Jaksa Dinilai Lambat Ungkap Tersangka BRI Ambon

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dinilai lambat dalam mengungkap tersangka dugaan korupsi penyelewengan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Ambon Kota tahun anggaran 2023.

Pasalnya, sudah hampir satu tahun lamanya kasus ini usut Kejati Maluku sejak Mei 2024, namun sampai dengan akhir Januari 2025, Jaksa Penyidik tak kunjung mengungkap siapa saja para pejabat atau pegawai BRI Ambon yang turut serta membantu dan atau menerima uang hasil korupsi BUMN tahun 2023.

Padahal, Kejati Maluku telah merilis nilai penyelewengan keuangan BUMN pada BRI Unit Ambon Kota dengan modus nasabah topengan atau kredit fiktif sebesar Rp1,9 miliar, dan telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi di tahap penyidikan.

“Jaksa sudah harus mengungkap siapa saja yang terlibat. Sebab biasanya kalau sudah diketahui nilai kerugian keuangan negaranya, maka nama pelakunya juga sudah harus diketahui, siapa saja yang turut membantu atau menerima uang,” kata Pengamat Hukum, Henry Lusikooy, S.H., M.H, kepada media ini di Ambon, Minggu, 2 Februari 2025.

Apalagi, lanjut Henry, mantan Plt. Kasi Penkum Kejati Maluku Aizit P. Latuconsina, pernah mengatakan ke media pers bahwa penyelewengan keuangan BUMN diduga dilakukan oleh oknum pegawai bank tersebut melalui kredit fiktif dengan modus nasabah topengan untuk menguntungkan diri sendiri.

Selain itu, sambung Henry, pihak BRI melalui Kantor Cabang Ambon dalam klarifikasinya juga telah menegaskan bahwa mereka telah memberikan sanksi tegas berupa pemecatan terhadap pegawainya yang terbukti melakukan tindak pidana dalam kasus ini.

“Ini yang harus diperjelas, siapa oknum pegawai bank tersebut? Apa jabatannya? dan apakah pelakunya tunggal ataukah ada orang lain dalam hal ini atasan dia yang turut terlibat. Jangan sampai oknum pegawai bank tersebut hanya dijadikan tumbal atas perbuatan orang lain yang memiliki kewenangan,” tandasnya.

Ia menjelaskan, dalam suatu perbuatan tidak pidana korupsi, biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang. Sehingga, tidak menutup kemungkinan terdapat “kongkalikong” antara pegawai di lapangan dengan staf atau pimpinannya yang mempunyai kewenangan dalam pencairan kredit untuk nasabah.

“Biasnya di bank itu ada pegawai administrasi yang tugasnya mencatat identitas dan keperluan nasabah yang mau kredit, dan ada pegawai lapangan yang tugasnya melakukan survey lokasi calon krediturnya. Hal ini membuktikan bahwa dalam proses pencairan kredit bagi nasabah itu melibatkan lebih dari satu orang yang patut diduga melakukan persekongkolan untuk memuluskan rencana mereka,” jelas advokat senior itu.

Terkait hal itu, Kasi Penkum Kejati Maluku Ardy, mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku.

Menurut Ardy, setelah menerima hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP, selanjutnya Tim Penyidik Pidsus akan melakukan gelar perkara untuk penetapan saksi-saksi yang patut diduga bertanggungjawab sebagai tersangka.

“Untuk kasus BRI Ambon, penyidik masih menunggu perhitungan dari BPKP,” kata Ardy, saat dikonfirmasi media ini di kantornya.

Dikatakan Ardy, untuk dokumen-dokumen terkait, Jaksa Penyidik telah menyerahkan semua yang dibutuhkan oleh Tim Auditor BPKP untuk dipelajari dan ditindaklanjuti dalam kepentingan audit kerugian keuangan negara.

“Kita sudah ekspose di BPKP, dan kita juga sudah serahkan dokumen apa saja yang dibutuhkan BPKP. Kalau nanti ada dokumen yang masih kurang, tentu akan dikoordinasikan untuk dilengkapi,” jelasnya.

Ditanya soal akibat penyelewengan keuangan BUMN yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara pada BRI Unit Ambon Kota kurang lebih sebesar Rp1,9 miliar, Ardy menjelaskan bahwa kerugian tersebut merupakan hasil audit internal BRI.

“Meskipun sudah ada temuan internal (BRI), tetap kita meminta pihak BPKP untuk menghitung kembali total kerugian keuangan negaranya untuk kepentingan persidangan,” pungkasnya.

Para nasabah BRI yang sebelumnya diperiksa Jaksa Penyelidik menceritakan, awalnya sekitar Februari 2023, pegawai BRI Unit Ambon Kota yang diduga sebagai terlapor dalam kasus ini menghubungi orang-orang yang dikenalinya yang juga nasabah BRI untuk meminta bantuan.

Bantuan dimaksud yaitu menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) nasabah untuk pengajuan dana kredit usaha di BRI yang bersumber dari keuangan BUMN. Dimana, saat itu Fita menyampaikan bahwa dia terpaksa mencari nasabah untuk kredit usaha guna penuhi target agar bisa naik jabatan menjadi supervisor.

“Para nasabah ini memberikan KTP mereka karena FJ alias Fita menjanjikan bahwa ke depan nasabah aman dan tidak akan ditagih oleh pihak bank (BRI) untuk pembayaran angsuran setiap bulannya. Sebab semua akan dibayar oleh FJ,” beber sumber media ini yang meminta namanya dirahasiakan.

Setelah kredit cair sebanyak Rp10 juta per nasabah, lanjut sumber itu, mereka disuruh FJ alias Fita untuk kembali mentransfer uang tersebut ke nomor rekening tertentu masing-masing sebesar Rp9.500.000. Kemudian nasabah diberikan uang masing-masing Rp250 ribu sebagai biaya ganti rugi transportasi dan uang makan selama proses kredit.

Seiring berjalan waktu, tambahnya, para nasabah tiba-tiba dihubungi oleh pihak BRI lantaran belum membayar angsuran kredit hingga lewat tanggal jatuh tempo. Padahal, sebelumnya FJ alias Fita telah berjanji bahwa dirinya yang akan membayar semua angsuran nasabah.

“Karena merasa dirugikan, para nasabah ini menyampaikan kepada pihak BRI bahwa mereka tidak menggunakan uang kredit tersebut. Dan saat uang cair, ibu Fita langsung menyuruh nasabah mentransfer uang tersebut ke rekening tertentu,” ungkap sumber itu.

“Para nasabah juga sudah didatangi pihak BRI dan telah menandatangani surat penyataan bahwa mereka tidak menggunakan uang kredit tersebut,” tambahnya. (RIO)

  • Bagikan

Exit mobile version