Tanah Ini Disiram Darah Pejuang, Jangan Noda dengan Perpecahan

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Di antara deru angin kepulauan, ratusan pasang mata tertuju pada satu titik, Lapangan Pattimura, Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.

Di sanalah, 208 tahun silam, bara perlawanan berkobar. Kapitan Pattimura dan para pejuang tanah Lease menyalakan api perjuangan yang tak pernah padam.

Kamis, 15 Mei 2025, pagi, bara itu kembali dikobarkan, bukan dengan parang dan salawaku, tetapi dengan tekad untuk bersatu membangun Maluku.

Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, berdiri tegak sebagai Upulatu Upacara dalam peringatan Hari Pattimura ke-208 yang mengusung tema “Lanjutkan Perjuangan Pattimura, Par Maluku Pung Bae”.

Selaku Upulatu Upacara, Gubernur didampingi Kompol Janni Parinussa yang bertindak selaku Perwira Upacara, dan AKBP Yani Reawaruw selaku Kapitan Upacara.

Dalam suasana penuh kebatinan itu, Gubernur memimpin upacara yang sakral, menyampaikan pesan-pesan yang menggugah kesadaran sejarah dan kebangsaan.

“Tanah ini pernah disiram darah pejuang. Jangan kita nodai dengan kebencian, perpecahan dan pengkhianatan terhadap nilai persaudaraan,” tegasnya dalam pidato penuh semangat.

Aura perjuangan terasa nyata ketika Gubernur menjejakkan kaki di tanah Saparua. Ia menggambarkan betapa getaran semangat Lawamena Haulala masih hidup, mengalir dari Gunung Saniri hingga ke nadi masyarakat Maluku hari ini.

“Kapitan Pattimura adalah lambang keberanian, pengorbanan dan cinta tanah air. Ia tidak berjuang untuk dikenang, tapi karena tak rela rakyatnya tertindas,” ujar Gubernur.

Peringatan ini tak sekadar seremoni. Gubernur menegaskan, perjuangan hari ini adalah perjuangan menghadapi kemiskinan, ketimpangan pembangunan, keterbelakangan pendidikan, dan keretakan nilai sosial budaya.

Pattimura masa kini, katanya, tak lagi mengangkat senjata, tetapi melawan dengan kecerdasan, inovasi, dan solidaritas.

“Kita harus bergerak bersama pemerintah, masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, anak muda, dunia usaha. Semua memiliki peran penting. Mari kita menjadi Pattimura-Pattimura di bidang kita masing-masing,” serunya.

“Sebab inilah yang diinginkan oleh Thomas Matulessy, Sang Kapitan Pattimura, sebagai bukti komitmen kita melanjutkan perjuangannya Par Maluku Pung Bae,” sambung Gubernur dengan nada berapi-api.

Gubernur menekankan pentingnya partisipasi aktif semua pihak. Ia mengajak masyarakat menjaga sejarah, menanamkan nilai-nilai perjuangan kepada generasi muda, dan menjadikan semangat Pattimura sebagai fondasi membangun masa depan.

“Jika Pattimura berani melawan penjajah demi kemerdekaan, maka kita harus berani melawan kemalasan, perpecahan, dan ketidakadilan demi kemajuan bersama,” pungkasnya.

Upacara ditutup dengan prosesi peletakan bunga oleh Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah, dan ahli waris pejuang, serta penyulutan Obor Pattimura oleh Upulatu Maluku. Api itu bukan hanya simbol, tapi nyala semangat perjuangan yang terus dijaga, agar tak padam oleh zaman.

Peringatan Hari Pattimura bukan hanya mengenang sejarah, tapi membangkitkan kembali semangat kebersamaan dalam membangun Maluku yang lebih adil, maju, dan sejahtera. Karena sebagaimana pesan terakhir Sang Kapitan: “Beta mati, tapi nanti akan bangkit pattimura-pattimura muda di tanah ini”. (RIO)

  • Bagikan