Hendrik: Masjid Tua Wapaue Dalam Ingatan Kolektif Bangsa

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Setelah 20 tahun lamanya, warga Negeri Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), akhirnya melakukan acara ritual adat pemasangan Ahapoput (atap pamali) Mesjid Tua Wapaue, Rabu 8, Januari 2025.

Pemasangan atap baru salah satu masjid tertua itu berlangsung sakral. Acara ritual dimulai sejak pagi hari dengan serangkaian prosesi adat, seperti doa bersama di baileo (rumah adat) dilanjutkan dengan serah terima Ahapoput di rumah pusaka Hatuwe.

Yang mengambil Ahapoput adalah warga Kaitetu yang dalam prosesinya berada di dalam sebuah kora-kora/arumbai atau dalam bahasa negeri setempat disebut Palutu.

Hadir dalam kegiatan tersebut unsur pimpinan daerah provinsi maupun kabupaten serta kecamatan. Sejumlah raja di Jazirah Leihitu juga ikut hadir dalam kegiatan tersebut.

Gubernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa, mengatakan bahwa Masjid Tua Wapaue merupakan warisan leluhur untuk anak cucu yang harus dijaga dan dilestarikan.

“Sebagai masjid tertua di Maluku, Masjid Tua Wapaue ini telah ada dalam ingatan kolektif bangsa,” ujar Lewerissa.

Dia mengakui, tugas semua orang adalah merawat masjid ini dan menjadikannya tetap lestari. Yang mana, kisah ini menceritakan tentang perjalanan masyarakat Kaitetu yang awalnya bermukim di gunung dan turun ke pesisir pantai, kemudian mendayung menggunakan palutu ke tanjung Kaitetu untuk sama-sama mengerjakan Masjid yang dibangun pada tahun 1414 itu.

Setelah Ahapoput diterima, rombongan warga yang berada di dalam palutu kemudian berjalan menuju lokasi masjid untuk pemasangan atap pamali oleh Raja Kaitetu dan 12 tukang (perangkat masjid).

Pelaksanaannya diiringi cakalele atau tarian perang asal Maluku. Rombongan palutu bersama Ahapoput dikawal dua orang kapitan yakni, kapitan Hatuwe dan kapitan Laing.

“Usia dari Ahapoput bisa bertahan puluhan hingga ratusan tahun. Makanya kita sangat bersyukur masih bertemu dengan prosesi ini. Sebab kita tidak tahu bisa hidup sampai kapan. Inilah sejarah yang kita rawat untuk setiap generasi di Kaitetu,” kata Raja Negeri Kaitetu, M. Armin Lumaela

Raja Lumaela mengaku, ada perasaan emosi, sedih, campur aduk menjadi satu dari prosesi ritual adat ini. Tapi itulah yang harus dilakukan sebagai salah satu cara dalam merawat adat dan tradisi di Kaitetu.

“Meski pengerjaannya tidak sesempurna seperti awal masjid ini dibangun, tapi kita mencoba untuk terus merawat tradisi ini untuk generasi penerus,” ujarnya

Dikatakan, pengerjaan Masjid Tua Wapaue tidak hanya menjadi bagian dari masyarakat Kaitetu sendiri, tapi juga masyarakat lainnya di wilayah Leihitu.

“Seperti tadi ada juga raja dari Negeri Seith dan Negeri Lima. Karena menurut catatan sejarah, kita tiga negeri ini bersaudara adik kakak. Ada juga dari saudara kita non muslim dari Hila Tanah Putih, yang datang membawa atap sebagai persembahan mereka ke Kaitetu,” tuturnya

Dia menambahkan, sangat bersyukur karena mulai dari pembongkaran hingga penutupan atap masjid, kegiatan ritual adat berjalan aman dan lancar.

Taib Lumaela yang merupakan penanggung jawab acara sakral tersebut menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaannya kepada Gubernur Maluku terpilih.

“Kami mewakili tua-tua adat dan masyarakat Negeri Kaitetu sangat berterima kasih kepada Bapak Hendrik Lewerissa yang sejak awal menaruh perhatian pada kegiatan yang hari ini sedang berlangsung. Terima kasih juga kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi sehingga kegiatan pada hari ini bisa terlaksana dengan baik,” pungkasnya. (MON)

  • Bagikan