Rektor Abidin Wakano untuk Multikulturalisme dan Fiqh Kelautan

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — IAIN Ambon kini punya rektor baru. Seperti yang kita sudah tahu nama sang rektor itu adalah DR.Abidin Wakano, M.Ag. Ia dilantik oleh Menteri Agama RI Prof.DR.H. Nazaruddin Umar di Jakarta, Kamis lalu, (19/12/24).

Kabar pelantikan tokoh perdamaian Maluku itu disambut gembira. Tidak saja oleh sesama kolega di dunia kampus dan cendekiawan, tapi juga para pekerja kemanusiaan.

DR.Abidin Wakano adalah sosok yang sejak mahasiswa di IAIN Alauddin Makassar sudah dikenal sebagai aktivis kampus pada kelompok-kelompok studi yang bergelut dalam dunia intelektual. Itulah yang membawa DR.Abidin Wakano tidak saja dikenal sebagai pemikir dan pendidik tapi juga aktivis yang bergelut pada kemanusiaan.

Saat saya menghubungi Sabtu lalu DR.Abidin Wakano masih berada di Jakarta.

Melalui telepon saya pun bertanya soal pandangannya tentang langkah untuk membangun IAIN Ambon kedepan dan upaya menghidupkan kampus sebagai sarana pengembangan intelektual berikut tantangan kedepan.

Diakui kampus sebagai salah satu pusat kegiatan intelektual (intelectual exercise) haruslah terus menghidupkan tradisi pengembangan intelektual sebagai wahana peningkatan kapasitas keilmuan, pengetahuan, dan teknologi.

Atau meminjam istilah Menag RI Prof Nazaruddin Umar saat memberikan sambutan pada pelantikan hari itu harus menjadi lokomotif atau pusat pengembangan intelektual, sebab kampus merupakan dapur dari peradaban bangsa dan bukan menjadi menara gading.

Sebagai wahana intelektual suasana kampus haruslah tetap hidup dan melahirkan sosok ulama dan cendekiawan. Kedepan, DR.Abidin Wakano sudah punya blueprint untuk menghidupkan tradisi pengembangan intelektual sehingga kelak dari kampus ini bisa menjadi laboratorium untuk melahirkan sosok-sosok intelektual yang kreatif dan inovatif.

Pengalamannya sebagai intelektual dan aktivis kemanusiaan membuat DR.Abidin Wakano tentu ikut merasakan apa saja tantangan dan dinamika yang terjadi di lingkungan kampus, masyarakat, dan dunia luar.

Ajakan Menag RI Nazaruddin Umar agar kampus tidak menjadi menara gading pada konteks ini menunut dunia kampus tidak harus sibuk pada persoalan administrasi saja, tapi mereka harus intens melakukan aktivitas keilmuan sesuai fungsi dan tujuan berdasarkan pedoman dasar Tridharma Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

DR.Abidin Wakano melihat tantangan perguruan tinggi kedepan tidak cukup hanya berkutat pada tiga fungsi dan tujuan tersebut tapi perubahan yang terjadi saat ini menuntut kampus harus lebih peka dan dekat dengan masyarakat sekaligus menjadi problem solving atau bagian dari pemecahan masalah bukan menjadi menara gading.

Pesan Menag RI mengajak semua elemen Kampus Hijau untuk hadir dan terus berkontribusi memberikan penguatan pada hal-hal yang bersentuhan dengan khazanah kultural di daerah.

Maluku sebagai salah satu wilayah yang heterogen atau majemuk tentu memiliki keunikan. IAIN Ambon sebagai kampus yang membangun peradaban bangsa harus menjadi kekuatan perekat dan simbol penyatuan di tengah heterogenitas masyarakat yang majemuk.

Dengan sekian pengalaman sebagai agen perdamaian untuk kemanusiaan pasca konflik Maluku DR.Abidin Wakano tentu tidak asing untuk menjadikan IAIN Ambon sebagai role mode dan simbol kekuatan perekat untuk keragaman.

Dan, berdasarkan data Litbang Kemenag RI tahun 2018 pasca konflik Maluku termasuk urutan ketiga Indeks Kerukunan Terbaik di Indonesia setelah Bali dan NTT. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Setara Institut tahun 2021 juga menempatkan urutan pertama Indeks Kerukunan Terbaik di Tanah Air untuk Maluku.

DR Abidin Wakano kita tahu sejak awal konflik telah menghabiskan waktunya untuk kerja-kerja kemanusiaan. Di tengah ancaman dan teror DR Abidin Wakano bergeming dan diam-diam terus melakukan upaya konsolidasi dengan kelompok-kelompok perdamaian maupun NGO termasuk dengan organisasi lintas iman untuk resolusi konflik.

Pengalaman itu mengantarkan sosok DR Abidin Wakano sebagai intelektual yang egaliter dan bisa diterima semua pihak. Pengalaman itu pula mengantarkan lelaki asal Desa Negeri Latu, kelahiran Kairatu, Pulau Seram, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), 5 April 1973, itu, menjadi “duta” perdamaian.

Bersama Pdt DR.Jack Manuputty dari Gereja Protestan Maluku (GPM) mereka kerab diundang oleh sejumlah lembaga untuk menjadi pembicara soal resolusi konflik — tidak saja di Ambon tapi hingga mancanegara.

