RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, —Seorang oknum guru di Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), inisial MYM alias M, dituntut pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Saumlaki.
Sebab, perbuatan terdakwa MYM alias M terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap enam anak yang masih berstatus sebagai pelajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kecamatan Selaru.
“Kami berkomitmen memberantas segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak dengan menuntut hukuman pidana penjara seumur hidup kepada seorang oknum guru berinisial MYM alias M, yang menjadi terdakwa dalam perkara kekerasan seksual,” tegas Pj. Kasi Intel Kejari KKT, Garuda Cakti Vira Tama, saat dikonfirmasi media ini, Minggu, kemarin.
Menurut Garuda, tuntutan pidana penjara seumur hidup layak dijatuhkan karena terdapat beberapa keadaan memberatkan, yaitu, perbuatan dilakukan secara berulang terhadap banyak korban, dampaknya sangat besar terhadap masa depan anak-anak korban, serta terdakwa sebagai guru sama sekali tidak menunjukkan sikap bertanggung jawab terhadap profesi maupun etika sosial.
Sementara itu, keadaan yang meringankan hanya satu, yakni terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya selama persidangan. Namun hal tersebut tidak cukup untuk menghapuskan dampak psikologis yang ditanggung para korban yang masih berusia belia dan sangat rentan terhadap trauma jangka panjang.
“Dalam tuntutannya, Jaksa juga meminta agar terdakwa tetap ditahan, serta barang bukti berupa satu unit handphone, satu buah vas bunga, satu buah matras, satu buah selimut, dan satu batang rotan agar dirampas untuk dimusnahkan,” tutur Garuda.
Kejati KKT berharap agar tuntutan ini menjadi pengingat keras bagi siapa saja, khususnya para pendidik, bahwa kepercayaan yang diberikan oleh negara dan masyarakat terhadap profesi guru harus dijaga dengan integritas dan tanggung jawab.
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang wajib dilindungi dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, maupun seksual. Negara, melalui lembaga penegak hukum, tidak akan memberi ruang dan toleransi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak,” tandasnya.
Dalam uraian tuntutannya, kata Garuda, JPU menyampaikan bahwa terdakwa merupakan tenaga pendidik yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung bagi anak-anak didiknya. Namun, yang bersangkutan justru menyalahgunakan jabatan dan kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk melakukan perbuatan keji terhadap anak-anak yang berada di bawah asuhannya.
Berdasarkan hasil penyidikan dan fakta-fakta di persidangan, diketahui bahwa terdakwa MYM alias M melakukan kekerasan seksual terhadap sedikitnya enam orang anak dalam kurun waktu antara Agustus hingga November 2024.
Perbuatan tercela itu dilakukan lebih dari 21 kali, dengan lokasi kejadian yang mencakup rumah milik dua warga masyarakat berinisial SM dan HR, serta ruang perpustakaan sekolah tempat terdakwa mengajar.
Mirisnya, perbuatan itu dilakukan dalam suasana yang terkesan sistematis dan berulang, dengan memanfaatkan relasi kuasa sebagai guru dan pembantu kesiswaan.
Modus operandi yang dilakukan terdakwa antara lain dengan menggunakan tipu muslihat, bujuk rayu, ancaman kekerasan, serta paksaan psikologis untuk membuat para korban menuruti kehendaknya.
Bahkan dalam beberapa kasus, terdakwa memaksa korban untuk melakukan perbuatan cabul dengan korban lainnya, di bawah pengawasan dan pengarahan terdakwa sendiri. Perbuatan terdakwa tidak hanya menjatuhkan martabat profesi guru, tetapi juga meninggalkan luka batin mendalam bagi para korban dan keluarga mereka.
“Atas seluruh perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa berdasarkan Pasal 81 ayat (3) dan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP,” jelas Garuda. (RIO)