Mimpi Sang Guru

  • Bagikan

Warga muslim Kota Ambon kembali berduka. Setelah sebelumnya ditinggal pergi tokoh, guru, dan Imam Besar Mesjid Raya Al-Fatah, Ambon, KH. RR.Hasanusi, kini kabar duka kembali menyertai warga kota ini menyusul wafatnya Haji Soleman Drachman, (77), Minggu, 8 Juni 2025/12 Zulhijjah 1446H.

Di kalangan muslim Kota Ambon almarhum lebih akrab dikenal dengan panggilan Ustad Emang. Ia adalah tokoh, guru, dan juga orang tua yang sangat dihormati.

Salah satu ciri khas dakwahnya lembut. Pun penampilannya low profile membuat almarhum banyak diundang menjadi penceramah. Ketika kota ini masih kekurangan pendakwah pada zamannya almarhum menjadi salah satu contoh panutan.

Namun, di usia yang mulai menua Ustad Emang lebih banyak memilih aktif di lembaga pengajian. Salah satunya yakni Majelis Taklim Namira.

Berbeda dengan majelis taklim yang lain, majelis binaan Ustad Emang ini lebih banyak memfokuskan pada bimbingan ibadah untuk manasik haji.

Tahun 1995 Majelis Taklim Namira menjadi pelopor menandai cikal bakal berdirinya majelis taklim yang digagas kali pertama oleh almarhum di pelataran Masjid Raya Al-Fatah, Ambon.

Dalam suatu kesempatan ia pernah bercerita ide munculnya Majelis Taklim Namira ini setelah ia bertemu dengan sang guru dalam mimpinya pada suatu malam di teras rumahnya. Saat itu ia baru saja kembali berhaji dari Tanah Suci.

Dalam mimpinya itu sang guru yang bernama Ustad H. Abdul Syukur Rahimi malam itu datang menemuinya. Sang ustad itu tak lain gurunya asal Desa Kailolo, Pulau Haruku, Provinsi Maluku, yang telah lama menetap di Kota Makkah.

Dalam mimpinya sang guru itu datang dan berdiri di depan pintu rumahnya di Waihaong, Ambon, sembari berdialog menyampaikan pesan agar almarhum Ustad Emang perlu melakukan sesuatu untuk kemaslahatan guna menolong agama Allah yakni membantu mereka yang akan menunaikan ibadah haji.

Apa isi pesan gurunya itu?

Menurut Ustad Emang, dalam dialognya itu sang guru ini sempat mengutip ayat Al-Quran Surah Muhammad Ayat 7 yang artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Atas mimpinya itulah Ustad Emang yang dikenal sebagai tokoh agama Ambon yang baru saja kembali dari Tanah Suci bersama rekan-rekannya itu bertekad memulai gagasannya.

“Jadi, ide mendirikan Majelis Taklim Namira ini muncul begitu saja setelah mimpi itu. Karena sepengetahuan saya dan teman-teman—setelah pulang berhaji— banyak persoalan kerab mengganjal setiap calon jamaah haji kita,” ujarnya.

Semua ini tentu membutuhkan bimbingan dan kepedulian dari para calon jamaah haji. Melalui bimbingan manasik haji ini ia berharap bisa membantu dan menambah pengetahuan mereka saat berada di sana.

Salah satu persoalan yang sering dijumpai di Tanah Suci karena kurangnya pengetahuan ataupun pemahaman mereka menyangkut tata cara saat pelaksanaan ibadah haji. Misalnya ada yang selesai tawaf langsung ber-Tahalul (bercukur rambut), padahal belum melaksanakan Saai.

Termasuk bagaimana mereka harus mengenal lokasi-lokasi ziarah atau tempat-tempat ibadah yang menjadi rukun dan wajib haji baik yang berada di Makkah dan Madinah.

Menurut Ustad Emang, pemahaman soal tata cara berhaji setiap calon jamaah haji sebelum keberangkatan harus benar-benar dipelajari dan dipraktekkan hingga mereka tiba di Makkah dan Madinah.

Karena itu sejak awal perlu diberi simulasi, dituntun dan dibekali pengetahuan dan pelajaran tentang tata cara berhaji secara mendalam agar setibanya mereka di Tanah Suci sudah punya gambaran.

Sebab tidak sedikit di antara calon jamaah haji kita belum paham dan mengetahui bagaimana posisi saat Tawaf. Atau Saai. Atau melontar Jumrah Aqabah, Ulla, dan Wusta. Atau bagaimana saat Tahalul (memotong rambut). Dan, apa saja yang perlu dipersiapkan saat menuju Padang Arafah, Musdalifah, dan Mina.

Melalui dialog panjang itu bersama temannya kemudian mengusulkan kepada Ustad Emang memfasilitasi sekaligus dipercayakan sebagai pembimbing majelis taklim.

