Selamat Jalan Tokoh Pers Pak HM.Alwi Hamu

  • Bagikan

Belum sepekan kepergian tokoh pers nasional Pak Atmakusumah kini menyusul Pak HM.Alwi Hamu. Kepergian tokoh pers nasional asal Sulawesi Selatan dalam usia 80 tahun ini beredar luas di grup WA juga di medsos.

Mereka merasa kehilangan sosok yang telah berjasa dalam pengembangan pers nasional dan daerah itu. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Kepergian Founder PT Media Fajar Group, hari ini, Sabtu,18 Januari 2025, pukul 06.50 WIB di RS. Puri Indah Jakarta Barat, tentu menyisakan banyak cerita sukses dan suka-duka dalam membangun bisnis surat kabar dan dunia usaha.

Salah satunya adalah cerita seputar dua sahabat yang saling membesarkan antara almarhum Pak Alwi Hamu dan HM.Jusuf Kalla (JK).

Tokoh Sulawesi Selatan ini sejak menjadi aktivis kampus di Makassar hingga di usia senja tetap punya hubungan baik dan terjaga hingga menjelang ajal tiba.

Dalam beberapa kesempatan bila kedua tokoh ini bertemu dalam sebuah acara keduanya selalu bercerita tentang jatuh bangun mereka membangun usaha dari seorang tukang cukur rambut hingga menjadi pengusaha sukses di bisnis percetakan buku dan surat kabar.

Dalam suatu acara yang saya ikuti di Jakarta tujuh tahun lalu, September 2018, Pak JK pernah memuji sahabatnya ini sebagai seorang pekerja keras.

“Kawan saya ini punya kemampuan. Kalau ada yang tanya tukang cukur di Makassar saya bilang tanya saja ke Alwi. Itu hebatnya Pak Alwi,” puji Pak JK saat ketika memberikan sambutan aacara launching Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta beberapa tahun lalu, 2018.

Ketua MPR H.Zulkifli Hasan yang hadir saat itu ikut senyum mendengar cerita Pak JK itu.

“Namun tidak semua usaha Pak Alwi itu berhasil. Ada pula yang gagal. Yang gagal ya bisnis tukang cukur rambut itu. Kadang-kadang saya bingung dengan Pak Alwi. Alwi ini wartawan atau pengusaha,” ujar Jusuf Kalla disambut tawa undangan.

Begitulah indahnya persabatan dua sosok sahabat asal Bugis yang selalu saling membesarkan dan tetap menjaga silaturahmi di usianya —meminjam istilah Pak JK— yang kala itu sudah memasuki Seri 7, itu.

Di kesempatan lain, ketika memberikan sambutan pada acara pengresmian gedung Universitas Fajar (UNIFA) Makassar, Jumat, (26/1/18), Pak JK yang adalah Wakil Presiden RI saat itu juga bercerita masa lalu mereka ketika masih aktif sebagai mahasiswa.

Di era tahun 60-an trio ‘bersaudara” Pak Alwi, Pak JK, dan Pak Aksa Mahmud sudah dikenal sebagai aktivis kampus dan tokoh pergerakan mahasiswa. Sebagai aktivis mereka kerap terjun ke jalan menentang kebijakan pemerintah.

Itu dulu.

Setelah mereka menyelesaikan studi situasi politik di Tanah Air pun berubah. Pak JK akhirnya banting setir dari tadinya seorang aktivis kemudian memilih menjadi pengusaha.

Pak Alwi Hamu dan Pak Aksa Mahmud pun diajaknya. Sebab mereka menyadari memperbaiki keadaan masyarakat tak cukup hanya dengan turun ke jalan berdemo. “Demo perlu tapi harus ada batasan,” ujarnya.

Dalam berjuang, kata Pak JK, kita harus tahu kapan harus berhenti. Tidak baik juga kalau demo terus-menerus sebab tak akan memperbaiki keadaan. Sebaliknya, akan menimbulkan dampak bagi dunia usaha dan tidak memberikan kepercayaan kepada pasar.

