RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) melalui Kuasa Hukum Firel Sahetapy and rekan, melaporkan sejumlah pemilik usaha yang bergerak dalam bidang perhotelan, cafe, restoran, karaoke, ke Polda Maluku karena tidak membayar royalti selama tahun 2024.
“Berdasarkan laporan itu, kami penyidik tentu harus berproses,” kata Kanit I Sub Direktorat (Subdit) I Industri, Perdagangan, dan Investasi (Indagsi) Polda Maluku, AKP Pieter Matahelemual, kepada Rakyat Maluku di Markas Krimsus, Kota Ambon, Senin, 21 Januari 2025.
Dalam penegakan hukum, sambung AKP Pieter, ada dua, yakni penyelidikan dan penyidikan. Pada proses itu, lanjut AKP Pieter, ada pentahapan yang dilakukan. Meskipun ada laporan itu, penyidik mencari jalan tengah dengan memediasi kedua bela pihak.
“Karena itu kita memanggil pelaku usaha itu, kemudian meminta keterangan dan lihat permasalahannya apa. Karena itu kita menindaklanjuti memediasi,” jelasnya.
Olehnya itu, kata AKP Pieter, Subdit I mengambil langkah mediasi agar persoalan pembayaran royalti kepada pemilik lagu atau pencipta bisa diselesaikan
“Kalau kita panggil satu abis satu tentu waktu kita habis. Jadi kita panggil semuanya untuk dimediasi. Kami berterima kasih kepada pelaku usaha karena sudah hadir dan menyampaikan keluhan mereka kepada LMKN, dan kami bersyurkur juga LMNK sudah memberi pencerahan kepada pelaku usaha,” ucapnya.
Namun, sambung AKP Pieter, dalam pertemuan ini tidak ditindaklanjuti oleh pemilik usaha untuk membayar royalti, maka proses hukum akan dilakukan.
“Ada kurang lebih 50 pelaku usaha yang dilaporkan. Dan yang hadir ini sudah memenuhi semuanya. Jika ini tidak dilaksanakan proses hukum tetap kita kedepankan,” tandanya.
Sementara itu, Komisioner LMKN Bidang Lisensi Johnny Maukar menjelaskan, sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM memberi tugas kepada LMKN untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
“Jadi, mengumpulkan royalti dari pelaku-pelaku usaha yang menggunakan musik di tempat usahanya dan mendistribusikan royalti itu kepada pemegang hak, pencipta lagu, pelaku pertunjukan dalam hal ini penyanyi, musisinya juga perusahan rekaman,” kata dia.
Untuk itu, LMKN sudah sering melakukan sosialisasi. Bahkan, Kota Ambon tiga kali sosialisasi soal hak cipta ini. Kerjasama dengan Kanwil Hukum dan Dinas Pariwisata Kota Ambon.
“Dan sejak 2016 di Ambon sudah banyak yang membayar royalti, waktu itu lewat KCI. Jadi kalau dibilang belum tahu, dalam hukum semua orang dianggap harus tahu begitu,” terangnya.
Dengan mediasi ini, tambah Maukar, yang menjadi keberatan sudah disampaikan, apa yang bisa dinegosiasikan terkait mengurangi pembayaran dalam bentuk dispensasi juga disampaikan.
“Jadi sekarang tinggal itikad baik. Kalau ada perdebatan tidak mau bayar royalti, itu nanti di pengadilan,” tutupnya. (AAN)