Bak gayung bersambut Ustad Emang pun bersedia dan menjadi pelopornya. Setelah ide itu terbentuk, pada tahun berikutnya 1996 para calon jamaah haji asal Ambon pun diajak mengikuti bimbingan. Saat itu jumlah peminatnya belum banyak karena belum populer. Hanya dihitung dengan jari.

Ia pun berinisiatif menggunakan areal Masjid Raya Al-Fatah sebagai tempat manasik haji. Di pelataran itulah Ustad Emang mulai mempraktekkan dan membimbing tata cara berhaji. Selain mengajarkan soal rukun dan wajib haji, kepada mereka para calon jamaah haji juga dibuatkan simulasi untuk mengenal dari dekat posisi Kakbah dan saat memulai Tawaf.

Juga mengenal lebih dekat bagaimana posisi ketika melaksanakan Saai yakni berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Bukit Marwa. Juga praktek melontar di Mina antara Jumratul Aqabah, Ulla, dan Wusta.

Termasuk mengenali jadwal/waktu serta persiapan menuju Padang Arafah, Musdalifah, dan memahami waktu-waktu yang tepat saat melontar di Mina. Juga mempraktekkan tata cara menggunakan kain Ihram.

Simulasi atau bimbingan manasik haji itu penting. Tidak cukup hanya membaca buku saja tapi ia harus dipraktekkan.

Inilah gunanya praktek manasik haji sejak di Tanah Air, kata Ustad Emang, agar sewaktu mereka tiba di Tanah Suci ketika mengerjakan rukun dan wajib haji benar-benar tidak keliru.

Sejak ide itu dimulai dari tahun ke tahun semakin banyak calon jamaah haji Kota Ambon mengikuti bimbingan haji yang dibina Ustad Emang. Dari sebelumnya hanya puluhan calon jamaah haji yang bergabung berkembang menjadi 230 orang peserta.

“Setiap tahun angka ini tak berkurang. Bahkan tahun lalu 2018 sempat mencapai angka 250 orang,” ujar Ustad Emang.

Bertambahnya peserta bimbingan majelis taklim ini ternyata menyita animo jamaah calon jamaah haji hingga memunculkan ide dari beberapa temannya untuk melembagakan Majelis Taklim Namira ini menjadi semacam Kantor Bimbingan Ibadah Haji (KBHI). Bahkan ada yang menginginkan menjadikannya sebagai yayasan.

Namun ide itu ia tolak. Dia tak mau majelis taklim ini menjadi lahan bisnis. Sebab ia sangat terkesan dengan pesan-pesan sang gurunya di Makkah itu agar lembaga manasik haji yang didirikannya ini tidak berorientasi pada uang.

“Jadikan ini sebagai lahan pengabdian. Ingat, tidak semua calon jamaah haji itu tergolong orang mampu. Jadi, tidak boleh ada pungutan dari mereka. Kalau ada yang membantu memberikan uang kembalikan uang itu untuk kepentingan majelis taklim,” ujarnya.

Sejak ide itu digagas, belakangan dari jalan tak disangka-sangka bantuan kepada Majelis Taklim Namira terus mengalir. Melalui pesan sang guru asal Kailolo di Kota Makkah itu, Ustad Emang berkeinginan kuat agar Majelis Taklim Namira yang dibinanya ini terus dijaga dan dipelihara untuk kemaslahatan umat Islam dan juga bagi para calon jamaah haji di Kota Ambon.

Sejak bimbingan manasik haji ini berdiri 1995 hingga kini terus mendapat kepercayaan dari kaum muslim di Kota Ambon. Bahkan, tidak sedikit yang memberikan bantuan buku-buku panduan manasik haji. Begitupun bantuan dana.

Di usianya yang terus bertambah Ustad Emang melakukan kaderisasi agar estafet kepemimpinan Majelis Taklim Namira bisa beralih ke generasi muda untuk menjadi ketua majelis.

Setelah ia tidak lagi sebagai ketua, jabatan itu ia serahkan kepada sahabatnya H. Faisal Assagaff pegawai Dolog Kota Ambon. Namun karena temannya itu sudah pindah tugas di Ternate belakangan dilanjutkan oleh H.Amir Andalas (Alm).

Sepeninggal H.Amir Andalas jabatan ketua Majelis Taklim Namira saat ini diketuai oleh H.Fauzan Chatib, mantan Kepala Penanaman Modal Provinsi Maluku dan mantan Kadis ESDM Provinsi Maluku.

Almarhum Ustad Emang berharap melalui Majelis Taklim Namira ini kedepan ada generasi pelanjut bisa terus mengembangkan majelis taklim ini untuk kemaslahatan umat Islam terutama dalam hal bimbingan manasik haji dan umrah di Kota Ambon.

Selamat jalan sang tokoh, guru, dan panutan. InsyaAllah dilapangkan jalannya dan diterangi alam kuburnya. Aamin Yaa Rabb.(AHMAD IBRAHIM)

  • Bagikan