Jejak Terakhir Firdaus: Hilang di Binaiya, Pulang Dalam Sunyi

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Gunung tak pernah menjanjikan keselamatan. Ia hanya memberi jalan, sisanya adalah takdir manusia.

Di antara sunyi lembah dan deras aliran Sungai Yahe, Kabupaten Maluku Tengah, regu pencari itu berhenti melangkah.

Di tepi sebuah tebing curam, jasad Firdaus Ahmad Fauzi akhirnya ditemukan, Sabtu, 17 Mei 2025, sekira pukul 14.30 WIT.

Setelah 21 hari pencarian penuh harap dan doa, pendaki 27 tahun asal Bogor, Jawa Barat itu, kembali tapi tidak dalam keadaan hidup.

Firdaus, yang sejak 26 April lalu dinyatakan hilang saat mendaki Gunung Binaiya, ditemukan di kawasan Lembah Terjun Aimoto, lokasi yang dikenal sangat sulit dijangkau manusia.

Lokasinya berada di antara jalur pendakian dan kawasan jurang, dengan akses sempit, licin, dan penuh risiko maut.

Firdaus bukan pendaki pemula. Ia membawa pengalaman, tekad, dan cinta pada alam. Tapi Binaiya, gunung tertinggi di Maluku yang menjulang 3.027 meter di atas permukaan laut, bukan sekadar destinasi petualangan. Gunung ini adalah ujian ketahanan, spiritualitas, bahkan pertaruhan nyawa.

Ia hilang setelah terpisah dari rombongan di sekitar Nasapeha, sebuah titik krusial dalam jalur pendakian.

Sejak saat itu, tim SAR pun dikerahkan. Namun setelah seminggu pencarian tanpa hasil, operasi dihentikan pada 4 Mei 2025 karena keterbatasan logistik dan cuaca buruk.

Keluarga menolak menyerah. Masyarakat, komunitas pendaki, hingga pemerintah daerah mendesak agar pencarian dilanjutkan. Desakan itu dijawab Operasi SAR tahap kedua yang dimulai 12 Mei 2025.

Berbeda dari pencarian sebelumnya, kali ini masyarakat adat Nusawele Saunulu dilibatkan dan dibantu para relawan pecinta alam Maluku.

Mereka tidak hanya membawa fisik dan tenaga, tapi juga nilai-nilai spiritual dan ritual adat yang dipercaya mampu menuntun pencarian.

Tim SAR dibagi menjadi tiga regu (SRU). SRU 1 menuju Nasapeha untuk prosesi upacara adat, SRU 2 menyisir wilayah Isilali, dan SRU 3 menyusuri Sungai Yahe, tempat terakhir jejak Firdaus terdeteksi.

Pada hari ke-6 pencarian tahap kedua, SRU 1 dan 2 memutuskan bergabung. Mereka menyusuri Sungai Yahe dari hulu ke hilir, jalur curam yang sempat ditinggalkan pada pencarian awal karena minimnya peralatan.

“Korban ditemukan tidak jauh dari titik terakhir jejaknya terdeteksi saat operasi SAR pertama,” ujar Koordinator Tim SAR Relawan Pecinta Alam Maluku, M. Nazir Rumra, saat dihubungi media ini, Minggu, 18 Mei 2025.

Jasad Firdaus berada di sisi sungai, di bawah tebing berbatu. Ia tak pernah jauh dari titik hilangnya. Hanya saja, jaraknya terlalu ekstrem untuk dijangkau sebelumnya.

Proses evakuasi dilakukan perlahan. Medan terjal membuat perjalanan membawa jasad Firdaus ke Desa Piliana menjadi sangat melelahkan. Relawan SAR menggunakan tandu dan kantong jenazah, serta perlengkapan keselamatan lainnya.

Di Desa Piliana, kakak Firdaus telah menunggu. Tak ada kata-kata, hanya pelukan, air mata, dan isak yang mengiringi kepulangan sang adik.

Gunung Binaiya tak bersuara. Tapi kisah Firdaus membuat banyak orang diam dalam keheningan panjang. Sebuah pelajaran bahwa alam harus dipahami bukan hanya dengan semangat penaklukan, tapi juga dengan kerendahan hati dan kesiapan.

Firdaus bukan sekadar nama dalam daftar pendaki yang gugur. Ia adalah simbol dari semangat eksplorasi, kekuatan cinta keluarga, solidaritas tim SAR, dan kehormatan tradisi lokal. Kisahnya adalah mozaik dari manusia dan alam, yang kadang berakhir tragis, namun selalu menyisakan makna.

Kini, Gunung Binaiya menyimpan satu nama dalam diamnya. Tapi di hati mereka yang mengenal dan mencintainya, jejak Firdaus akan terus hidup sebagai cahaya kecil di tengah sunyi rimba Maluku. (RIO)

  • Bagikan