Hawear, Solusi Penyelesaian Konflik di Malra

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Konflik antar warga kerap terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Seperti di lokasi Karang Tagepe, Ohoijang, Perumda, Lorong Kalwedo dan Pokarina, yang menjadi langganan bentrok.

Semua upaya untuk mengatasi bentrok telah dilakukan, termasuk penegakan hukum kepada para pelaku. Namun, tindakan ini belum membuahkan hasil. Konflik masih terus terjadi.

Untuk mencegah konflik yang tak kunjung selesai, Polres Malra bersama Pemerintah Kabupaten serta Forkopimda dan tokoh masyarakat, tokoh agama hingga tokoh adat menempuh upaya lainnya. Di antaranya, melakukan upaya hukum sasi adat atau hawear dan ritual sumpah adat.

Proses adat ini dihadiri raja-raja di antaranya, Faan Rat an. Patrisius Renwarin, Raja Ibra Agung Renwarin, Raja Danar Abdul Gani Hanubun, Raja Watlar Leopold Rahail, Raja Ohoinangan Muhamad Rusbal, Raja Nerong M. Ekan Refra, dan Raja Yarbadan Darwis Renhoran.

Sasi Hawear dan sumpah adat yang dilaksanakan di Taman Landmark, Ohoijang, sejak 28 Maret 2025 hingga saat ini belum dicabut. Hasilnya positif, di mana sejumlah lokasi yang sering terjadi konflik sampai saat ini dalam situasi aman kondusif.

Langkah preventif yang dilakukan Bupati Malra M. Thaher Hanubun, beserta Forkopimda dan seluruh elemen masyarakat adat tersebut bertujuan meredam konflik yang selama ini sering terjadi.

Selain melakukan proses adat, petugas keamanan juga ditempatkan di lokasi-lokasi bentrok tersebut.

“Proses adat yang dilakukan Pemkab Malra bersama Forkopimda dan masyarakat adat di sana patut dijadikan contoh dalam penanganan konflik di daerah lain di Maluku,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Areis Aminnulla, kepada wartawan, Selasa, 5 April 2025.

Setelah dilakukan sasi Hawear dan sumpah adat, kata Kabid Humas, selanjutnya para tokoh adat memberikan sosialisasi kepada seluruh masyarakat di masing-masing wilayah.

“Proses adat juga ditandai dengan pemasangan Hawear yang bertujuan untuk menghentikan pertikaian antara dua belah pihak bertikai,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, hingga saat ini ritual adat yang dilakukan antara wilayah bekonflik di Malra masih memiliki kekuatan. Hukum adat masih dihargai, sambil tetap menghormati dan memperkuat proses hukum positif.

“Ritual ini juga menjadi sarana untuk mengatasi ketidakpercayaan yang mendalam antar kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah. Dan keberhasilan ritual ini bergantung pada ketulusan niat semua pihak dan kesediaan untuk terus melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi,” jelasnya.

Hingga saat ini, sasi adat yang menjadi inisiatif dari Polres Malra belum dicabut. Penempatan petugas keamanan juga masih disiagakan hingga situasi di daerah-daerah tersebut benar-benar aman selamanya.

“Sasi adat dan sumpah adat yang dilakukan di Maluku Tenggara dapat menjadi role model dalam penanganan konflik di sejumlah daerah di Maluku. Kami berharap, Provinsi Maluku akan selalu aman, damai dan sejahtera,” harap Kabid Humas. (AAN)

  • Bagikan

Exit mobile version