Alasan itulah yang membuat Pak JK, Pak Alwi Hamu, dan Pak Aksa Mahmud terjun menjadi enterpreneur. Ada yang bergerak di bidang usaha otomotif, media, rumah sakit, pendidikan, dan jasa konstruksi. Hingga menjelang ajal tiba persahabatan ketiga kawan ini masih terus terjaga.

Dalam berusaha mereka bertiga saling kerjasama. Tapi semangat bersaing selalu menjadi hal penting. Sebab tanpa semangat persaingan mereka yakin sulit untuk berkembang.

Semangat persaingan itulah kemudian mereka wujudkan pada seberapa sukses gedung yang berhasil mereka bangun.

Di antara ketiga itu ternyata Pak Alwi-lah memiliki gedung paling tinggi yakni Graha Pena Makassar berlantai 21.

“Ya, wajar kalau Pak Alwi mengklaim memiliki gedung paling tinggi. Sebab beliau menghitung juga antenanya yang di atas,” kata Jusuf Kalla disambut tawa undangan.

Di antara ketiga sahabatnya itu hanya Pak JK yang tidak memiliki usaha pendidikan tinggi. Pak Alwi Hamu dengan UNIFA dan STIE Nitro, Pak Aksa Mahmud dengan Universitas Bosowa dan RS Awal Bross.

Dalam soal lembaga pendidikan Pak JK merasa cukup mengurus SMP dan SMA saja. Walau hanya mengurus SMP dan SMA tapi dimana-mana JK bisa menjadi pembina perguruan tinggi.

“Coba cek di Makassar ada berapa perguruan tinggi dimana di situ saya menjadi pembina,” kata Pak JK yang telah 10 kali mendapat gelar Doktor Honoris Causa (HC) itu disambut applaus hadirin.

Mengawali bisnisnya sejak tahun 1960-an Pak Alwi pernah mencoba merambah Kota Ambon dengan menjual alat-alat musik. “Ambon itu identik dengan menyanyi. Saya pun mencoba membawa alat-alat musik untuk dijual,” ujarnya suatu ketika.

Namun bisnis alat musik ini tak bertahan lama. Pak Alwi pun kemudian banting setir mencoba bisnis percetakan di Makassar diikuti dengan membuka cabang di beberapa daerah termasuk Ambon.

Sukses di bisnis percetakan buku, beliau pun merambah bisnis surat kabar Harian Fajar hingga kemudian mengantarkannya menjadi pengusaha sukses media.

Tidak kurang lebih 150 surat kabar diantaranya Koran Ambon Ekspres, Koran Rakyat Maluku, dan Berita Kota Ambon.

Selain surat kabar juga tivi dan media online yang tersebar di sejumlah kota di Tanah Air.

Berikut perguruan tinggi Universitas Fajar, STIE Nitro, Graha Pena Makassar, rumah sakit, Yayasan Pendidikan, Yayasan Kemanusiaan dll.

Karena kesibukannya tak jarang Pak Alwi sulit ditemui di tempat. Selain sebagai bos di Fajar Grup, Pak Pak Alwi juga adalah Staf Ahli Wapres JK, juga adalah Kepala Pengembangan Perusahaan Jawa Pos Grup.

Begitu sibuknya, CEO Fajar Grup ini sehari bisa berpindah-pindah tempat. Terbang dengan pesawat dari satu kota ke kota lain.

Ambon tentu menjadi kesan tersendiri bagi Pak Alwi. Sejak kondisi kesehatannya menurun beliau sangat kepingin datang ke Ambon. “Saya ingin datang ke Ambon. Ambon sudah menjadi bagian dari hidup saya,” ujarnya.

Karena kecintaannya selain memiliki beberapa surat kabar di Ambon, Pak Alwi sangat berobsesi untuk merambah dunia pendidikan, pariwisata, dan perikanan.

Pak Alwi tentu sangat peduli mendorong kemampuan daerah untuk mengembangkan potensinya dan harus menjadi primadona dalam membangun komparasi bisnis sebagai sektor andalan.

“Maluku harus bisa. Potensi perikanan, tambang, dan gas yang dimilikinya mestinya mampu menjadi sektor utama. Kemampuan ini harus dikelola secara baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.

Meski hidupnya sudah berkecukupan namun beliau tak ingin mau dianggap sebagai orang kaya. Beliau berkeyakinan bahwa kekayaan atau penghasilan yang kita peroleh saat ini sesungguhnya haruslah digunakan untuk kemaslahatan orang banyak.

