Kisah Kesadaran di Pagi Hari: Mardika Bergerak Menuju Tertib

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Pagi itu, Senin, 28 April 2025, jalan Pantai Mardika di Kota Ambon menyuguhkan pemandangan yang berbeda.

Langit membentang luas berwarna biru bersih, seolah menjadi saksi perubahan besar yang tengah terjadi di pusat denyut nadi ekonomi rakyat kecil.

Biasanya, jalan ini dipenuhi suara tawar-menawar, lapak-lapak kecil berdiri rapat di kiri kanan aspal, dan ribuan kaki berlalu lalang.

Tapi pagi itu, suasana lebih hening, namun bukan karena ketiadaan aktivitas. Justru, di balik keheningan itu, tersimpan kesadaran baru yang sedang tumbuh, kesadaran akan pentingnya keteraturan, akan pentingnya berbagi ruang.

Ela, seorang pedagang cili dan tobat yang sudah bertahun-tahun berjualan di badan jalan, terlihat dengan sabar membereskan dagangannya.

Tidak ada rasa marah di wajahnya. Tidak ada teriakan protes atau gerutuan kecewa. Ia tahu, hari ini bukan akhir dari segalanya. Ia tahu, ini adalah awal dari perubahan.

“Kita dengan kesadaran penuh tidak melawan. Kita tahu ini bukan tempat kita,” ujar Ela dengan nada pelan, sambil menyusun barang dagangannya ke dalam kantong-kantong plastik besar.

Di sekeliling Ela, ratusan pedagang lain melakukan hal serupa. Mereka membongkar lapak-lapak yang selama ini menjadi tempat menggantungkan hidup.

Ada yang melipat tenda dengan hati-hati, ada yang mengemas sayur-mayur, ada pula yang memindahkan timbangan dan meja kayu seadanya ke atas gerobak kecil.

Bagi banyak dari mereka, keputusan ini bukan perkara mudah. Bertahun-tahun mereka berjuang di ruas jalan ini, bersaing memperebutkan perhatian pembeli, bertahan di tengah panas, hujan, dan persaingan yang kadang tak adil.

Tapi hari itu, dengan ketegaran luar biasa, mereka memilih untuk percaya. Percaya bahwa mengikuti aturan akan membawa masa depan yang lebih baik, tidak hanya untuk mereka, tetapi juga untuk kota yang mereka cintai.

Pemerintah Kota Ambon, melalui Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan (Dishub), bersama aparat TNI dan Polri, turun langsung melakukan penertiban. Penertiban ini dipimpin oleh Walikota Ambon, Bodewin Wattimena.

Berbeda dengan banyak kisah penertiban yang berakhir ricuh di tempat lain, di Mardika tidak ada teriakan. Tidak ada aksi saling dorong. Tidak ada air mata dipaksa tumpah oleh kekerasan.

Wattimena mengungkapkan bahwa keberhasilan ini adalah hasil dari proses panjang. Sosialisasi telah dilakukan jauh-jauh hari.

Pemerintah tidak sekadar datang membawa surat perintah, tapi membangun dialog, mendengarkan keluhan pedagang, menjelaskan rencana masa depan pasar, dan meyakinkan mereka bahwa ini bukan sekadar penggusuran, melainkan penataan demi kebaikan bersama.

“Kegiatan penertiban ini sudah kita sampaikan jauh-jauh hari. Sosialisasi dilakukan dengan pendekatan persuasif. Maksud kita adalah, ketika tindakan penertiban ini dilakukan, semua sudah siap, semua sudah tahu apa yang harus mereka lakukan,” kata Wattimena di tengah kegiatan penertiban.

Tak sedikit pedagang yang bahkan berinisiatif membongkar sendiri lapaknya sebelum petugas datang.

Sebuah pemandangan langka yang memperlihatkan bahwa di tengah kerasnya perjuangan hidup, ada ruang bagi kearifan untuk tumbuh.

Rasid, salah satu pedagang yang juga memilih patuh hari itu, mengaku sebelumnya tetap bertahan berjualan di badan jalan karena arus pembeli di gedung pasar baru masih belum stabil. Banyak pembeli lebih memilih belanja di area terbuka yang lebih mudah diakses.

Namun ia kini menaruh harap, dengan relokasi serempak ini, para pembeli juga akan terbiasa masuk ke dalam gedung pasar baru.

“Kalau semua pedagang di dalam, pembeli juga pasti akan masuk. Kita optimis, asal kita sama-sama,” kata Rasid.

Ela pun berbagi harapan serupa. Baginya, yang terpenting bukan sekadar tempat berjualan, tetapi keberlangsungan hidup yang adil dan tertib. Ia percaya, dengan dukungan semua pihak, pasar baru Mardika akan hidup dan membawa manfaat bagi semua.

Penertiban ini, lebih dari sekadar menertibkan ruang jalan. Ini adalah pelajaran tentang kesadaran kolektif sebuah komunitas. Tentang bagaimana masyarakat bisa memilih untuk bergandengan tangan bersama pemerintah, bukan berhadapan sebagai lawan.

Wattimena berharap, dengan lancarnya arus kendaraan di kawasan Pantai Mardika, kemacetan parah di Jalan Tulukabessy bisa diatasi. Jika jalur alternatif di pesisir pantai bebas dari hambatan, maka sebagian besar kendaraan dapat dialihkan, mengurangi penumpukan di jalur utama kota.

“Kita berharap dari penertiban ini, jalan Pantai Mardika akan lancar sehingga bisa membantu atasi kemacetan di Jalan Tulukabessy yang terjadi selama ini,” tandasnya.

Di akhir penertiban, semua pihak yang terlibat mulai dari Satpol PP, Dinas Perhubungan, TNI/Polri, hingga Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi, mendapatkan apresiasi atas kerja keras mereka.

Namun apresiasi terbesar layak diberikan kepada para pedagang. Mereka yang dengan kesabaran dan kesadaran penuh memilih untuk menjadi bagian dari perubahan, bukan menjadi penghalang bagi kemajuan.

“Terima kasih untuk semua pihak yang terlibat. Yang paling utama, kepada para pedagang yang dengan kesadaran sendiri mau membongkar lapak mereka. Ini bentuk kedewasaan kita bersama,” ucap Wattimena dengan nada penuh haru.

Di bawah langit biru Ambon pagi itu, Mardika mengajarkan kita semua satu hal penting, bahwa perubahan, sebesar apa pun tantangannya, akan menjadi indah bila dilandasi kesadaran dan rasa memiliki. (MON)

  • Bagikan