RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku mengancam akan mengusir paksa PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) dari Provinsi Maluku jika aktivitas pertambangan perusahaan itu di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), tidak segera dihentikan.
Ancaman itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang digelar bersama mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Ambon, di Bundaran Patung Johannes Leimena, Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Sabtu malam, 14 Juni 2025.
Aksi ini merupakan lanjutan dari gelombang penolakan terhadap PT BBA yang sebelumnya juga disuarakan masyarakat di Istana Negara dan DPR RI pada Kamis, 12 Juni 2025.
Para pengunjuk rasa menilai kehadiran tambang pasir milik PT BBA di wilayah Ohoi Nerong, Kecamatan Kei Besar Selatan, telah membawa dampak negatif yang serius terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat adat Kei.
“Tambang ini bukan hanya merusak alam, tapi juga menghancurkan tatanan ekologis, sosial, dan budaya masyarakat adat Kei,” ujar salah satu pendemo dalam orasinya.
Mereka menuding pembukaan kawasan hutan lindung di sekitar Ohoi Dertutu telah menyebabkan rusaknya daerah resapan air dan hilangnya habitat flora dan fauna endemik.
Sungai-sungai kecil seperti Waer Kakar dan Waer Mangur mulai tercemar lumpur akibat aktivitas alat berat dan pembukaan jalan tambang. Selain itu, potensi kerusakan juga mengancam ekosistem laut.
“Terumbu karang dan biota laut di pesisir utara Kei Besar terancam akibat sedimentasi dan tumpahan material tambang yang terbawa ke laut,” kata perwakilan mahasiswa.
Wakil Ketua DPD KNPI Maluku, Fadel Rumakat, meminta Gubernur Maluku dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera mencabut izin operasi PT BBA dan menghentikan seluruh kegiatan pertambangan di wilayah tersebut.
Ia menegaskan bahwa KNPI tidak akan tinggal diam dan siap menggalang aksi lanjutan.
“Gabungan pemuda, mahasiswa, dan perwakilan adat akan menggelar aksi damai besar-besaran di Ambon dan Tual, serta mengirimkan petisi nasional untuk mendesak penghentian tambang dan perlindungan wilayah adat Kei Besar,” tandasnya.
Fadel menegaskan pihaknya bukan anti terhadap investasi.
“Kami justru mendukung investasi yang bertanggung jawab dan bermanfaat bagi daerah. Tapi kami menolak perampasan ruang hidup dan penghancuran lingkungan,” tegasnya.
“Kei bukan tanah mati yang bisa dikuras seenaknya. Kei adalah rumah adat kami, tanah leluhur kami, dan warisan anak cucu kami,” sambung Fadel. (AAN)