative Besar,” ujarnya.
Dalam sejarah kepemimpinan Negeri Hative Besar di abad-16, marga de Fretes pernah menjadi pemimpin Negeri Hative Besar. Tetapi fakta sejarah yang dapat dijelaskan bahwa marga de Fretes adalah marga pemberian Portugis bagi warga lokal Negeri Hative Besar dan marga ini telah lenyap setelah abad ke-16.
“Jadi secara geneologis maupun kultur adat istiadat tidak ada hubungan kepemimpinan de Fretes di Negeri Hative Besar pada abad-16 dengan marga de Fretes di Negeri Kilang, apa lagi dengan saudara Demmyand P. de Fretes alias Dedy,” sebut Richard Syatauw.
Hal ini kemudian diperkuat dengan keterangan Saniri Negeri Kilang yang diberikan kepada Pemerintah Negeri Hative Besar. Selanjutnya, kata Richard Syatauw, yang bersangkutan Demmyand P. de Fretes alias Dedy dengan keserakahannya melakukan upaya-upaya profokasi dan mempengaruhi sekelompok masyarakat untuk melakukan demonstrasi kepada Pemerintah Negeri Hative Besar.
“Dengan tuntutan harus menerima marga de Fretes sebagai mata rumah parentah di Negeri Hative Besar. Ini suatu tindakan tidak terepuji dan tidak beradab yang menyebabkan kekisruhan di Negeri Hative Besar,” kesal dia.
Disebutkan Richard Syatauw, Pemerintah Negeri dalam hal melakukan penjaringan mata rumah parenta di Negeri Hative Besar kepada seluruh marga maupun mata rumah asli untuk memasukan dokumen yang membuktikan mereka sebagai mata rumah parentah dan dipresentasikan dalam forum seminar yang digelar oleh Pemerintah Negeri Hative Besar dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat Negeri Hative Besar.
Kemudian seminar diawali dengan presentasi dokumen sejarah setiap marga maupun mata rumah telah dilakukan penandatanganan surat pernyataan oleh perwakilan marga maupun mata rumah bahawa bersedia menerima hasil keputusan penetapan mata rumah oleh Pemerintah Negeri Hative Besar.
“Dan bagi marga atau mata rumah yang merasa dirugikan hak mata rumah untuk menjadi mata rumah dipersilahkan melakukan gugatan hukum ke lembaga peradilan terkait. Surat kesepakatan ini yang kemudian menjadi dasar bagi Pemerintah Negeri Hative Besra untuk melayani somasi ataupun keberatan dari pihak manapun setelah penetapan mata rumah parentah,” katanya.
Pada prinsipnya semua proses penetapan mata rumah parentah di Negeri Hative Besar dilakukan secara terbuka tanpa ada yang disembunyikan dengan menghadirkan seluruh komponen masyarakat berdasarkan Peraturan Daerah Kota Ambon omor 8, Nomor 9 dan Nomor 10 Tahun 2017 termasuk melaksankan amanat hak, tugas dan tanggung jawab Badan Saniri Negeri untuk memutuskan mata rumah parentah Negeri Hative Besar.
“Dalam hal ini, sebagai Pemerintah Negeri Hative Besar kami merasa prihatin sekaligus kecewa dengan kelompok pendemo yang manamakan kelompok mereka anak adat asli Negeri Hative Besar yang menutut memasukan marga de Fretes dari Negeri Kilang untuk menjadi mata rumah parentah di Negeri Hative Besar,” cetus Richard.
Dengan demikian, dalam menegakan eksistensi Negeri Hative Besar sebagai negeri adat, menolak marga de Fretes, termasuk Demmyand P. de Fretes alias Dedy sebagai bagian dari anak adat termasuk tidak mengakui marga de Fretes beserta mata rumahnya sebagai bagian dari pranata adat Negeri Hative Besar.
“ Kami akan melakukan proses hukum Demmyand P. de Fretes alias Dedy agar bertangungjawab atas tindakan pembohongan publik yang menyebabkan kekisruhan di Negeri Hative Besar,” tegasnya.
Alasan penolak surat pengusulan Demmyand P. de Fretes juga sudah sampaikan kepada perwakilan kelompok pendemo pada saat pertemuan mediasi. Tapi, mereka tidak menerima penjelasan disampaikan.
Bahkan, kata Richard Syatauw, mereka berkeras untuk harus mengikuti apa kemauan mereka dan tidak mau tau dengan proses yang telah dilakukan oleh pemerintah negeri didasarkan atas amanat peraturan daerah bukan berdasarka keinginan pribadi atau keinginan saniri negeri.
Ketidak puasan atas penjelasan pemerintah negeri, pendemo kemudian melakukan pengalihan masalah dari penetapan mata rumah parentah ke masalah pengelolaan Penghasilan Asli Desa. Sebagai bentuk ketidakpuasan mereka, kelompok pendemo ini kemudian melanjutkan aksi mereka dengan mendatangi lokasi galian C dan memblokade jalan masuk ke lokasi penggalian material galian C.
“Mereka menutut agar pemerintah negeri harus mempertanggungjawabkan anggaran PAD yang bersumber dari galian C maupun usaha perikanan jaring bobo. Dan Kami telah menjelaskan bahwa mekanisme resmi pertanggungjawaban keuangan negeri yang biasanya dilakukan pada saat musrebang negeri yang menghadirkan semua komponen masyarakat negeri,” jelas Richard.
Untuk membuktikan segala macam tuduhan penyelewangan keuangan negeri oleh Pemerinta Negeri Hative Besar, dikatakan, Richard Syatauw, secepatnya kami akan meminta inspektorat untuk melakukan audit keuangan negeri dan hasilnya akan umumkan ke masyarkat Negeri Hative Besar.
“Kami siap untuk kalau kami tidak melakukan penyelewngan kauangan negeri apa lagi sampai memperkaya diri dengan keuangan negeri. Kami Badan saniri negeri masih punya integritas diri untuk mengabdi bagi negeri. Kalau ada tindak penyelewangan keuangan negeri, kami yang terlebih dulu bertindak karena tugas kami mewakili masyarakat Negeri Hative Besar untuk hal dimaksud,” tutup Richard Syatauw. (AAN)