Itu pula membuat sosok DR Abidin Wakano dan Pdt DR Jack Manuputty kerab diidentikkan sebagai agen Provokator Damai yakni sebuah antitesis terhadap para provokator di tengah konflik sosial yang sengaja memprovokasi masyarakat.

“Kalau ada jihad untuk membunuh maka harus ada pula jihad untuk berdamai. Jadi kalau ada namanya provokator maka harus ada pula provokator damai sebagai antitesa dari provokator,” ujarnya.

Itu dulu.

Kini, setelah sekian tahun melakukan kerja-kerja kemanusiaan DR Abidin Wakano terus menjadikan pengalamannya itu sebagai sebuah karya untuk kemanusiaan.

Kedepan ia berharap bila ada orang yang ingin belajar tentang resolusi konflik tidak perlu lagi ke tempat lain cukup datang ke Ambon mereka bisa mendapat pengetahuan dan pengalaman.

Sebagai think-thank (lembaga pemikir) IAIN Ambon tentu harus tampil menjadi lokomotif di tengah tantangan dan konfigurasi umat yang majemuk.

Ajakan Menag RI untuk tidak menjadikan kampus menjadi menara gading menuntut semua pihak harus hadir untuk membawa kemaslahatan agar IAIN Ambon kelak menjadi pusat studi yang diperhitungkan dengan lembaga pendidikan tinggi lain di Kota Manise.

Salah satu hal penting tentu adalah bagaimana menghidupkan tradisi keilmuan dan keintelektualan itu agar terus tumbuh dan berkembang di Kampus Hijau ini.

Seminar, diskusi, dan diskursus pemikiran harus terus dijaga, dikembangkan, dan ditumbuhkan agar iklim keilmuan dan keintelektualan bisa berkembang dan terus menghiasi suasana kampus.

Dan, kita semua tahu Kota Ambon dan Maluku memiliki sejarah panjang terkait dengan keragaman. IAIN Ambon tentu harus bisa menjadi agen atau pioner terutama dalam pengembangan keilmuan dan keintelektualan sehingga bisa lahir sosok-sosok pemikir Islam dari kampus ini.

Sebagai pusat peradaban bangsa, IAIN Ambon harus terus menghidupkan khazanah-khazanah Islam masa lalu sebagai sumber kekuatan untuk bisa dipelajari dan dikenali oleh generasi kita saat ini. Begitu banyak khazanah intelektual dan sejarah panjang peradaban Islam yang telah ditorehkan tokoh-tokoh kita masa lalu.

Rektor Abidin Wakano tentu sudah punya rencana jangka panjang untuk menghidupkan tradisi itu. Ia tentu berterima kasih kepada mantan rektor IAIN Ambon Pak DR Hasbollah Toisuta dan Prof DR Zainal Rahawarin yang telah merintisnya.

Untuk menghidupkan suasana keilmuan dan keintelektualan di kampus ini kedepan obsesi suami dari Masita Sari Siregar, SE., Ak ini tidak saja menjadikan kampus ini sebagai salah satu pusat akademik untuk peace building dan multikulturalisme, tapi kedepan kita harus menciptakan bagaimana kampus ini dapat berperan menjadi wahana pendidikan untuk studi kelautan dengan pendekatan keagamaan.

Jadi, kata DR Abidin Wakano, kedepan tidak cukup kalau orang datang belajar soal penanganan resolusi konflik dan multikulturalisme harus belajar ke Ambon. Tapi, nantinya mereka juga harus datang belajar bagaimana konsep pengelolaan kemaritiman di Maluku dari sudut pandang keagamaan untuk kemaslahatan.

Kalau di kampus lain konsep maritim mereka gunakan dengan pendekatan saintifik, maka di Kampus IAIN Ambon kita harus bisa dekati soal kemaritiman dari sudut pemanfaatan berdasarkan pendekataan agama.

Untuk maksud itu DR Abidin Wakano telah berencana akan mengembangkan desa-desa binaan multikulturalisme dan kemaritiman di sejumlah desa di Maluku. Salah satu misinya adalah memperkenalkan apa itu arti kemajemukan, keragaman, dan peace building. Juga apa itu arti kelautan dan kemaritiman.

Sampai sekarang masih jarang kita temukan konsep Fiqh Kelautan. Dan, fiqh kita selama ini terlalu banyak berorientasi pada pendekatan kontinental dan sangat sedikit para fukaha atau pakar fiqh kita yang ahli tentang kelautan.

“Maluku sebagai wilayah yang diliputi oleh laut harus bisa melahirkan sosok fuqaha yang ahli tentang kelautan. Dan, kelak IAIN Ambon bisa melahirkan konsep Bahrul Ulum (Fiqh Kelautan),” ujar ayah dari Fazlur Rahman Wakano, Ulyatunisa Wakano, dan Muhammad Nafis Afkar Wakano, itu.

Kini kita menanti gebrakan Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Ambon, dan Ketua Pusat Rekonsiliasi dan Mediasi (ARMC) IAIN Ambon ini untuk menatap masa depan agar Kampus IAIN Ambon lebih membumi di Tanah Manise sehingga kelak di tangan putera kesayangan tokoh mantan Ketua NU Maluku Drs H.Umar Wakano (Alm) dan Ibunda Hj.Saida Wakano ini lahir sosok-sosok intelektual muslim dari Kampus Hijau yang mumpuni.(AHMAD IBRAHIM)

  • Bagikan

Exit mobile version