Dalam hidup, kata Pak Alwi, kita tidak harus bersusah payah dan bersikap rakus untuk mengejar kekayaan. “Usaha atau bisnis yang saya bangun ini semata-mata untuk kemaslahatan dan kebaikan untuk orang lain agar mereka bisa bekerja,” ujarnya.

Karena itu Pak Alwi selalu berpesan bahwa untuk mencapai ke arah itu sejak awal kita harus tanamkan kerja keras dan jujur. “Hanya dengan filosofi semacam inilah membuat kita bisa berkembang,” kata Pak Alwi.

Dalam bekerja ia selalu menanamkan motto: “Kerja Keras Tumbuh Bersama dalam Kebersamaan”. Itulah yang menjadi penyemangat di grup usaha Pak Alwi Hamu.

Meski tak lagi aktif seperti sebelumnya karena kondisi kesehatan, namun semangat yang disampaikan tokoh pers Sulawesi Selatan, itu selalu menjadi inspirasi dalam membangun grup media di berbagai daerah.

Dalam bekerja ia selalu memakai konsep dalam Al-Quran. Tidak ada kesulitan kecuali tidak dilandasi oleh usaha dan kerja keras. “Fa inna ma’al usri yusra. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,” ujarnya.

Tugas kita, kata Pak Alwi, yakni terus berusaha. “Sebab di balik kesulitan Allah SWT mengatakan ada kemudahan,” ujar almarhum mengutip Al-Quran dalam Surah Al-Insyirah.

Kesuksesan dan kerja keras itu terbukti bersama sahabatnya Pak H.Syamsu Nur, Pak Alwi bisa membangun jaringan media, lembaga pendidikan, kesehatan, hingga membangun gedung Graha Pena Makassar.

Saat pengresmian Gedung Graha Pena tanggal 7 Juli 2007 Pak Alwi mengaku memilih tanggal, bulan, dan tahun dengan angka yang unik: angka tujuh.

Angka tujuh dalam filosofi orang Bugis, kata Pak Alwi, menunjukkan sebuah angka keberuntungan yang memiliki makna kebaikan. “Diresmikan pukul tujuh, tanggal 7, bulan 7, tahun 2007. Dalam filosofi Bugis itu artinya: tujuh na tujuh yang bermakna keberuntungan,” kata Pak Alwi saat itu.

Awalnya banyak yang meragukan obsesi Pak Alwi membangun Graha Pena Makassar itu. Bahkan ada pimpinan bank tak berani memberikan jaminan kredit, sebab yang diizinkan oleh bank hanya mampu 12 lantai saja.

“Yang terjadi kemudian, pimpinan bank yang tadinya menolak memberikan pinjaman kredit tersebut kaget. Orang itu tak menyangka kalau kemudian kami bisa membangun gedung 21 lantai,” kata Pak Alwi.

Inilah satu-satunya gedung pencakar langit tertinggi diluar Pulau Jawa. Graha Pena Makassar pun menjadi icon Kota Makassar lalu beberapa tahun kemudian diikuti oleh gedung-gedung tinggi yang lain.

Graha Pena Makassar tentu menjadi simbol dari kerja keras. Dan Pak Alwi adalah pelopornya.

Selamat jalan ayahanda, guru dan bos kami. Doa terbaik untuk Pak Alwi semoga husnul khatimah, dimaafkan segala salah dan khilaf, diterangi alam kuburnya dan dikumpulkan bersama orang-orang saleh. Aamin Yaa Rabb.🤲🤲❤️❤️🤲🤲

Salam hormat kami dari Kota Ambon Manise.
(AHMAD IBRAHIM)

Caption:

  1. Tampak Pak Jusuf Kalla saat melayat sang sahabatnya di rumah duka, Sabtu, (18/1/25).
  2. Menag RI Prof Nazarudin Umar melepas jenazah untuk diterbangkan ke Makassar, Sabtu, (18/1/25).
  3. Penulis bersama almarhum berpose saat memperingati Hari Pers Nasional (HPN) di Kota Batam, 2015.
  • Bagikan