RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penyidikan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan talud pengendalian banjir di Kabupaten Buru tahun 2020 senilai Rp14,7 miliar yang bersumber dari dana pinjaman program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) oleh Pemerintah Provinsi Maluku dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), sudah dalam tahap pemberkasan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
“Tim penyidik sementara menyelesaikan kasus SMI Talud di Kabupaten Buru yang sudah dalam tahap pemberkasan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Ardy, saat dikonfirmasi media ini, di kantornya, Rabu, 22 Januari 2025.
Jika proses pemberkasan perkara telah rampung, kata Ardy, selanjutnya Jaksa Penyidik akan melimpahkan berkas perkaranya kepada Penuntut Umum untuk diteliti kembali kelengkapan berkas perkaranya atau tahap I, guna kepentingan persidangan.
“Kalau sudah selesai pemberkasan, Jaksa Penyidik kirim berkas ke Penuntut Umum untuk diteliti. Hal ini untuk memastikan berkas perkaranya telah lengkap atau masih ada yang perlu dilengkapi. Seperti misalnya dokumen terkait atau keterangan saksi,” jelasnya.
Dia menjelaskan, dalam penyidikan kasus tersebut, telah ditetapkan dua orang sebagai tersangka, masing-masing berinisial AM selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan MS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Bidang Marga dan Bina Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Maluku.
“Kedua tersangka ini juga sudah ditahan di Rutan Kelas IIA Ambon untuk kepentingan penyidikan, yakni agar mereka tidak melarikan diri, tidak merusak atau menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi tindak pidana,” jelas Ardy.
Dikatakan Ardy, perbuatan kedua tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil audit BPKP Nomor: PE.03.03/SR/SP-590/PW25/5/2024 tanggal 22 Maret 2024, sejumlah Rp1.023.870.488.
“Kedua tersangka dijerat dengan Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” pungkasnya.
“Dan dijerat dengan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” sambung Ardy. (RIO)