Rovik Ingatkan Gubernur Tak Pakai Birokrat Borjuis

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Anggota DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifudin, mengingatkan Gubernur Maluku Hendrik Leiwirissa dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath agar tidak menggunakan birokrat bergaya borjuis dalam menata struktur pemerintahan baru. Peringatan ini disampaikan menyusul rampungnya seleksi administrasi calon kepala dinas eselon II di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku.

Menurut Rovik, penempatan pejabat harus didasarkan pada kapasitas, kapabilitas, dan integritas, bukan sekadar kedekatan politik. “Mereka yang dipilih harus benar-benar punya komitmen untuk menjalankan visi-misi pemerintahan, dan bukan sekadar tampil sebagai pelengkap struktur,” tegasnya kepada wartawan, Senin, 16 Juni 2025.

Ia menekankan pentingnya menjadikan penataan birokrasi sebagai langkah strategis dalam membangun Maluku. Menurutnya, birokrat yang hanya mencari aman demi jabatan, bahkan rela memelintir aturan untuk menyenangkan atasan, harus disingkirkan dari sistem pemerintahan.

“Sudah saatnya kepala daerah menghentikan praktik birokrasi borjuis. Ini berbahaya bagi masa depan birokrasi kita. Birokrat seharusnya menjadi penyeimbang, bukan pelindung kesalahan,” tegas politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Dalam kesempatan itu, Rovik juga menyoroti kondisi RSUD dr. Haulussy Ambon yang menurutnya mengalami krisis berkepanjangan. Ia menyebut ada tumpukan utang hingga puluhan miliar rupiah yang bersumber dari pengelolaan buruk sejak masa pandemi Covid-19.

“Hutang di RSUD bukan hanya soal obat-obatan, tetapi juga hak-hak tenaga kesehatan yang belum dibayarkan sejak 2020. Ditambah lagi, pembangunan ruang operasi yang terbengkalai dan alat kesehatan yang tidak tersedia,” ungkapnya.

Karena itu, Rovik menegaskan pentingnya menempatkan sosok direktur RSUD yang benar-benar memiliki kepedulian terhadap layanan kesehatan masyarakat dan tidak terlibat dalam lingkaran persoalan lama.

Ia juga mengingatkan agar Dinas Kesehatan Provinsi Maluku diisi oleh figur profesional yang memahami tantangan sektor kesehatan secara mendalam. “Bukan sekadar loyal terhadap pimpinan, tapi benar-benar punya komitmen menyelesaikan persoalan mendasar,” tambahnya.

Terkait proses seleksi pejabat eselon II yang sedang berjalan, Rovik menegaskan bahwa hasil seleksi administratif bukan satu-satunya indikator kelayakan seseorang menduduki jabatan strategis.

“Proses seleksi itu normatif, tapi substansi terpenting adalah integritas dan dedikasi calon pejabat. Jangan sampai proses seleksi jadi pembenaran untuk meloloskan mereka yang tidak layak,” katanya.

Ia menegaskan bahwa semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengalami persoalan keuangan, khususnya utang kepada pihak ketiga. Oleh sebab itu, para calon pejabat harus memiliki keberanian dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah struktural, bukan justru menjadi bagian dari persoalan tersebut.

Mengakhiri pernyataannya, Rovik menyerukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur untuk berhati-hati dalam menentukan pejabat yang akan memegang posisi strategis dalam pemerintahan.

“Ini soal arah masa depan birokrasi kita. Jika yang dipilih adalah birokrat-birokrat borjuis yang hanya ingin menyelamatkan kursi dan jabatan, maka jangan harap reformasi birokrasi bisa terjadi. Kita butuh orang-orang yang mau bekerja, bukan yang hanya mencari aman,” tutup Rovik. (CIK)

  • Bagikan